Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politisi "Kutu Loncat"

11 September 2018   13:02 Diperbarui: 5 Februari 2021   02:25 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan makin kompleks, selain polarisasi di sosial media yang dapat memicu conflict of interest, warga internet (netizen) kerapkali menunjukkan wajah positifnya, menjadikan internet sebagai ruang publik (public sphere). Namun, sebaliknya juga tak jarang menampilkan wajah buruk sebagai ruang penyebaran hoax dan ujaran kebencian (hate speech). Realitas tersebut adalah tantangan tambahan bagi pelaksana tugas negara untuk mengevaluasi kemampuan berkomunikasi politiknya agar tidak menjadi komunikasi ala "debat warung kopi", sehingga urusan pribadi kemudian masuk dalam agenda diskusi legislatif.

Lembaga legislatif yang menjadi ruang bagi "politisi kutu loncat" ini adalah sebuah lembaga yang sangat penting dan menentukan bagi keberlanjutan Aceh ke depan.

Terlepas dari motif kepindahan tersebut, kerja-kerja dan fungsi legislasi, fungsi kontrol dan fungsi budgeting yang menjadi fungsi utama harus dioptimalisasikan seiring kepindahan para jawara politik atau tokoh elite di partai barunya. Tanpa optimalisasi fungsi, kepindahan hanya menjadi fenomena politis basi tanpa dampak signifikan bagi kesejahteraan Aceh kita.

Maka persoalan pencalegan di awal harus diakomodir dengan lebih bijaksana, sebagaimana diwacanakan Dr Gun Gun Heryanto, Dosen UIN Jakarta; Penjenjangan dalam sistem kaderisasi, dengan pola rekruitmen yang memertimbangkan keterwakilan kaum muda, perempuan dan kelompok penting masyarakat dalam proses yang panjang, tidak instan. Melembagakan pendekatan Triple-C (Community relation-hubungan komunitas; Community empowerment-pemberdayaan komunitas; dan Community service-pelayanan komunitas) untuk mendapatkan figur yang tepat dan memiliki akar kuat di basis pemilih.

Berikutnya, kemampuan reflektivitas dalam tahapan pencalegan. Tidak hanya mampu menyusun, tapi juga melihat dinamika dan orientasi idealis dan strategis partai ke depan. Agar kader partai tidak bermain-main dengan aturan dan konsensus dan lebih bijak ketika memutuskan untuk menjadi "kutu loncat", bukan karena "godaan duniawi" semata. Selamat berjuang untuk rakyat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun