Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Hujan yang Kemarau

17 November 2021   17:34 Diperbarui: 17 November 2021   18:09 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan itu kemarau.
Saat kau menunggunya,
dengan rindu yang gersang

Bila kau merasakannya,
dengan hati yang risau

Jika kau bermandi telanjang,
memasang bidang dadamu
dengan amarah

Hujan tetap kemarau,
karena kau tampung derasnya
dengan secawan kegetiran 

Jika kau rasakan rintiknya
yang dingin, namun api
di kepalamu, kau biarkan
menyala-nyala

Tapi kemarau itu hujan,
ketika kau angkat
kedua tangan dan wajahmu
ke langit, lalu menunduk 
dan merapatkannya ke bumi

Hujan dan kemarau itu,
pergantian musim belaka
semua tergantung caramu
memandang langit dan matahari

Sebenarnya,
hujan tetaplah hujan
kemarau tetaplah kemarau
keduanya tak saling menyakiti
apalagi saling meniadakan

Hujan dan kemarau saling menghidupi
karena keduanya titisan ruh dari langit

Hanya satu bertukar waktu
dalam rindu-rindu
yang sukma

Sama yang malih rupa
dalam jiwa-jiwa
yang fana

***

Mas Han. Manado, 17 November 2021, saat langit mendung menjelang malam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun