Budaya mural, sebenarnya sudah ada di zaman prasejarah, yang disebut rock art atau gambar cadas yang sudah ada sejak empat puluhan ribu tahun yang lalu. Dalam arkeologi, rock art merupakan data yang sangat penting untuk mengungkap peradaban manusia pada masa lampau.Â
Budaya mural, saat ini semakin popular dan menggejala di kalangan generasi kolonial hingga milenial. Budaya mural, menjadi budaya pop (popular) yang marak, terutama untuk kalangan masyarakat urban. Mural, biasanya berkembang di wilayah-wilayah perkotaan, walaupun kini juga berkembang bahkan di wilayah pedesaan.Â
Kita bisa menjumpai gambar mural ada di tembok-tembok, tanggul pantai ataupun di tembok-tembok pagar rumah atau bahkan bangunan publik.Â
Perilaku mural yang kini kita jumpai, sebenarnya budaya yang sudah sangat purba. Bukan berarti perilaku para kreator atau seniman mural mempraktikkan budaya purba loh ya...
Maksud saya, tradisi dan budaya mural sebenarnya sudah berkembang sejak manusia bermukim di gua-gua prasejarah. Sebuah ekspresi jiwa, ungkapan batiniah makhluk manusia sejak puluhan ribu tahun yang lalu.Â
Dalam kacamata kekinian, gambar cadas atau rock art di gua-gua prasejarah bisa dianggap juga sebagai budaya mural. Mural sebagai budaya komtemporer atau budaya pop, saat ini tampaknya juga sudah menjadi tradisi. Artinya semakin hari semakin hidup dan menjadi kebiasaan yang terus berlanjut.Â
Sama halnya, di tengah debatable apakah rock art itu sebagai budaya masa plestosen sepuluh ribu tahun lalu ke atas (11.000 s.d jutaan) tahun yang lalu atau masa holocen sepuluh ribu tahun yang lalu.Â
Bisa jadi, rock art juga budaya yang mentradisi atau berlanjut dari zaman ke zaman. Hingga puncaknya di masa holosen dan hingga ketika masyarakat sudah mulai hidup menetap dan berkelompok.Â
Dalam pandangan saya sebagai arkeolog, sebenarnya antara mural dan seni gambar cadas (rock art) adalah budaya yang sama pada zaman yang berbeda.Â
Keduanya sama-sama mengekspresikan tentang kehidupan yang di alami. Jika di masa prasejarah, ada gambar cadas yang menggambarkan ritual dan doa. Pada mural kita bisa menemukan teks-teks yang berisi tentang harapan perbaikan kualitas hidup.Â
Rock art, dibuat oleh komunitas masyarakat prasejarah pada masa tertentu, ketika mereka menghuni gua baik menetap ataupun hanya persinggahan.Â
Rock art di- tera- kan di dinding-dinding gua yang terletak di pedalamam dan ketinggian. Juga di dinding-dinding ceruk yang menjulang tinggi di tepi pantai.Â
Sementara mural, di-tera-kan di tembok-tembok yang pada umumnya di wilayah kota, baik tembok dinding di tepi jalan raya ataupun media tembok yang permukaannya luas di manapun yang memungkinkan.Â
Baik rock art maupun mural, media melukisnya sama di permukaan yang luas, hanya beda materialnya. Rock art di dinding batu, sedangkan mural di dinding tembok.Â
Perilaku mural dan perilaku rock art, sebenarnya menunjukkan budaya yang sama, yakni budaya mengekspresikan pikiran dalam bentuk seni lukis disertai teks.Â
Tentu, ada kontekstualisasi baik ruang dan waktu antara mural di masa kini dan rock art di masa lalu, zaman prasejarah, ketika orang belum mengenal tulisan.Â
Namun secara fungsional, baik mural maupun rock art, sebenarnya sama. Selain mengekspresikan pikiran pelukisnya baik individu maupun komunal. Juga menggambarkan situasi dan kondisi, juga lingkungan kekinian pada masanya dalam konteks ruang dan waktu.Â
Mural, adalah budaya pop yang mendunia. Artinya secara internasional, masyarakat dunia mengenal tradisi dan budaya mural.Â
Demikian pula, rock art atau seni gambar cadas. Adalah budaya prasejarah yang dikenal di berbagai belahan dunia. Â
Di Indonesia sendiri, rock art di temukan, di Papua, Sulawesi Selatan da Sulawesi Tenggara, Gua Sangkulirang, Kalimantan, Kepulauan Maluku dan terbaru di Gua Harimau, Sumatra Selatan.Â
Sedangkan gambar cadas di dunia, selain di Indonesia, juga ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti Australia, Eropa, Amerika, Afrika dan sebagainya.Â
Demikian juga mural, adalah budaya kontemporer masyarakat urban yang menggejala di seluruh kalangan di berbagai belahan dunia.Â
Oleh karenanya, pesan penting dalam fenomena mural di tanah air, adalah bahwa budaya kontemporer itu bukan suatu hal yang bisa dicegah dan dihalangi.Â
Budaya mural, sudah hidup sejak kala plestosen, puluhan ribu tahun lalu, budaya yang berkembang dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman.Â
Budaya yang hidup dan mentradisi dari generasi ke generasi, sejak puluhan ribu tahun yang lalu. Budaya yang berkembang dan mengakar. Budaya Mural adalah ekspresi jiwa, ada makna yang dihidupkan, tentang semua hal ihwal kehidupan.Â
Narasi besar tentang kondisi kekinian bangsa. Sesuatu yang mengalir apa adanya, tak terbendung oleh apapun. Dia hanya pindah media, hanya pindah-pindah tempat jikapun dilarang.Â
Seni untuk kritik, yang embrionya sudah lahir sejak masa yang sangat lampau, dalam kontekstualisasi waktu dan ruang yang berbeda. Rock Art, sebagai seni, doa, ritual, pengharapan dan sebagainya di zaman prasejarah. Mural sebagai seni, ekspresi, ungkapan batiniah dan sebagainya di masa masa modern sekarang ini.Â
Sebagai sebuah ekspresi jiwa, mural akan terus hidup, menghidupi zaman. Terus hidup sepanjang ada jiwa-jiwa yang hidup dan ekspresif mengungkap kesejatian dan makna.
Regulasi hanya bisa mendrive, mengarahkan, mendidik, membina, mengatur demi tertib sosial, namun takkan mampu mematikannya.
Demikian, semoga bermanfaatÂ
Salam hangat.Â
Mas Han. Manado, 22 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H