Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Asisten Rumah Tangga dan Majikan: Dari Zaman Dulu hingga Zaman Sekarang

21 November 2021   09:07 Diperbarui: 23 November 2021   14:45 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerjaan asisten rumah tangga zaman dulu. Sumber: Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures, CC BY-SA 3.0/Jhr. J.C. (Josias Cornelis) Rappard (Schilder)

Dalam masa kerajaan, Asisten Rumah Tangga  (ART) bisa disamakan kedudukannya dengan abdi dalem. Biasanya abdi dalem bekerja untuk melayani keluarga bangsawan. 

Di zaman now, sama saja. Hanya beda sebutannya. Asisten Rumah Tangga bekerja untuk majikan tuan dan nyonya. Tuan dan nyonya zaman sekarang, ibarat bangsawan di masa lalu. 

Bedanya bangsawan merupakan status sosial yang dilabeli pada individu karena mewarisi darah biru kebangsawanannya, tidak peduli dia kaya atau tidak. 

Walaupun hampir pasti pada umumnya kaya, karena selain mewarisi status sosialnya, juga mewarisi kekayaan. 

Dalam tradisi budaya di Nusantara, beberapa kasus, menyebabkan juga pewarisan mentalitas masyarakatnya (bersifat personal dan kasuistik) kita sekarang ini. Maksudnya ada sikap mental personal yang sedikit banyak dipengaruhi tradisi masa lalunya. 

Di masa kerajaan, feodalisme kaum bangsawan merupakan bagian dari sikap mental sehari-hari. Karena kekuasaannya dia memiliki kewenangan dan kuasa untuk menekan atau mengekang pihak lain.

Zaman feodal masa kerajaan bisa diartikan sebagai zaman ketika kekuasaan kaum bangsawan dapat menjadi status sekaligus alat untuk menekan dan mengekang bawahan atau rakyatnya. 

Ilustrasi, Asisten Rumah Tangga atau abdi dalem di masa kerajaan. Sumber: Historia
Ilustrasi, Asisten Rumah Tangga atau abdi dalem di masa kerajaan. Sumber: Historia

Kondisi demikian, menciptakan masyarakat feodal. Dimana dalam tatanan masyarakat, kedudukan bangsawan memiliki peran penting karena memiliki kekuasaan yang besar menentukan hajat hidup rakyat kebanyakan. 

Kalau zaman now (sekarang) ini, kekuasaan bukan semata-mata bersifat geneologis ( turun temurun dan diwariskan). 

Kekuasaan bisa disebabkan oleh kepemilikan modal atau gampangnya karena seseorang memiliki kekayaan. 

Karena kekayaannya, jadilah dia berstatus majikan yang memberi upah atau gaji untuk asisten rumah tangga atau pembantu rumah tangga. 

Ilustrasi, Asisten Rumah Tangga. Sumber : lifestyle Kompas
Ilustrasi, Asisten Rumah Tangga. Sumber : lifestyle Kompas

Asisten rumah tangga dibayar untuk bekerja melayani dan membantu mengurus keperluan sehari-hari rumah tangga. 

Karena seseorang itu kaya, dan memberi upah ART, maka disebutkan dalam percakapan sehari-hari sebagai Tuan dan Nyonya. 

Dalam periode kerajaan, sejarah tentang feodalisme tumbuh berkembang, seiring tumbuh kembangnya kerajaan. 

Di dalam ketatalaksanaan dan organisasi kerajaan, bangsawan terdiri dari raja, pangeran dan pejabat lain di dalamnya, tentu merupakan aktor-aktor penting yang mengambil peranan hidup matinya kerajaan. 

Seperti dikemukakan van Dijk (1989:
19), konsep kekuasaan termasuk bangsawan (priyayi) sebagai kelompok
masyarakat harus mengacu pada kekuasaan sosial (social power) bukan
personal (personal power). 

Kelompok bangsawan menguasai atau dapat menunjukkan kekuasaannya
pada kelompok subordinatif, yaitu kawula atau rakyat kebanyakan. 

Demikian bahwa kekuasaan mengambil posisi untuk mengendalikan aksi dan/atau pikiran satu kelompok dengan kelompok lain.

Posisi mengendalikan, menguasai, mengekang, menekan inilah yang dalam bahasan artikel ini disebut sikap mental feodalisme. 

Kecenderungan menggunakan kekuasaannya untuk mengekang dan mengendalikan seseorang. 

Hubungannya soal bahasan ART, maka abdi dalem, kawula (rakyat kebanyakan) di zaman now, bisa diposisikan sebagai asisten rumah tangga. 

Sedangkan bangsawan dalam hal ini diposisikan sebagai majikan atau tuan dan nyonya di zaman now.

Zaman now dengan zaman kerajaan yang feodal tentu saja sangat berbeda kondisinya. 

Zaman kerajaan, hampir tidak ada prinsip egaliter disitu, dalam kedudukan dan hubungan antara bangsawan dan kawula. 

Semua aturan ditentukan oleh majikan atau bangsawan. Jadi hubungan subordinasi sangat jelas. 

Majikan, bangsawan menentukan hidup kawula. Itu zaman dulu ya. Ingat, zaman kerajaan dulu, bukan zaman sekarang. 

Sementara zaman now, dimana semua kedudukan antar hubungan sosial diatur oleh tatanan regulatif. 

Tidak ada lagi kehidupan yang mengekang dan ditentukan oleh sepihak saja. 

Hubungan majikan dan asisten rumah tangga, tidak semata-mata hubungan personal ataupun sosial diantara keduanya, tetapi juga hubungan profesionalisme. 

Undang-undang ketanagakerjaan, hak asasi manusia dan regulasi lainnya turut menentukan bentuk relasional antara majikan tuan nyonya dengan ART. 

Dalam hal ini, secara prinsip kedudukan antara majikan dan ART sebenarnya seimbang, bukan hubungan subordinasi.

Dalam teori Talcott Parsons, relasi keduanya, bersifat fungsionalisme struktural. 

Struktur ditentukan kedudukan fungsi masing-masing. Karena kedudukan itulah tercipta keseimbangan. 

Nah, dalam fenomena kekinian, seringkali terjadi perbedaan pandangan yang sangat berbeda antara cara pandang majikan dan ART. 

Majikan menganggap dia sebagai 'penguasa' atas ART, karena kedudukan yang memberi upah. Sehingga merasa berhak menentukan segalanya. 

Majikan bersifat feodal karena merasa berhak mengendalikan, mengekang dan menentukan semua hal ihwal ART. Main perintah dan sewenang-wenang. 

Sebaliknya, ART merasa bahwa zaman sudah berubah. Dia bekerja secara profesional, diikat kontrak dan aturan-aturan yang menyertainya. 

ART kadang memanfaatkannya sebagai posisi tawar. Majikan tidak bisa seenaknya memerintah. Kadangkala ART bekerja juga seenaknya, karena merasa majikan bergantung pada dirinya.

Hal inilah yang membuat ART menjadi pribadi yang belagu karena sistem sekarang memungkinkan menciptakan kondisi itu.  

Jadi, solusi yang paling baik mencari ART yang sehati, harus juga dengan hati. Kita tidak bisa lepaskan bahwa relasi majikan tuan nyonya dengan ART adalah hubungan personalitas. 

Oleh karena itu pendekatannya pun juga personal. Dari hati ke hati. ART adalah bagian dari anggota keluarga. Memperlakukan ART sebagai keluarga. Dan itu juga yang harus ditanamkan ke ART. 

ART perlu dibriefing, juga didengarkan suara hatinya, di dengarkan apa maunya. Di dengarkan keluh kesahnya. 

Dengan demikian justru, ART bisa lebih berkomitmen, melayani sepenuh hati, karena merasa diperlakukan lebih manusiawi. Lebih terbuka karena dianggap sebagai anggota keluarga yang harus diayomi. 

Majikan tuan nyonya, bukan sebatas hubungan profesional antara si pemberi kerja dengan yang bekerja. 

Hubungan keduanya adalah hubungan kemanusiaan, hubungan kekeluargaan, selain berada di ruang yang sama, yaitu rumah tangga, juga berhubungan dengan anggota keluarga yang sama. 

Kesimpulannya, majikan dan ART adalah hubungan dua fungsi manusia dalam relasi keluarga. Hubungan dua insan yang saling membutuhkan. 

Didasari oleh rasa kemanusiaan yang sama, kekeluargaan untuk mencapai kata sehati dan keluarga penuh harmoni. 

Demikian. Salam hangat

***

Mas Han. Manado, 21 November 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun