Tradisi Sasapton, adalah tradisi lokal Banten yang berkembang pada abad 16-17 M, masa Sultan Abdul Mufakkir Mahmud Abdul Kadir. Tradisi ini terus berlanjut hingga masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.Â
Dalam sebuah wawancara, Sasapton digambarkan sebagai tradisi adu ketangkasan, baik katangkasan menunggang kuda, bermain pedang dan permainan lainnya yang digelar setiap hari Sabtu, yang berlangsung di alun-alun kesultanan. Diceritakan bahwa sasapton adalah permainan menunggang kuda, disertai ketrampilan si penunggang kuda bertanding olah raga tertentu.Â
"Jadi pertunjukan apapun tentang bermain kuda, bermain pedang dan lainnya, bahkan pentas tari-tarian dan sandiwara yang diceritakan dalam sejarah lisan dan  manuskrip. Dalam permainan itu bahkan melibatkan para saudagar mancanegara yang bermukim di Banten, seperti saudagar Tionghoa, Arab, India bahkan Eropa dan tampil di tengah hiburan masyarakat itu" kata Abah Yadi, yang dikenal sebagai budayawan Banten itu.Â
Dalam pandangan kami, tim riset PRKKP BRIN, Sasapton bukan hanya tentang turnamen olah raga yang digelar setiap sabtu di alun-alun kesultanan. Â Sasapton adalah tradisi lokal, yang menjadi instrumen kesultanan untuk melakukan diplomasi kebangsaan berbasis kultural.Â
Pada masa itu, Sasapton menjadi salah satu ciri penanda kesultanan Banten dalam hubungan diplomatik baik secara internal maupun eksternal. Penjelasan ini dapat disimpulkan berdasarkan pada cara pihak kesultanan mengorganisir pertunjukan permainan yang diadakan setiap hari sabtu. Oleh karena itu dikenal dengan sebutan sasapton (turnamen hari sabtu).Â
Selain itu, pelibatan sasapton yang tidak mengenal golongan, bisa dilakukan oleh kalangan bangsawan dan rakyat biasa di alun-alun kesultanan sebagai simbol pusat otoritas pemerintahan, adalah upaya sultan merangkul sekaligus membuka ruang bagi rakyatnya untuk berbaur dengan kalangan istana. Selain itu pelibatan para saudagar mancanegara, juga dimaknai sebagai upaya diplomasi kultural politik kekuasaan Sultan, dalam menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa-bangsa lain untuk menjaga kerjasama perdagangan.Â
Sayangnya, sumber-sumber informasi tentang Sasapton, hingga saat ini masih sangat terbatas. Narasi sasapton, ditampilkan dengan sangat minimal dan sambil lalu dalam berbagai karya ilmiah tentang kesejarahan Banten. Sangat disayangkan pula, tradisi Sasapton sudah menghilang, beberapa abad lalu.Â
Oleh karena itu Tim  PRKKP masih akan terus menelusuri jejak Sasapton dengan lebih detil, untuk mengungkap sekaligus jika memungkinkan merekonstruksi tradisi Sasapton, bukan hanya dalam rangka memproduksi pengetahuan (knowledge production).Â
Namun juga, mereproduksi nilai (value reproduction), dengan harapan tradisi Sasapton dapat ditampilkan kembali dalam kehidupan kekinian sebagai model dalam membangun diplomasi politik kebangsaan, baik antara pemerintah dengan masyarakat maupun dengan negara-negara luar.Â
Reproduksi nilai dan juga menampilkan kembali tradisi Sasapton di Banten, Â akan menciptakan peluang kerjasama dan peningkatan ekonomi masyarakat dari sumber pariwisata.Â