Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Os Belum Tulis, Sa So Baca: Kamu Belum Tulis, Saya Sudah Baca, Peribahasa Ambon yang Bermakna Ganda

12 Juni 2021   08:00 Diperbarui: 14 Juni 2021   01:12 3382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Os Belum Tulis, Sa So Baca. Kamu Belum Tulis, Saya Sudah Baca

Ungkapan bahasa dari Ambon, Maluku ini mungkin tidak (baca:belum) familiar bagi banyak orang. Tapi bagi saya ungkapan itu bisa disebut sebagai peribahasa,  memiliki makna yang sangat dalam. 

Peribahasa inipun dapat diterjemahkan dalam banyak persepsi tergantung siapa orangnya dan untuk tujuan apa peribahasa itu disampaikan, juga kepada siapa peribahasa itu dialamatkan. 

Dalam terjemahan peribahasa itu bisa diartikan, tentang seseorang yang sudah memahami apa yang dipikirkan orang lain, sebelum orang lain itu menyampaikannya.  

Namun hal ini tentu bukan soal hal ihwal menerawang, telepati atau lainnya. Konteksnya adalah tentang persoalan atau fenomena di lingkungan kita, yang kita alami atau kita rasakan. 

"Os belum tulis, sa so baca" (kamu belum tulis, saya sudah baca) artinya kamu belum bicara, saya sudah paham apa yang kamu ingin sampaikan. Kurang lebih demikian makna peribahasa itu secara kebahasaan. 

Namun, ada pemahaman yang lebih luas soal itu, tergantung konteks persoalan yang melingkupinya. 

Terkadang peribahasa itu bermakna juga sindiran atau bersifat satire. Setidaknya itu yang bisa saya tangkap dari percakapan sehari-hari dalam kultur masyarakat. 

Hal itupun secara terbatas, hanya saya dengar dalam percakapan sehari-hari di lingkungan pergaulan saya, dimana saya bekerja waktu itu di Kota Ambon. 

Sebagai makna sindiran, baiklah saya akan contohkan satu fenomena tentang makna peribahasa Ambon tersebut. 

Misalnya di kantor akan dilakukan kerja bakti. Semua sepakat, tidak ada yang absen hari itu, semua masuk kantor untuk kerja bakti. 

Namun tiba hari H, ada satu teman kantor tidak masuk. Nah, keesokan harinya, kepada teman-temannya diungkapkan alasannya tidak masuk kantor.

Saat itu salah satu teman kantor ada yang nyletuk "jang bilang lae, os belum tulis sa so baca". ( Tidak perlu dikatakan lagi, kamu belum tulis, saya sudah baca). 

Maksud ungkapan itu ditujukan kepada rekan kantor yang tidak masuk kantor, sebagai bentuk sindiran, bahwa alasannya tidak masuk kantor itu tidak masuk akal, tidak bisa dipercaya, atau hanya mengada-ada saja, hanya alasan untuk menghindari kerja bakti. 

Oleh karena hanya alasan, yang dianggapnya mengada-ada, maka tidak perlu disampaikan, karena jika disampaikan pun percuma, karena orang sudah terlanjur tidak percaya. 

Jadi peribahasa itu sebagai bentuk sindiran atau satire bahwa ucapan seseorang itu tidak bisa dipercaya, mengada-ada atau dibuat-buat bukan sebagai keadaan yang sebenarnya terjadi. 

Peribahasa itu juga bisa bermakna atau punya arti berbeda, selain yang sudah saya contohkan di atas. 

Peribahasa itu, bisa saja dalam konteks tertentu, memang bermaksud sama dengan bunyi bahasa dalam peribahasa tersebut. 

Sesuatu yang sudah diketahui sebelum sesuatu itu disampaikan. Contohnya, misalnya masih soal fenomena lingkungan kerja ataupun lingkungan sosial lainnya. 

Suatu waktu ada hal yang terjadi yang banyak orang di lingkungan kita tidak mengetahui, namun hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya.

Mungkin kejadian itu memang ingin dirahasiakan atau suatu peristiwa yang tidak perlu orang lain banyak tahu.  

Kemudian seseorang yang mengetahui tentang peristiwa tersebut, menyampaikan kepada orang yang dianggapnya belum tahu. 

Namun sebaliknya, seseorang yang dianggapnya belum tahu itu, ketika akan diberitahu, dia mengungkapkan peribahasa itu.

 "Os belum tulis, sa so baca". Artinya orang itu ingin mengatakan bahwa kamu tidak perlu menceritakannya, karena dia sendiri sebenarnya juga sudah tahu informasi soal itu. 

Ada pula pengalaman yang saya jumpai dalam percakapan sehari-hari di lingkungan pergaulan saya di Ambon, peribahasa itu juga bermakna tentang sikap empati kepada sahabat, saudara ataupun juga orang lain. 

Oleh karena sikap empatinya terhadap sahabat atau saudaranya itu, seseorang menjadi paham, ketika sahabat atau saudaranya itu dalam kesusahan dan butuh bantuan. 

Peribahasa "os belum tulis, sa so baca", diartikan sebagai ungkapan bahwa seseorang menunjukkan empatinya, memahami apa yang dialami orang lain, sahabat atau saudaranya itu. 

Jadi, walaupun sahabat atau saudaranya tidak menyampaikan soal butuh bantuan atau apapun, seseorang sudah mengetahui dan tanpa diminta pun, sudah paham apa yang harus dilakukan. 

Bagi saya, peribahasa Ambon " Os Belum Tulis, Sa So Baca" bukan hanya soal tradisi dan budaya. 

Peribahasa itu saya ketahui secara sangat terbatas.  Hanya dalam percakapan sehari-hari dalam pergaulan saya selama di Ambon, yang juga sangat terbatas. 

Namun peribahasa itu punya makna soal jati diri dan karakter masyarakat. Peribahasa itu punya makna yang luas, punya makna ganda.  

Peribahasa itu bukan hanya soal ungkapan jati diri, penuh satire atau sindiran halus, juga pesan tersirat namun sangat positif

Peribahasa yang juga mengungkap makna tentang persaudaraan, yang sarat kepekaan sosial dan juga rasa kepedulian terhadap sesama. 

Sekali lagi, peribahasa "Os Belum Tulis, Sa So Baca, mungkin tidak familiar, karena hanya saya jumpai dalam percakapan sehari-hari yang sangat terbatas, dalam pengalaman pergaulan saya selama kurang lebih 12 (dua belas) tahun di Ambon, Maluku. 

Semoga penerjemahan saya terhadap ungkapan itu sebagai bentuk peribahasa, tidak keliru. 

Namun, secara pribadi saya memahami ungkapan itu sangat positif, sehingga kiranya bisa menjadi peribahasa yang konstruktif dan mencerahkan. 

Demikian. Salam hormat..

Mas Han. Manado, 12 Juni 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun