Selain itu, sikap kritis dari pihak di luar pemerintahan tidak selalu pula dipahami sebagai pihak yang beroposisi terhadap pemerintah. Di era demokrasi yang semakin terbuka dan luas cakupannya dan juga semakin cair, pihak oposisi adalah juga sebagai penyeimbang.
Jadi suara kritis itu baik sebagai pihak yang mengklaim sebagai oposisi, maupun suara kritis dari elemen bangsa lainnya, meskipun tidak memposisikan diri sebagai pihak oposisi adalah proses membangun keseimbangan demokrasi.Â
Politik demikian bersifat cair dan menunjukkan keberpihakkan terhadap kedaulatan rakyat. Bahwa jika mana kebijakan pemerintah tidak berpihak ke rakyat, maka suara oposisi akan tampil dengan sendirinya.
Sebaliknya, jika kebijakan pemerintah berpihak ke rakyat, maka pihak di luar pemerintah akan mendukungnya. Demikian, maka demokrasi sesungguhnya adalah demokrasi kerakyatan, yang menjadi pilihan terbaik bangsa ini.Â
Oposisi bisa dipahami sebagai bentuk keseimbangan demokrasi. Dalam konsep demokrasi, oposisi akan selalu ada dalam berbagai bentuknya. Oleh karena itu, pemerintah yang berkuasa, juga tidak perlu harus antipati terhadap oposisi, karena secara alamiah menjadi bagian demokrasi.
Namun pihak oposisi, tidak selalu mencari kesalahan dan kelemahan pemerintah, seolah-olah semua kebijakan pemerintah dianggap sebagai kebijakan yang tidak berpihak ke rakyat.Â
Jika oposisi dipahami sebagai praktek yang demikian, maka sesungguhnya hal itu bentuk politik sektarian, hanya mementingkan kelompok dan golongannya sendiri.Â
Pihak oposisi juga harus bisa tampil sebagai oposisi yang rasional, profesional dan proporsional, berlandaskan kepada kepentingan rakyat dan harus bisa teruji landasan kepentingannya, jika memang bertujuan untuk memperbaiki kondisi bangsa dan mendapat dukungan publik.
Dengan demikian, maka penunjukkan Prabowo-Sandi sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Maju, tidak perlu dilihat dengan sinis, sebab hal itu adalah cara Presiden Jokowi menunjukkan kepada publik, kepada rakyat bahwa kepentingan bangsa di atas segalanya.Â
Demikian pula bagi para pendukung Prabowo-Sandi, tidak perlu pula melihat dengan sinis, karena Prabowo-Sandi mau menjadi pembantu mantan rival politiknya, yaitu Jokowi-Amin. Kita harus melihatnya secara konstruktif, bahwa hal itu sebagai bentuk pengabdian kepada bangsa dan negara, tidak semata-mata karena kekuasaan.
Meskipun opini tentang kekuasaan, tidak terhindarkan dari kedua belah pihak, baik bagi para pendukungnya maupun yang selama ini pihak yang berseberangan. Kedewasaan kita dalam memahami politik dan demokrasi menjadi landasan dalam menyikapi dinamika politik bangsa.Â