Pada saat bersamaan, saya bersyukur karena komunitas gila ini dihuni demikian banyak musisi, yang meski memang gila dan tak jarang berkelakuan norak, tapi sungguh berbakat! Tanpa kehadiran mereka, tak mungkin 25 lagu yang notabene tidak mudah dimainkan itu bisa meluncur deras, mulus, dan berbekas di jiwa.
Lagu meluncur tiada henti, kue ulang tahun pun dihadirkan, meski dalam cita rasa dan ukuran yang tidak sesuai pesanan. Tito yang tergolong pendiri milis (baca: tuak!) meniup lilin bersama dengan Vicky, yang adalah salah satu anggota PJId termuda. Dia masih SMP, BTW.
Awang, seperti kita harapkan sesuai posisinya sebagai humas PJId, memberi ceramah gak penting dan prosedur mendaftar ke milis. Dia, betapapun telat nyambung dan ugal-ugalan, adalah wujud nyata dari sebuah hasrat tanpa batas pada Pearl Jam. Sajikan Pearl Jam ke hadapannya dan mungkin dia bisa lupa bahwa dirinya sedang disiksa api neraka!
Saya sudah terlalu sering menulis untuk kita semua, sehingga mungkin tidak ada tikungan baru lagi yang membutuhkan imajinasi tinggi untuk diterka kemana arahnya. Saya, kita semua, sudah terlalu banyak mereguk kenikmatan bersama menyanyikan lagu-lagu pujaan kita sehingga mungkin lupa bahwa semua itu butuh semangat tulus dan tidak boleh kita anggap sebagai sebuah hal yang taken for granted. Apa yang sudah kita jalani, semua yang sudah kita raih, membutuhkan minat, semangat, dan upaya lanjutan untuk tetap bertahan.
Untuk itu, saya mengajak kita semua kembali pada ingatan awal kita semua, ketika kita masih menjadi lost dogs dan pontang-panting mengendus mencari rumah tempat bernaung. Untuk itu, untuk mengingatkan kita semua pada semangat yang sudah demikian jauh membawa kita dalam persahabatan ini, saya bertanya: apakah kamu suka Pearl Jam?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H