WURI PUSPITA SARI– 09/280678/SP/23230
NOR AHMAT RIFAI– 09/282567/SP/23512
A.Latar Belakang
Dalam beberapa decade belakangan ini isu demokratisasi semakin hangat diperbincangkanoleh berbagai kalangan mulai dari para elit politik, akademisi, sampai tukang sayur keliling sekalipun. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang sangat membuka pintu lebar-lebar kepada arus akuntabilitas public, membuka keran keadilan dan partisipasi masyarakat secara lebih besar dalam berbagai aktivitas politik dan pemerintahan[1]. Tampaknya pendapat Huntington yang menyatakan bahwa demokrasi sudah mengglobal dan merasuk di setiap sendi kehidupan masyarakat di seluruh dunia memang benar adanya. Hal ini didorong oleh asumsi yang menyatakan bahwa tatanan atau sitem demokrasi dianggap sebagai sistem yang paling baik yang dapat diterapkan guna mengatasi persoalan tata kelola pemerintahan yang paling baik. Demokrasi sebenarnya merupakan pola pengorganisasian konflik yang dimanipulasi dengan sedemikian rupa sehinga dari konflik yang ada menghasilkan sesuatu atau output yang mampu mengatasi persoalan yang menjadi pemicu konflik tersebut. Secara ringkas demokrasi dapat diartikan sebagai pertemuan antara tuntutan dan dukungan yang memicu konflik dan dari konflik tersebut lahir sebuah kebijakan.
Di sisi yang lain mungkin terdapat pemaknaan lain tentang demokrasi itu sendiri oleh berbagai kalangan. Seperti proses pembuatan kebijakan Kartu Identitas Kendaraan yang diberlakukan oleh jajaran petinggi UGM. Mereka menyatakan bahwa kebijakan penerapak KIK yang bertujuan untuk mengatasi masalah keamanan, kesemrawutan, polusi dan berbagai masalah lain yang berkaitan dengan kendaraan bermotor di lingkungan UGM ini sudah memenuhi standar demokrasi. Alasan yang dikemukakan adalah karena dalam proses perumusannya KIK sudah dibicarakan bersama oleh berbagai kalangan civitas akademika baik oleh perwakilan mahasiswa, dosen, karyawan dan berbagai elemen lainnya.
Namun dalam realita di lapangan penerapan KIK bagi setiap kendaraan yang melintas di area kampus UGM memunculkan konflik yang dipicu oleh penolakan beberapa kalangan terhadap kebijakan ini. Di satu sisi ada fihak yang mendukung kebijakan ini dengan alasan KIK akan mampu membantu mereka dalam mengatasi persoalan keamanan, kenyamanan, polusi dan sebagainya namun, ada fihak lain yang menentang diberlakukannya kebijakan ini dengan alasan bahwa pemberlakuan KIK akan mengakibatkan tertutupnya akses masyarakat sekitar untuk memasuki wilayah kampus UGM. Selain itu KIK dipandang sebagai salah satu upaya untuk mengkomersialisasikan pendidikan karena setiap kendaraan yang melintasi areal kampus UGMbila tidak mampu menunjukkan KIK harus membayar sejumlah uang tertentu. Alasan inilah yang dipakai oleh mereka yang menolak KIK karena mereka beranggapan bahwa dengan tertutupnya akses masyarakat sekitar kampus untuk memasuki kampus dan apalagi harus membayar bila ingin masuk sama halnya mengingkari identitas UGM sebagai kampus kerakyatan.
Dalam melihat konflik tersebut kami menganalisa sikap mahasiswa khususnya S1 di fakultas ISIPOL dimana terjadi sebuah fenomena yang sangat aneh dimana dari dalam kampus tersebut banyak muncul gerakan dan suara-suara vocal untuk menolak KIK namun dari hasil suvei yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang memiliki KIK jauh lebih besar daripada yang tidak memiliki KIK. Dari hasil survey terdapat 79 responden 43 menyatakan setuju sedangkan sisanya menolak KIK. Melihat realitas semacam ini kami menjadi sangat tertarik untuk melihat apa motif sebenarnya yang mendasari mahasiswa FISIPOL cenderung lebih banyak yang memiliki KIK yang juga kami artikan dengan menyetujui kebijakan tersebut. Sebenarnya bagaimana pandangan mahasiswa FISIPOL terhadap masalah KIK, seberapa pentingkah KIK bagi mereka, dan apa alasan mahasiswa FISIPOL hususnya S1 mendukung kebijakan tersebut.
B.Rumusan Masalah
·Bagamana cara pandang mahasiswa FISIPOL terhadap KIK?
·Seberapa pentingkah KIK bagi mereka?
·Mengapa mereka setuju terhadap KIK?
C.Hipotesis
Sebagian besar mahasiswa FISIPOL khususnya S1 cenderung bersifat pragmatis dalam merespon sebuah kebijakan. Mereka cenderung melihat kebijakan dan melakukan respon jika kebijakan tersebut langsung berkaitan dan memberikan manfaat bagi mereka.
D.Kerangka Teori
Pragmatisme adalah sebuah kepercayaan yang memandang sesuatu itu dapat diterima apabila ia memberikan secara langsug keuntungan bagi seseorang. Dapat jua ia diartikan sebagai sebuah alasan mengapa seseorang memilih sesuatu dan tidak memilih yang lainnya dengan alasan pertimbangan keuntungan tertentu yang akan diperoleh oleh orang tersebut. Aliran ini bahkan terkadang bersedia menerima kebijakan atau persoala papun asalkan memberikan keuntungan atau benefit bagi mereka. Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan[2].
Selain itu ada beberapa factor yang menentukan sifat pragmatisme seseorang. Menurut Maslow[3] ada beberapa alasan yang mendorong manusia bersifat pragmatis, alasan tersebut adalah :
- Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan lain sebagainya)
- Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
- Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa saling memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima dan memiliki)
- Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
- Kebutuhan aktualisasi diri.
Lima kebutuhan dasar tersebutlah yang mendorong atau memberikan dasar bagi setiap manusia dalam mengambil pertimbangan untuk menentukan sesuatu. Begitu juga apa yang dilakukan oleh mahasiswa FISIPOL dalam merespon kebijakan KIK mereka cenderung juga bersifat pragmatis dan agaknya alasan pemenuhan kebutuhan rasa aman, apresiasi atau penghargaan karena taat peraturan dan kebutuhan aktualisasi diri karena ingin dipandang sebagai orang baik yang taat aturan serta penurut agaknya menjadi alasan yang tidak terbantahkan.
E.Metode
Dalam penelitian ini kami menggunakan metode kuantitatif denan teknik survey dengan media kuisioner yang kami sebarkan kepada seluruh rerponden. Dan responden mengisikan jawaban mereka terhadap pertanyaan yang kami ajukan lewat kuisioner secara terstruktur sehingga jawaban tidak melebar untuk menghindari bias. Teknik survey kami pilih karena dengan teknik ini diharapkan data yang diperoleh akan lebih maksimal, efektif, efisien, mudah diolah dan tidak terlalu rumit dalam aplikasinya di lapangan. Selain itu survey kami rasa lebih relevan dibandingkan dengan teknik-teknik pengumpulan data yang lainnya.
Responden yang kami pilih merupakan sampel dari populasi seluruh mahasiswa yang masih aktif di seluruh fakultas Universitas Gadjah Mada. Responden dipilih dari kalangan mahasiswa karena jumlah terbesar penanggung dampak kebijakan pemberlakuan KIK adalah mahasiswa dan juga peran atau keterlibatan mahasiswa dalam proses penyusunan kebijakan KIK tersebut justru sangat minim. Guna mengakurasikan data hasil penelitiandan menghindari bias kami memilih responden dari kalangan mahasiswa mulai dari Vokasi sampai S3 atau provesi dengan menggunakan stratified random sampling. Selanjutnya dalam mengolah data kami menggunakan software SPSS yang kami rasa sangat akurat dan membantu dalam memper mudah pengolahan data. Sehingga data yang kami peroleh dapat diolah dengan minim resiko terjadinya kesalahan penghitungan atau kesalahan pengkodean.
F.Temuan
Dalam menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan Responpada Mahasiswa Strata 1 (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (ISIPOL) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta terhadap kebijakan penerapan Kartu Identitas Kendaraan (KIK) dimulai dengan menggunakan metode kuantitatif denan teknik survey dengan media kuisioner yang kami sebarkan kepada seluruh rerponden. Kemudian berdasar pada data survey selanjutnya kami mengolah dengan bantuan aplikasi SPSS. SPSS (singkatan dari: Statistical Package for the Social Sciences) adalah program komputer yang dipakai untuk analisa statistika. Pertama tama kami menggunakan Crosstab ( table silang ) adalah sebuah table yang terdiri atas satu baris atau lebih dan satu kolom atau lebih[4]. Menampilkan kaitan antaradua atau lebih variabel, sampai dengan menghitung apakah ada hubungan antara baris dengan kolom.Hipotesis awal kami yakni, sebagian besar mahasiswa FISIPOL khususnya S1 cenderung bersifat pragmatis dalam merespon sebuah kebijakan, kemudian dengan rumusan masalah antara lain:
·Bagamana cara pandang mahasiswa FISIPOL terhadap KIK?
·Seberapa pentingkah KIK bagi mereka?
·Mengapa mereka setuju terhadap KIK?
Maka langkah yang kami lakukan selanjutnya yakni :
a)Data mahasiswa fisipol / Fakultas di crosstab dengan kepemilikan KIK
fakultas * memiliki KIK Crosstabulation
Count
memiliki KIK
Total
ya
tidak
fakultas
Fisipol