Mohon tunggu...
Sang Pencari
Sang Pencari Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mencari yang tersembunyi...\r\n\r\nCiri wanci lali ginawa mati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ahok: Pakai Duit Jual Pulau

18 Februari 2013   17:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:05 1821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Heboh tentang pembangunan pulau buatan dengan mengeruk laut di kawasan utara Jakarta terus berlanjut. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah dirinya mengusulkan proyek itu. Ia berkilah rencana itu sudah ada sejak era Gubernur Fauzi Bowo (Foke).

Pulau-pulau buatan yang menurut Ahok jumlahnya mencapai tujuh belas itu dibangun untuk mendukung keberadaan Giant Sea Wall (GSW) atau tanggul raksasa. Pulau dibangun di wilayah laut yang berada di kawasan laut yang berada di kawasan GSW. Ahok keukeuh menyatakan bahwa proyek itu tidak mengganggu keuangan daerah karena tidak menggunakan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. "Yang membedakan kita dengan Pak Foke, beliau kasih ijin tujuh belas pulau di GSW mau pakai duit APBD. Nah, beliau mau pinjam duit untuk bangun. Kalau kita nggak mau pinjam satu sen pun. Caranya gimana, todong aja yang punya pulau. Anda untung di sini, bagi ke saya (DKI) berapa?" kata Ahok.

Mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu menegaskan, rencana pembangunan pulau buatan di pantai utara Jakarta bukan kepentingan politiknya sebagai pejabat publik. Namun, Ahok mengakui pembangunan pulau itu untuk kepentingan komersial.

"Logikanya, ya iya (komerisal). Jadi, palang air laut bukan cuma GSW sendiri. Kita bikin pulau. Kita jual tanah itu, kita pakai bukan hanya untuk merapikan area GSW, tapi seluruh daratan Jakarta. Kita bikin pengelolaan air limbahnya, MRT-nya, semuanya kita bikin pakai duit jual pulau-pulau itu." jelasnya.

Selain itu, jika kelak pulau-pulau itu terwujud, Pemprov DKI bisa menggunakan daratan baru itu untuk membangun rusun murah bagi para nelayan. Jadi pulau baru bukan hanya untuk pengusaha saja.

Ahok mengatakan, ia juga sudah membahas mengenai efeknya pada lingkungan hidup. "Pencemaran Teluk Jakarta sudah terkontaminasi gila-gilaan. Limbah, ambang batasnya sudah dua puluh kali dari batas normal. Itu orang LIPI yang bilang. Nah, kalau teluk ini bersih, ya kita jadikan waduk, bagaimana caranya, ya tutup di depannya. Nantinya kita juga bisa punya bandara, bisa punya pelabuhan laut dalam, bisa punya cadangan air tiga juta kubik." papar Ahok.

Ia menjelaskan, di luar GSW, nantinya akan menjadi laut yang bersih sehingga nelayan bisa budidaya ikan lebih baik. "Kalau sekarang kan berat. Jadi, reklamasi itu justru untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak parah." tuturnya.

Seperti diberitakan, rencana Pemprov DKI membangun tujuh belas pulau baru dengan reklamasi dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010-2030. Pasalnya, dalam RTRW tersebut tidak ada reklamasi berbentuk pulau buatan.

Kepentingan bisnis

Menurut Pengamat lansekap perkotaan Nirwono Joga, pembangunan pulau buatan tersebut melanggar aturan yang ada dan sarat dengan kepentingan bisnis. "Dalam RTRW DKI 2030, hanya ada tanggul laut raksasa (GSW), tidak ada pulau-pulau seperti yang dimaksud Ahok. Dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) juga tidak ada." ujarnya. Menurutnya, dalam RTRW hanya ada reklamasi yang berbentuk penambahan lahan di pantai utara, bukan pulau buatan.

Rencana tujuh belas pulau buatan ini juga ditolak oleh kalangan legislatif. Anggota Komisi D DPRD DKI, M. Guntur mengatakan bahwa alasan Pemprov membangun pulau tidak berdasar. "Apa kegunaan pulau-pulau itu? Kalau cuma untuk dinikmati kalangan pengusaha, sudah pasti kepentingan bisnis semata. Apa untungnya buat rakyat kecil? Lalu apakah pakai APBD? Itu harus dipikirkan. Lebih baik membangun infrastruktur pengendali banjir." ujarnya.

Pulau-pulau yang belum dibangun itu sudah ada yang memiliki, yakni BUMD DKI dan swasta, antara lain PT. Pembangunan Jaya Ancol dan PT. Jakarta Propertindo. Ahok mengklaim pulau-pulau buatan itu tidak kalah dengan Hongkong dan Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). PT. Jakarta Propertindo juga mendapat porsi lahan seluas 190 hektar.

Namun bagi swasta yang memiliki pulau ini syaratnya tidak mudah karena Pemprov meminta kontribusi bagi-untung membuatkan rumah susun bagi rakyat DKI. "Tapi beberapa pola dengan swasta akan kita kaji dulu dalam dua minggu ini. Jadi kita kaji dulu pola bisnis dan hukumnya seperti apa." ujar Ahok.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengaku ide pembangunan pulau buatan di Teluk Jakarta masih diolah dan dipikirkan. Meski begitu, dia tidak menutup kemungkinan jika nantinya proyek itu benar-benar dilaksanakan. "Masih konsep besar (soal pembangunan tujuh belas pulau buatan). Kita memang ingin melakukan itu, tapi masih dipikirkan." kata Jokowi pekan lalu. Jokowi pun enggan berkomentar lebih jauh soal ide yang digulirkan Ahok tersebut.

Ahok sebelumnya juga menjelaskan, kini kondisi waduk di Jakarta banyak yang kritis. Sementara untuk membangun sheet pile (dinding pembatas) dan pengerukan di setiap waduk butuh biaya besar. Satu waduk bisa butuh Rp 800 miliar. "Kita dapat duit dari mana kalau satu waduk Rp 800 miliar." kata Ahok.

Kemudian muncul ide untuk memberi tanah kerukan kepada pengusaha yang membutuhkan asal pengusaha itu bersedia mengeruk dan membuat sheet pile di waduk. "Selama ini PU keruk waduk, keruk sungai bayar. Buang tanah bayar lagi. Makanya dua kali bayar. Seharusnya kita bikin sistem dong. Mereka butuh pasir, ya mereka yang mengeruk, kenapa harus bayar?" tegas Ahok.

Rencana Ahok membangun pulau buatan, menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) harus memperhatikan dampaknya, mulai dari ekosistem lingkungan hingga pengaruhnya terhadap pendapatan nelayan sekitar Teluk Jakarta. "Bahan tanah yang menjadi urukan bisa berdampak terhadap ekologi sekitar pulau buatan. Tanah yang menjadi sedimentasi lumpur bisa berisi zat kimia, deterjen, timbal, merkuri, artinya kondisi tersebut bisa menghasilkan polusi buat perairan." kata Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Ubaidilah, pekan lalu.

Ia menjelaskan, pembangunan pulau-pulau yang meniru konsep Palm Islands di Dubai, UEA itu dipastikan bisa menghancurkan ekosistem seperti biota laut dan terumbu karang, perairan yang sudah hancur semakin hancur. Selain itu, rencana pembangunan pulau buatan itu dipastikan akan berdampak terhadap daratan di pinggir Jakarta, seperti Cilincing, Muara Angke, Kamal Muara, Angke dan Penjaringan, Jakarta Utara.

Sumber : Harian "Warta Kota" hari Senin, 18 Pebruari 2013

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun