Waktu manggung yang memang sempit dan Maghrib yang segera menjelang membuat Navicula bergegas menyelesaikan setlist-nya. Everyone Goes to Heaven menderap mantap, ditutup dengan carut-marutnya Jakarta di mata orang Bali: Metropolutan!
Robi hanya sempat mengucapkan beberapa patah kata perkenalan, sekaligus perpisahan, pada audiens yang sebagian besar mungkin belum pernah melihat Navicula. Saya, Tiko, Tombol, dan Gusti yang merapat tepat sebelum lagu pembuka dimainkan, jelas tidak puas.
Empat lagu Navicula? Ah, itu sih seperti makan selada air saat lapar menerjang!
Namun, demikian itulah rupanya definisi festival musik menurut Deteksi dan Indosat, dua nama dibalik perhelatan musik bertajuk “1.000 Bands United” ini: singkat, buru-buru, dan tentu saja, kehilangan sebagian besar makna.
Biarlah...
Bagi saya, berkesempatan menyaksikan Navicula sudah menjadi kenikmatan yang sepadan. Ditambah bonus The Hydrant, Retina, dan Si (mantan) Raja Dangdut, rasanya hari itu bisa ditutup dengan cukup menyenangkan, meski sebenarnya saya masih berharap dapat menyaksikan Supeman is Dead yang tak kunjung tampil.
Perhelatan ini, seperti semak belukar yang terhampar di seantero bumi perkemahan, adalah musik yang tumbuh liar. Hidup dan matinya seolah diserahkan sepenuhnya pada musisi yang bertarung di panggung, tanpa uluran tangan dari pengelola acara. Sungguh masih jauh sekali dari bentuk yang sempurna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H