Memahami masa lalu untuk membangun masa depan.Â
Belajar dari masa lalu untuk masa depan gemilang. Kalimat yang seringkali disampaikan oleh kalangan arkeolog ini seringkali juga saya kutip di beberapa artikel saya.
Melanjutkan ulasan saya tentang Membangun Generasi Millenial Arkeologi, saya akan mengutarakan apa yang saya pikirkan tentang tantangan generasi muda milenial Indonesia, dalam memahami masa lalu untuk mengkonstruksi atau membangun masa depan Indonesia.Â
Tantangan ini, mungkin cukup berat, jika kita tidak mau memahami bahwa masa lalu, adalah pengalaman yang sangat penting untuk modal membangun masa depan.Â
Tugas dan tanggungjawab masa depan Indonesia, ada di pundak generasi milenial nya yang sepuluh sampai dua puluh tahun mendatang akan menjadi aktor-aktor penerus bangsa, para pelaku sejarah pembangunan Indonesia di masa depan.Â
Bagaimana kita mulai membangun masa depan Indonesia yang lebih baik? Mula-mula kita perlu membangun basis atau pondasi bernegara kita, dengan menjadikan sejarah kebudayaan tentang Nusantara dalam kerangka pemikiran yang baru.Â
Memetik Pengalaman dari Tiongkok dan Jepang
Mari kita belajar dari Tiongkok, melalui spirit Perdagangan Jalur Sutra sejak abad 10 Masehi, jalur sutra menguasai dunia, menghubungkan jalur perdagangan dari barat hingga ke timur.
Karena inisiatif jalur sutra, yang berkembang pesat pada abad 10 Masehi itu, maka hingga Dinasti Ming (abad 14-17M) dan Dinasti Qing (abad 17-19M) itu menguasai perdagangan dunia.Â
Diaspora para pedagang Tiongkok masa Dinasti Ming dan Dinasti Qing, menyebabkan produk sutra dan keramik Tiongkok, menjadi salah satu komoditi yang paling diandalkan.Â
Produk andalan itu, lalu ditukarkan dengan komoditi lada, cengkeh dan Pala dari Nusantara, yang masa itu menjadi primadona dunia.Â
Dari produk niaga andalan itu, Tiongkok membangun hubungan dagang dengan negara-negara di berbagai belahan dunia lainnya.Â
Jadi, jika belajar dari Tiongkok, masa kebesarannya bukan hanya dilihat pada masa pemerintahan Xi Jin Ping saja, namun tengok jauh ke belakang pada era Jalur Sutra.Â
Jadi inisiatif Obor Tiongkok, adalah sebuah rekonstruksi masa lalu untuk membangun masa depan. Dengan cara pandang yang sekarang.Â
Bagaimana dengan Indonesia?Â
Sebelum mengurai soal itu, baiknya kita memulai dengan narasi kebudayaan yang sederhana dulu. Indonesia, adalah bangsa yang besar.Â
Di masa lalu, Indonesia menjadi episentrum perdagangan dunia. Namun, dalam hal ini, konstruksi sejarah kita seolah-olah hanya tentang sejarah kedatangan para pedagang asing ke Nusantara.Â
Padahal dalam episode sejarah itu, pasti banyak pula peristiwa relasi para penguasa nusantara masa lalu yang melakukan diaspora ke banyak negara luar.Â
Namun sejarah hari ini yang kita baca, adalah melulu tentang sejarah kedatangan para pemimpin atau pedagang luar yang melakukan ekspansi dagang ke wilayah nusantara.Â
Sejarah tentang ekspansi kekuasaan Nusantara ke wilayah luar, seakan berhenti pada masa Sumpah Palapa, Gajah Mada, padahal sejarah terus berlanjut.Â
Selanjutnya sejarah digantikan oleh sejarah kedatangan bangsa luar ke wilayah Nusantara.Â
Sementara sejarah tentang relasi kekuasan penguasa Nusantara ke wilayah luar, sepertinya tenggelam.
Sejarah hanya mencatat perjalanan Syeh Yusuf dari Tanah Makassar hingga ke wilayah Cape Town, Afrika Selatan.
Padahal dalan perkembagan dan puncak-puncak perdagangan rempah Nusantara, sangat dimungkinkan terjadinya relasi niaga, ekonomi dan juga politik dan kekuasaan para pembesar Nusantara ke wilayah-wilayah luar.Â
Semua itu seakan tenggelam dalam sejarah, terkubur oleh sejarah penguasaan bangsa luar ke Indonesia.
Seringkali saya selalu sampaikan bahwa belajar dari masa lalu untuk masa depan gemilang. Apa yang dilakukan oleh negara great power Tiongkok, adalah meletakkan masa lalu dalam cara pandang kekinian.Â
Belt and Road Inisiatif (BRI) adalah sebuah pengulangan atau bisa dikatakan sebagai rekonstruksi tentang kejayaan Jalur Sutra dalam cara pandang kekinian.Â
Demikian juga Jepang, sejak era restorasi Meiji, adalah mengembalikan basis kebudayaannya untuk membangun kebesaran Jepang, yang bertahan hingga saat ini.Â
Rekonstruksi Sejarah Jalur Rempah
Indonesia, punya sejarah kebesaran Jalur Rempah, namun sejarah itu harus dikonstruksikan dengan konsep yang besar pula.
Sejarah Jalur Rempah, perlu dikonstruksikan sebagai sejarah kebesaran nusantara di mata dunia. Â
Bukan semata-mata sejarah tentang kekayaan komoditi yang diperebutkan banyak bangsa lain di dunia.
Sejarah Jalur Rempah, harus menempatkan relasi ekonomi dan kekuasaan politik, yang menempatkan kebesaran nusantara di mata dunia.Â
Rekonstruksi sejarah Jalur Rempah, semestinya menempatkan para penguasa nusantara, raja-raja, Sultan, para orang kaya, para saudagar, para syahbandar dalam kacamata sebagai subyek decision maker bagi kejayaan nusantara.Â
Sejarah jalur rempah, bukan semata episode heroik tentang para pedagang dan penguasa manca negara datang berdagang.Â
Mengambil komoditi dan menjualnya kembali ke negara asal dan negara lainnya, sedangkan para penguasa nusantara hanya sebagai mitra dagang atau counterpart.Â
Sebaliknya konstruksi sejarah Jalur Rempah, menempatkan para decision maker itu sebagai penguasa yang membangun relasi hingga ke wilayah-wilayah seberang melampaui batas-batas negara.Â
Kita tidak hanya berhenti pada Sumpah Palapa, Gajah Mada yang melakukan ekspansi hingga ke wilayah Filipina, atau diaspora Syech Yusuf hingga ke Afrika Selatan.Â
Sejarah terus bergulir, dan puncak-puncak perkembangan sejarah tidak berhenti sampai pada pada kolonialisasi zaman VOC saja.
Membangun Kejayaan Masa Lalu Dalam Cara Pandang Kekinian
Saatnya merekonstruksi kembali sejarah bangsa, yang menempatkan Indonesia lebih tinggi dan terhormat.Â
So, dalam konteks ini kita harus memahami bahwa kecanggihan teknologi yang berkembang saat ini, harus ditempatkan sebagai hasil dari pelajaran dan pengalaman masa lalu.
Keberhasilan Tiongkok dan Jepang di masa kini, adalah citra diri masa kini yang dibangun melalui basis kebudayaan masa lalunya.Â
Nilai-nilai penting kebudayaan sebagai suprastruktur dibangun sedemikian rupa, menjadikan Tiongkok melalui Jalur Sutra dan Jepang melalui konsep Restorasi Meiji, menjadikan keduanya penguasa Asia bahkan dunia. Â
Membangun kejayaan masa lalu dalam cara pandang kekinian, adalah cara kita menjadi besar. Membangun masa kini, dengan basis kebudayaan masa lalunya yang besar adalah jalan menjadi negara besar.Â
Jadi, apapun teknologinya, kecanggihan teknologi apapun, dikembangkan dan dibangun melalui basis kebudayaannya terlebih dahulu.Â
Sebaliknya, secanggih apapun teknologi yang berkembang saat ini, adalah untuk menjawab masalah dan tantangan kebudayaan.Â
Demikian...Salam Budaya...Salam Lestari...
Salam Indonesia Maju...
Salam hormatÂ
Mas Han. Manado, 1 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H