Mohon tunggu...
abah
abah Mohon Tunggu... Peternak - nomaden writer

“Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid.” -Albert Einstein

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Al-Maidah 51: Bukan Sebuah Tiket Gratis

7 Januari 2017   16:45 Diperbarui: 7 Januari 2017   17:24 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tafsir Surat Al-Maidah ayat 51. Sumber: fesbuker.com

Okeeee..mari kita lihat seperti apa teks dan terjemahan dari surat dengan ayat tersebut yang sudah bikin gegap gempita seluruh negeri ini.. (kalau dibilang sudah dibikin riweuh, saya takut nanti disalah pahami orang :) )

saya tidak ingin menyalahkan siapapun, pada akhirnya Allah yang maha kuasa yang akan memberikan keputusan yang maha adil.

memang benar..sejauh yang saya yakini.. bahwa teks Al-Quran surah Al-Maidah:51 itu berbunyi seperti itu dan saya yakin dengan kebenaran dan saya patuh seluruhnya terhadap isi ayat tersebut.

tetapi begini..Allah swt tentu mempunyai alasan yang maha tepat dan maha benar atas isi dari ayat tersebut..hanya kita saja..emm..mungkin hanya saya.. yang berpikiran bahwa isi ayat tersebut bukanlah berupa tiket gratis bagi ummat muslim diseluruh penjuru dunia agar mendapat legalisasi maha benar untuk dimuluskan jalannya menjadi pemimpin bagi ummat lainnya.

karena kalau ternyata isi ayat tersebut dimaksudkan oleh Allah sedemikian rupa sebagaimana yang tertera dalam ayat tersebut dan dipahami oleh kita sesederhana itu, apalah susahnya bagi Dia sang maha kuasa untuk menjadikan muslim sebagai pemimpin instan?

saya sendiri berpikiran, bukan memcoba untuk mentafsirkan dan memahaminya, bahwa isi dari surrah Al-Maidah:51 ini adalah sebagai tantangan dari Allah bagi seluruh ummat muslim agar bisa dan berusaha menjadi pemimpin. artinya bahwa ketika diperlukan seorang pemimpin maka secara absolut dilihat dari berbagai subjek memang layak dijadikan pemimpin.

Islam adalah agama paling benar, paling baik, paling sempurna. Merupakan agama paling terakhir yang disampaikan oleh rasul Allah yang terakhir pula..maka apabila muslim menjadi pemimpin maka seharusnya bisa menjadi pemimpin yang mumpuni. pemimpin yang mampu mensejahterakan keseluruhan yang dipimpinnya tanpa pandang bulu.

Islam adalah rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi seluruh alam, agama yang diberikan kepada Rasulullah saw dengan tugas utamanya yaitu memperbaiki akhlaq manusia. sesederhana itu!

gonjang-ganjing dimedia sosial akhir-akhir ini kenyataannya penuh dengan cerminan bertolak belakan dari doktrin Islam. Allah maha baik dan suka dengan kebaikan. cara apapun yang ditempuh untuk menegakkan agama Islam di muka bumi ini mestilah dengan cara yang baik, karena akhlaq yang baik tidak mungkin terlintas sedikitpun untuk melakukan tindakan keji dan berperilaku kasar.

daripada berjihad dengan cara meledakan diri ...(masih mending kalau cuma dirinya sendiri yang meledak...tetapi yang menjadi perhatian adalah jangan sampai membuat orang lain disekitarnya ikutan terkena ledakannya juga..apalagi sampai kemudian menyuruh istrinya sendiri untuk meledakkan diri..istri koq disuruh meledakkan diri..bukannya disuruh ke salon :) ) mendingan berjihad dengan belajar secara sungguh-sungguh, pupuk diri dengan segala ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan seluruh ummat manusia.

ada banyak hadits ataupun ayat Al-quran yang menurut saya berkaitan erat dengan pemahaman saya yang berpikir bahwa sesungguhnya surrah Al-Maidah:51 sejatinya merupakan tantangan dari Allah swt agar setiap muslim berlomba menjadi pribadi terbaik dalam segala hal agar layak dijadikan sebagai pemimpin. seperti misalnya:

"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang yang mungkar dan beriman kepada Allah, dan kalau sekiranya ahlul kitab beriman, tentulah hal itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada orang2 yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang2 fasik)" Surat Ali-imran: 110.

sesuatu hal dengan label terbaik tentu akan menjadi rujukan, apakah mungkin seseorang layak menjadi pemimpin tanpa memiliki kemampuan terbaik dibidangnya?

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka,” (Ar Raad : 11)

ayat ini juga merupakan penegasan dari Allah, bahwa Allah tidak akan memberikan tiket gratis atau kemudahan hanya karena menjadi muslim maka dirinya layak menjadi pemimpin. Ummat muslim harus berusaha keras sekuat tenaga kalau mau berubah menjadi lebih baik. Hanya karena merupakan mayoritas lantas layak menjadi pemimpin.

Tugas seorang muslim memang secara lahiriah lebih berat (saya tulis secara lahiriah karena hal ini tergantung perspektif) misalnya kalau di indonesia selain harus membayar zakat, kita juga mesti membayar pajak. dua-duanya sangat penting untuk dilakukan, ada contoh dari sirrah nabawiyahnya

fokus seorang muslim juga harus berimbang antara pencapaian dunia dan akhirat. karena banyak amalan seperti dianjurkannya sedekah dan kewajiban menunaikan zakat memerlukan kesuksesan pencapaian dunia.

jangan sampai kita khusu' mementingkan urusan akhirat seperti belajar agama, mempelajari Al-quran dan hadits namun ketika kita berhadapan dengan kepentingan dunia yang memerlukan keahlian mekanis, matematis, kimia, ekonomi, dll. kita malah seperti mahluk yang lumpuh alias tidak bisa berbuat apa-apa yang nanti ujung-ujungnya kita marah-marah menyalahkan dominasi bangsa asing yang pada kenyataannya memiliki memiliki keunggulan keahlian dalam berbagai hal.

saya kutip dari artikel di the Jakarta Post:

As evidenced by historical facts, zakat (alms) is supposed to have an effect on the transformation of mustahiq (the recipient) to muzakki (the giver). Zakat is capable of eliminating poverty, as happened during the reigns of Umar bin AlKhattab and Umar bin Abdul Aziz, when it was hard to find an eligible recipient of zakat.

Redistribution of assets in a fair manner by restructuring organization, cutting out bureaucracy, simplifying the administration system, saving the state budget and, at the same time, socializing business and entrepreneurial spirit in the community, affects productivity.

By these means, Umar enlarged the sources of national income through zakat, tax and jizya. The zero poverty rate at that time was caused by the absence of mustahiq, not by the amount of zakat exceeding the number of mustahiq.

In the other words, everybody was muzakki. The ability to pay zakat appears when productivity rises. This paradigm is in line with Sen’s thoughts regarding the meaning of poverty. When individuals become productive and have access to basic rights, the ability and willingness to pay zakat will emerge, as well as solidarity and social cohesiveness.

Not vice versa, as assumed; when poverty increases, then zakat is a solution. How can it be the solution if the amount of zakat is not proportional to the number of poor? Thus, zakat cannot stand alone in alleviating poverty.

pada masa kekhilafahan umar bin khatab ra, zakat memang berperan besar memakmurkan negara. itu karena masyarakatnya mayoritas produktif, sehingga lebih banyak muzakki (pemberi zakat) daripada mustahiq (penerima zakat). pada masa itu kewajiban berzakat dan anjuran untuk bersedekah mampu memotivasi orang untuk berkegiatan secara produktif yang pada akhirnya masyarakat menjadi sejahtera sehingga semuanya merupakan pemberi zakat.

karena kalau zakat saja yangh menjadi solusi kemiskinan, kalau penerima zakat jauh lebih banyak daripada pemberi zakat maka secara logika zakat yang terkumpul sangatlah tidak akan mencukupi.

menurut Allah swt:

“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadiid: 20)

“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 32)

dan terakhir ada hadits:

Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing

dan dalam riwayat yang lain :

Rasulullah- Shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya “wahai rasulullah siapa yang asing itu (al-Ghuraba)?” Rasulullah- Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Yaitu orang-orang yang mengadakan perbaikan di tengah manusia yang berbuat kerusakan”.

Dan dalam lafadz yang lain:
mereka adalah orang-orang yang memperbaiki sunnahku yang dirusak manusia

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak

ketika berita bohong, mencela, mentolerir pembunuhan hanya karena bermotif jihad sudah merupakan tabiat yang tidak bisa dipisahkan maka renungkanlah:

Ketika berdakwah Rasulullah mendapat cemohan, hinaan, tantangan, ancaman, dan pemboikotan dari kaum Quraisy, namun beliau tidak marah. Nabi Muhammad tidak membenci bahkan mendoakan mereka agar diampuni oleh Allah SWT, berikut doa Nabi Muhammad Saw“Wahai Tuhanku ampunilah dosa-dosa kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui” (H.R. Muslim). Sungguh Mulia Nabi Besar kita Nabi Muhammad saw.

tulisan ini telah lterlebih dahulu ditayangkan di blog pribadi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun