Toilet Sounds, legenda grunge Jakarta yang dulu pernah mendapat predikat hot band dari MTV Asia, hadir dengan drummer tamu: Irsya dari Perfect Ten. Membuka penampilannya dengan About a Girl, mereka menyuguhkan tiga komponen yang menjadi sebagian penyebab kenapa Nirvana bisa meledak di seluruh dunia.
Yang pertama: cukup nekat untuk melakukan crowd surfing sambil terus memainkan gitar. Yang kedua: cukup gila untuk membanting gitar ke lantai panggung dan menyeretnya kesana kemari. Yang ketiga: pukulan drum yang luar biasa bertenaga, namun disaat yang sama, sangat enak didengar.
Dua yang pertama sukses dilakukan oleh Petrus, sang vokalis/gitaris Toilet Sounds, sementara yang paling akhir dengan mulus ditunjukkan oleh Irsya di nomor Breed. Luar biasa!
Daily Feedback jadi pamungkas.
Dari sekian banyak setlist yang mereka bawakan malam itu, adalah Very Ape yang menjadi favorit saya. Lagu yang dua malam sebelumnya, melalui siaran langsung di Mustang FM, disebut David sebagai lagu Nirvana yang paling berbau budaya Padang. Hahahaha!
Beberapa kali komplain kepada drummer-nya, David memuncaki penampilan Daily Feedback dengan memainkan gitarnya sembari enak-enakan crowd surfing.
Audiens, yang tentunya sudah lelah, begitu baik hati mengusungnya ramai-ramai dalam tempo yang lumayan lama. Yah, hitung-hitung ucapan terima kasih atas suguhan mereka yang menutup malam dengan sempurna.
Encore? Tentu saja, Smells Like Teen Spirit!
Dengan bertenggernya dewa-dewa grunge seperti Alice in Chains, Soundgarden, dan Pearl Jam di nominasi lagu dan album terbaik Grammy tahun ini, tentulah mata dunia terbuka. Semua menoleh ke belakang. Ke dua dekade lampau. Ke kota basah dan dingin di bagian Utara Amerika Serikat yang bernama Seattle.
Di awal kelahirannya, media massa menjadi bidan tunggal grunge. Ketika Kurt Cobain meninggal, media massa juga yang akhirnya membunuh grunge. Sekarang, ketika semua menggeliat, media massa mencari tempatnya dalam sejarah dan mengumandangkan slogan “Grunge is Not Dead!”
Bagi saya, itu semua omong kosong belaka.