Konon di Pasir Angin, berdiri pertama kali pusat pembelajaran Islam, yakni pesantren tempat orang belajar tentang Islam. Untuk informasi ini perlu kiranya pendalaman riset lagi. Namun, mata dan kepala saya melihat langsung bukti arkeologis, sebuah masjid kuno yang sangat khas, yang mencirikan arsitektur masjid dengan atap tumpangnya. Masjid kuno Pasir Angin itu, terhimpit diantara rumah-rumah penduduk. Kondisi ini tampak semakin menyembunyikan bukti sejarah yang masih misterius.Â
Hampir tidak ada riset dan artikel ilmiah yang mengungkap kesejaraha masjid tua ini. Masjid dengan ciri khasnya, berupa ciri masjid 'menggantung' atau bentuk "panggung" yang rendah yakni badan masjid berada di atas tanah dengan umpak-umpak penyangganya.Â
Di bawahnya terdapat kolong, yang sebenarnya membuat saya penasaran, apa gerangan yang terdapat di bagian kolong masjid itu. Namun rasa penasaran saya, tak sempat terbayar, mengingat sulitnya untuk melihat, sebab masjid terhimpit rumah-rumah penduduk di pemukiman desa yang padat itu.Â
Terdapat tiang masjid penyangga berjumlah hingga sekitar 16 (enam belas) tiang, dengan empat tiang utama (soko guru) berada di bagian ruangan tengah masjid, yang menghubungkan dengan bumbungan dan atap tumpang masjid berjumlah tiga susun atap.Â
Ciri khas arsitektur atap tumpang yang menguatkan bahwa masjid tua ini sepertinya memang dibangun di kisaran abad 16-17 M. Sayangnya tak banyak bukti pendukung untuk menguatkan bukti sejarah ini, kecuali jika dihubungkan dengan sejarah kejayaan Banten di abad 16-17 sebagai penghasil lada dan sekaligus pusat emporium di wilayah barat nusantara.Â
Keberadaan Masjid Tua Pasir Angin tentu menarik untuk diperbincangkan, mengingat keberadaannya seakan tenggelam oleh keberadaan Keraton Surosowan dan Masjid Agung Banten. Sekali lagi keberadaan masjid tua Pasir Angin, tentu bukan untuk dibanding-bandingkan dengan Masjid Agung Banten, sebagai bukti diterima Islam sebagai agama publik atau agama kerajaan yg diterima secara sah dan mendapat legitimasi politik oleh penguasa Banten pada masa itu.Â
Tentu, keberadaan Masjid Tua Pasir Angin justru menguatkan bahwa Islamisasi bukan hanya berlangsung di wilayah pesisir, namun juga di wilayah pegunungan. Tentu pula, keberadaan Masjid Tua Pasir Angin, tidak untuk dibanding-bandingkan soal kronologi Islamisasi apakah wilayah pegunungan lebih dulu menganut Islam, kemudian selanjutnya pesisir? Atau sebaliknya? Atau bisa jadi berlangsung di waktu yang sama.Â
Yang pasti, keberadaan Masjid Tua Pasir Angin yang tersembunyi, diantara himpitan rumah penduduk saat ini, seperti menemukan kisah tentang Banten yang belum sempat terbaca. Masjid Pasir Angin, menjadi saksi sejarah yang masih tersembunyi dan menjadi kisah yang menarik untuk terus dibaca.Â
Kisah sejarah tentang Banten melalui sudut pandang ini, tentang Masjid Tua Pasir Angin yang tersembunyi diantara himpitan rumah penduduk di puncak bukit, Desa Pager Batu, Pandeglang. Dari sini, kita akan tertarik untuk terus mengungkap kisah sejarah tentang Banten, yang tak pernah usai.Â