Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Work From Destination dan Lahirnya Tren Baru Hobi yang Dibayar

7 Januari 2021   23:59 Diperbarui: 9 Januari 2021   20:10 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak pekerjaan yang menyenangkan, sehingga seringkali dianggap sebagai hobi yang dibayar. Para penulis, sesuai profesinya menjalani pekerjaan menulis untuk memperoleh penghasilan. 

Namun pekerjaan itu seperti hobi saja, karena memang hobi menulis. Seseorang yang hobi menulis, menjadikan hobinya sebagai mata pencaharian. Ia memperoleh penghasilan dari menulis, sehingga menulis adalah hobi yang dibayar. 

Penulis-penulis handal dan terkenal, mungkin mengawali karirnya karena semata-mata hobi. Namun kemudian menjadi penulis yang terkenal dan banyak memperoleh uang dari hasil menulisnya. 

Andrea Hirata, bisa menjadi contoh bagaimana hobi menulis, menjadi pekerjaan yang sangat bergengsi. Ia menjadi salah satu penulis yang terkenal Indonesia, menjadi sangat populer justru karena tulisan yang dihasilkannya. Salah satunya adalah novel Laskar Pelangi, yang kemudian menjadi best seller dan bahkan difilmkan. 

Para penyanyi dan pemusik, hobi menyanyi dan bermain musik, sehingga menjadikannya pekerjaan yang mendatangkan uang dan penghasilan. Ia menganggap profesi sebagai penyanyi dan pemusik adalah hobi yang dibayar. 

Ariel Noah, adalah contoh penyanyi dan pemusik tenar negeri ini. Hobi menyanyinya menjadikan profesi yang menyenangkan, dan menjadi mata pencaharian yang menghasilkan banyak uang dan popularitas. 

Seorang pelukis, yang hobi melukis akan melakukan hobinya terus menerus, lalu sebagian hasil lukisannya dijual dan mendatangkan uang atau imbalan. Selanjutnya melukis menjadi pekerjaan sehari-hari atau sebagai mata pencaharian. 

Banyak pelukis-pelukis tanah air yang mungkin mengawali karirnya karena sekadar menyalurkan hobi. Namun akhirnya menjadi pelukis terkenal dan menjadi kaya karenanya. Banyak contoh lain, yang tanpa saya uraikan pasti para sahabat pembaca Kompasiana sudah paham. 

Bagaimana dengan Work From Destination (WFD)? Meskipun WFD bukanlah profesi atau mata pencaharian, namun sangat mungkin WFD akan melahirkan hobi baru yang dibayar. WFD sepertinya akan menjadi tren baru di tahun 2021 di masa pandemi covid 19.

Berwisata, dibayar pula karena sambil bekerja. Sehingga secara tidak langsung, WFD menciptakan hobi yang dibayar. Bagi saya dan para arkeolog lainnya, tren WFD sebenarnya sudah menjadi keseharian kami, sebab profesi sebagai peneliti arkeologi adalah kegiatan yang menyenangkan. 

Menjadi arkeolog seperti juga hobi para pencinta alam atau pendaki gunung. Namun karena arkeologi itu sebagai pekerjaan sehari-hari, sebagai mata pencaharian. Maka menjadi arkeolog itu juga sama seperti hobi yang dibayar. 

Selain itu, profesi arkeologi sangat berhubungan dengan WFD, mengapa? karena arkeolog bekerja di lapangan, di situs-situs arkeologi yang bagi kami situs-situs arkeologi itu, baik yang sudah menjadi obyek wisata ataupun belum, bagi para arkeolog kami anggap sebagai lokasi wisata. Jadi arkeolog sebenarnya juga adalah traveler. 

Oleh karena itu fenomena WFD bagi kalangan arkeolog, merupakan aktivitas keseharian kami. Kami hampir selalu bekerja di lapangan, di situs-situs yang mudah dijangkau, bahkan sulit dijangkau. Kadang kala bahkan lokasi-lokasi yang sebelumnya belum pernah dijangkau oleh siapa pun. 

Namun, bagi para arkeolog lokasi situs sebagai lokasi penelitian adalah juga obyek wisata. Jadi WFD merupakan makanan kami sehari-hari para arkeolog. 

Saat melakukan survei, kami bisa mengabadikan momen-momen itu, mengambil foto dan mempublikasikan lokasi-lokasi situs yang potensian sebagai destinasi wisata. Baik wisata budaya maupun sekaligus sebagai wisata alam. 

Namun, bagi kalangan non arkeolog, WFD adalah fenomena yang bisa dianggap sebagai cara yang akan melahirkan tren baru dalam melakukan pekerjaan. Sekaligus juga tren baru hobi yang dibayar. Bekerja dari tempat tujuan wisata, adalah cara bekerja baru, berwisata sambil tetap produktif bekerja. 

Di sisi lain, WFD juga adalah fenomena yang bisa melahirkan kebiasaan baru juga tren baru traveler yang bekerja untuk menghasilkan uang atau upah. Traveler atau pelancong yang sambil bekerja dan dibayar. 

Meskipun dibayarnya bukan karena kegiatan traveling-nya, namun kegiatan traveling dilakukan sambil bekerja. Dan pekerjaannya itu yang menghasilkan bayaran. Kebiasaan bekerja sambil traveling itu, atau WFD itu secara tidak langsung menjadikan sekaligus sebagai profesi dan hobi yang dibayar. 

Berwisata atau traveling sebagai hobi yang dibayar. Sungguh kebijakan Menteri Sandiaga Uno, saya akui sebagai langkah cerdas dan terobosan baru. Serta berpeluang melahirkan tren baru hobi yang dibayar. 

Pekerjaan yang menyenangkan dan melahirkan traveler-traveler baru yang tetap produk pada bidang profesinya masing-masing, sejauh yang tetap bisa dikerjakan. 

WFD bisa melahirkan atau memancing tumbuhnya tren baru, yakni profesi sebagai traveler, sekaligus justru menjadi hobi yang menghasilkan. Dengan kata lain bisa saya sebut sebagai wisata produktif. 

Traveling produktif, menumbuhkan dan mempertahankan terjadinya perputaran uang bagi dunia pariwisata, sekaligus tetap mempertahankan pekerjaan atau profesi para traveler-traveler itu. 

Menghasilkan uang bagi dirinya, karena sambil bekerja, dan tetap mempertahankan perputaran ekonomi di sektor pariwisata. 

Bekerja sambil berwisata dan berwisata sambil bekerja, otomatis secara langsung maupun tidak langsung menjadikan para wisatawan sesungguhnya juga sambil tetap bekerja untuk mendapatkan penghasilan. 

Berwisata menjadikan hobi yang dibayar. Tetap bekerja sambil piknik atau berwisata, dengan sendirinya kegiatan berwisatanya dalam rangka pula menjalankan pekerjaan atau mata pencahariannya. 

Meski demikian, hal-hal berkaitan dengan protokol kesehatan selama pandemi covid, tetap harus menjadi perhatian utama. Kata kunci yang tidak mungkin dilupakan pada masa pandemi ini. 

Selain itu perlu dibuat aturan main di setiap daerah-daerah destinasi wisata, agar alur keluar masuk para traveler dapat dijaga tetap kondusif dan aman. 

Mengingat bahwa WFD, diperuntukan bukan semata-mata sebagai kegiatan berwisata namun juga tetap produktif sesuai profesi di berbagai sektor yang memungkinkan. 

Oleh karena itu perlu adanya instrumen untuk memastikan bahwa WFD, bukan semata-mata hanya ditujukan untuk perputaran ekonomi pariwisata, namun juga untuk menjaga produktivitas di tengah pandemi. Selain tentu saja menekan penularan covid 19. 

Hal yang terpenting juga, tidak semata-mata mengalihkan pembatasan orang di tempat bekerja, namun kemudian menumpuk ke lokasi-lokasi destinasi. Selain itu menjadikan WFD, sebagaimana juga WFH, yang lebih aman dari bekerja secara tatap muka dengan banyak rekan kerja. 

WFD bukan semata-mata memindahkan pertemuan banyak orang di tempat kerja ke tempat wisata, namun membatasi pertemuan orang banyak di tempat bekerja, dengan memecah konsentrasi pertemuan banyak orang di satu tempat kerja ke banyak tempat wisata. 

Dalam hal ini, di lokasi-lokasi destinasi, diperlukan instrumen yang mengatur jam kunjungan dan jumlah orang dalam setiap waktu kunjungan. Sesuatu yang rasanya sulit dilakukan, namun patut dicoba.

Intinya, WFD dimaksudkan menjaga perputaran ekonomi sektor pariwisata, sambil tetap produktif bekerja sesuai profesinya masing-masing sebagai mata pencaharian sehari-hari. WFD adalah cara berwisata produktif, sambil tetap memikirkan instrumen untuk menekan angka penularan covid 19. 

Demikian. Salam Hormat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun