Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Arkeologi, Membincang Alat untuk Bekerja dan Alat untuk Berpikir

27 Juli 2021   19:09 Diperbarui: 28 Juli 2021   10:15 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi alat georadar sebagai alat untuk bekerja dalam penelitian arkeologi. Sumber :https://www.bgr.bund.de

Sik, daripada semakin berat, yang saya sendiri juga tidak paham. Kita batasi atau kita sudahi saja bahasan filsafat ilmu, yang njlimet-njlimet. Biarlah itu jadi ranah profesor saja. 

Saya ingin membicang arkeologi saja, dalam ranah membincangkannya dalam takaran alat untuk bekerja dan alat untuk berpikir membangun kebudayaan, dalam rumah besar Keindonesiaan. 

Baik, disinilah penting para peneliti, khususnya arkeolog, karena arkeologi bagi saya sebuah ilmu yang seksi, seperti perempuan yang sedang mandi di tepi telaga. Atau sedang bermandi hujan di bawah senja. Selalu menarik untuk ditelisik. 

Kenapa? Karena sesuatu yang usang, tentang kelampauan, namun selalu dicari dan diperbincangkan. Bahkan di negara-negara maju, dunia arkeologi menjadi primadona kalangan muda dan menjadi buruan para milenial untuk bisa mengambil studi itu dan menjadi arkeolog esok atau lusa. 

Intinya, saya ingin mengurai soal bagaimana arkeolog dan obyek arkeologi itu bisa menyatu, menciptakan ruh pengetahuan, peradaban, dan kebudayaan.

Tentu, dalam hal ini, para arkeologi harus mampu menangkap fenomena peradaban yang tersirat dari apa yang tersurat dari data-data material budaya yang mati dan bisu, untuk mengungkapkan dirinya dan kontekstualisasinya, atau yang berhubungan dengannya. 

Sejauh ini, kiprah arkeologi untuk membangun kebudayaan dalam rumah besar Keindonesiaan, terus bergerak, merayap, dan merangsek ke dalam perbincangan tentang pembangunan nasional. 

Meski selalu saja, ruh kebudayaan tidak serta merta menjadi sumber, menjadi intisari kehidupan pembangunan bangsa. Sepertinya inilah yang sedang diperjuangkan oleh para arkeolog, yang kata Ayu Diahastuti menyebutnya sebagai penilik masa. 

Frasa kata, yang tidak saja memiliki arti sebagai pekerjaan orang-orang yang ingin melihat waktu dan masa dalam proses perjalanan yang menyejarah. 

Namun juga, tentang memaknai perjalanan peradaban dalam konteks ruang dan waktu, untuk menjadi hidup, merupa nafas, sumber hidupnya kebudayaan dan kebangsaan. 

Okey, kita kembali bicara soal alat untuk bekerja dan alat untuk berpikir. Dua hal dalam satu tarikan nafas sebenarnya, karena arkeologi, dalam perannya untuk mengungkap kebudayaan, membutuhkan alat untuk bekerja. Yaitu penggunaan teknologi sebagai bagian dari metode, yaitu cara untuk mengoperasionalisasikan tools atau alat itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun