Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Maaf yang Hilang di Twibbon Lebaran

16 Mei 2021   21:29 Diperbarui: 16 Mei 2021   23:46 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saling memaafkan dengan cara saling menyentuh, saling berpandangan dan saling berbicara, bahkan saling memeluk adalah juga fitrah kemanusiaan kita untuk menjaga kehangatan pergaulan sosial kemanusiaan kita. 

Sahabat, sudah berapa kali mengalami merayakan Hari Lebaran Idul Fitri? Sudah berapa kali mudik dan sudah berapa kali saling mengunjungi sanak saudara? Mungkin tidak terhitung, meski begitu, semua terasa baru saja berlalu bukan?.

Juga selalu dirindukan, seberapa seringpun kita berlebaran di kampung halaman. Selalu ada kerinduan untuk pulang kampung atau mudik lebaran. Saling mengunjungi tidak pernah bosan bukan? Begitu juga saling bertegur sapa, bertemu dan saling berucap maaf, saling bersalaman dan berpelukan. 

Sudah sering pasti, dan sudah tak terhitung, namun selalu saja terasa semuanya tidak pernah membosankan dan selalu saja dirindukan momen-momen pertemuan lebaran itu.

Pandemi covid-19 merusak segalanya, juga merusak tradisi dan fitrah kemanusiaan kita sebagai mahluk sosial yang saling berbicara dan saling menyentuh. 

Fitrah kemanusiaan kita, selalu ada hati dalam setiap momentum berlebaran. Sendau gurau, saling tertawa, saling menatap, saling menyentuh dengan bersalaman, adalah fitrah kemanusiaan kita, yang takkan pernah hilang dalam tradisi budaya nusantara kita.  

Fitrah kemenangan dalam makna idul fitri kapanpun, juga idul fitri 2021 di masa pandemi ini adalah, kemenangan tentang mengalahkan jiwa-jiwa anti kemanusiaan kita, anti humanism. Idul fitri adalah momentum mengembalikan fitrah kemanusiaan kita, jiwa-jiwa kemanusiaan penuh persaudaraan. 

Manusia adalah mahluk sosial, yang saling menyapa, saling menyentuh dalam pergaulan sosial kemanusiaan. Dan pandemi covid 19 membatasi semua itu. 

Lalu semua digantikan secara virtual. Lebaran virtual dan kata maaf digital. Mungkin hati kita tidak dibatasi dan tidak bisa dibatasi oleh jarak dan ruang, namun tetap saja semua terasa ada yang hilang. Kebiasaan kita yang saling menunjukkan gestur persahabatan dan kekeluargaan tidak tampak lagi, meskipun kata maaf kita sampaikan. 

Era digital ditambah pandemi covid-19, suka tidak suka, sebagian memang harus kita akui, tampak mendekonstruksi fitrah kemanusiaan kita. Kata maaf tak terucap lewat kata dan gestur tubuh kita yang mewakili rasa persahabatan dan kekeluargaan. 

Semua tergantikan lewat ucapan kartu lebaran, yang dibuat dalam bentuk digital, seperti twibbon-twibbon lebaran yang banyak dikreasi oleh para netizen, yang kemudian linknya menyebar dan digunakan oleh hampir setiap orang. 

Setiap orang akhirnya berlomba-lomba memanfaatkan twibbon-twibbon lebaran untuk mengirim ucapan kata maaf di hari lebaran. Gambar dibalas gambar, twibbon di balas twibbon. 

Kata maaf, seakan hanyalah selebrasi digital yang miskin kepekaan, miskin gestur persahabatan dan kekeluargaan, juga mereduksi fitrah kemanusiaan. 

Namun, semua itu tak bisa dicegah, semua memang harus seperti itu adanya. Bukan hanya karena pandemi semata, namun zaman serba digital ini, memang secara lambat laun, secara perlahan namun pasti, menjauhkan jarak, bukan hanya jarak secara fisik, namun juga secara nurani. 

Mungkin pernyataan ini mengada-ada, atau terlalu negatif, namun coba ketuk hati kita masing-masing, seberapa banyak kita mengirim dan membalas ucapan lebaran, tanpa kita membaca dengan seksama. 

Seberapa banyak kita mengirim dan membalas twibbon ucapan lebaran, tanpa kita mau lebih banyak waktu untuk berkomunikasi langsung. saling menyapa secara langsung dan seberapa peka kita untuk mengakui, banyaknya twibon yang kita kirim sekedar selebrasi rutin sebagai bagian dari ritual lebaran, tanpa memperkaya makna kata maaf di hari idul fitri. 

Memang, kata maaf digital, lebaran virtual di banyak sisi juga memberi manfaat yang lebih besar, yang sebelumnya kita tidak begitu akrab, bahkan mungkin belum pernah bertemu sekalipun, namun saling mengirikan kata maaf secara digital, twibbon-twibbon ucapan lebaran. 

Namun, hampir tidak terjadi bahwa ucapan maaf digital melalui twibbon-twibbon ucapan lebaran, setelahnya semakin menambah keakaraban atau kehangatan persahabatan diantara kita. 

Twibbon-twibbon ucapan lebaran, hanya dan selalu melayang-layang di angkasa, saling berseliweran memenuhi jagat digital semata pada waktu-waktu yang sangat terbatas. Lalu, setelahnya berhenti dan tak ada kelanjutannya untuk menambah kehangat dan keakraban pergaulan sosial kita. 

Mungkin kalimat ini terlalu skeptis, namun kita dipaksa memang untuk merenung mengambil hikmah setelahnya, bahwa kecanggihan digital, semestinya tidak menghalangi jarak sosial kita, juga tidak mereduksi fitrah kemanusiaan kita, sebagai mahluk sosial yang penuh kepekaan humanisme dan juga saling menyentuh dalam pergaulan sosial kita sebagai sesama mahluk sosial. 

Twibbon-twibbon ucapan lebaran, kata maaf digital adalah sarana semata, tidak lantas membuat kita menjadi terasing satu sama lain, saling mengirim kata maaf digital, tanpa sentuhan jiwa-jiwa kemanusiaan kita. 

Kita perlu merenungi diri, bahwa makna maaf akan hilang di twibbon-twibbon ucapan lebaran, bilamana kita hanya mengandalkan teknologi digital sebagai sarana selebrasi semata, tanpa memahami makna fitrah kemanusiaan kita sebagai mahluk sosial yang saling menyentuh dalam pergaulan sosial. 

Perenungan ini bukan tanpa dasar, bukan semata-mata kalimat yang skeptis terhadap pemahaman tentang kemanusiaan kita, namun ini adalah sebuah ungkapan, bukan hanya tentang kepekaan jiwa kemanusiaan kita, namun juga cara berkesadaran secara kritis bahwa teknologi informasi, tetaplah sarana untuk menjawab persoalan-persoalan kebudayaan dan kemanusiaan. 

Teknologi informasi dalam era digital, adalah sarana mendekatkan ruang dan waktu, agar rasa kemanusiaan kita tidak menghilang, juga sebagai sarana yang kita bisa optimalkan untuk menguatkan jiwa-jiwa kemanusiaan kita yang berkebudayaan. 

Dalam praktiknya, di momen idul fitri 2021 ataupun hari raya- hari raya besar keagaaman lainnya, twibbon-twibbon ucapan selamat hari raya, adalah harus dimaknai tidak saja mendekatkan ruang dan waktu dalam selebrasi formal belaka, namun juga mendekatkan jarak ruang dan waktu untuk menjaga dan semakin menguatkan rasa kemanusiaan kita. 

Demikian, semoga narasi ini ada nilai penting dan manfaatnya untuk perenungan jiwa-jiwa kemanusiaan kita. 

Salam homat.
Wuri Handoko, Manado 16Mei 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun