Kepada rindu, aku selalu ingin kembali. Meski selalu hanya kembali ke angan. Rindu selalu setia hingga matahari menua, bersua senja.Â
Aku ingin melukis rindu. Di atas kanvas setia dan tinta penuh gelora. Lalu meletakkannya di tepi pantai. Demi rindu yang melarung hingga cakrawala.Â
Demi rindu, kutunggui mata air menghapus air mata. Rintiknya berwarna kaca. Meski takada lagi jejak hujan. Dan kemarau membakar kenangan. Rindu tetaplah nyala yang tak pernah padam.Â
Kepada rindu, kubisikkan harapan pada desau angin di dedaunan. Semilir angin yang gemulai adalah tanda rindu bersemai. Abadi. Dan rimbun pepohonan menari, adalah rindu yang terus bertumbuh. HidupÂ
Demi rindu, kutunggui kemarau dan hujan datang silih berganti. Tanpa kenal waktu, hingga takada lagi hujan dan kemarau. Kecuali rindu adalah waktu yang penuh di semua musim itu sendiri.Â
***
Mas Han. Manado, 13 Desember 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H