Oleh karena itu, perlunya membingkai ulang, bahwa jalur rempah bukan hanya jalur perdagangan komoditi rempah yang mendunia, dengan ditandai dengan jalur pelayaran kapal-kapal asing ke Indonesia. Namun sebaliknya dipahami pula sebagai jalur penyebaran budaya lokal nusantara ke manca negara.Â
Kita bisa membingkai ulang atau reframing jalur rempah dengan mendasarkan pada sintesa data sekunder dengan berbagai analogi dan asosiasi baik data arkeologi, sejarah, bahasa dan tradisi lisan, juga etnografi untuk menghasilkan reinterpretasi tentang globalisasi jalur rempah.Â
Berdasarkan reinterpretasi itu, pemahaman tentang jalur rempah adalah pemahaman baru tentang Identitas jalur rempah sebagai jalur persebaran budaya lokal nusantara yang mempengaruhi tatanan budaya global.Demikian, reframing konstruksi jalur rempah yang saya pikirkan.
Padahal dalam konstruksi keindonesiaan di tatanan peradaban global, jalur rempah bisa bercermin pada kebesaran jalur sutra. Jalur sutra menempatkan Tiongkok masa lalu dalam perjalanan panjang jalur darat sepanjang perdagangan sutra dari Tiongkok, daratan Asia hingga Afrika.Â
Menjadikan jalur sutra menjadi landasan konstruksi sejarah yang melahirkan kebesaran Tiongkok hari ini, yang menguasai perekonomian Asia dan Afrika.
Berkaca dari jalur sutra, jalur rempah Nusantara kiranya perlu direkonstruksi dengan ditafsirkan kembali, bahkan dibingkai dalam konsep dan isu kebudayaan yang lebih besar.Â
Reframing Jalur Rempah: Globalisasi Budaya Nusantara ke MancanegaraÂ
Jalur rempah bagaimanapun telah menciptakan perubahan pada tatanan budaya global. Indonesia tidak hanya sebagai wilayah penghasil rempah. Titik temu peradaban timur-barat.Â
Namun juga kekayaan budaya lokal nusantara, disamping menjumpai budaya-budaya baru dari bangsa-bangsa luar, juga turut berpengaruh dalam tatanan global.Â
Diaspora masyarakat Nusantara ke berbagai bangsa pada masa kejayaan jalur rempah perlu dicatat dan diteliti lebih lanjut.Â