Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal dan Kembang Api, Spirit di Tengah Pandemi

25 Desember 2020   00:28 Diperbarui: 26 Desember 2020   01:55 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menyaksikan malam detik-detik menjelang Hari Raya Natal Tahun 2020, dari rumah saja. Tahun ini adalah pengalaman pertama, malam natal saya isi dengan menulis Kompasiana.

Meski demikian, siang nanti saya sudah merencanakan mengunjungi beberapa kerabat dekat, teman-teman kantor yang sudah seperti saudara bagi saya. 

Rencana bepergian mengunjungi kerabat dekat, dengan tentu saja tetap menjaga protokol kesehatan. Keluarga yang paling dekat adalah sahabat-sahabat di kantor tempat saya bekerja di Manado.  

Tahun ini adalah untuk pertama kalinya, libur natal tidak berkumpul dengan keluarga. Meski demikian, saya tetap dapat menikmati suka cita basudara Kristiani, dengan warna-warni pijar kembang api, walah hanya dari rumah saja. 

Melihatnya dari balik tirai jendela dan juga dari beranda rumah. Namun kesyahduan dan juga rasa haru tetap terasa, sebagaimana saya merayakan Idul Fitri bersama keluarga. 

Tahun ini juga, untuk pertama kalinya, libur Natal saya tetap berada di Manado alias tidak mudik setelah dua tahun bertugas disana. 

Natal tahun 2020 ini, adalah pertama kalinya saya melihat suasana malam natal di Manado, walaupun hanya di rumah saja, karena membatasi aktivitas di luar rumah akibat pandemi. 

Mungkin tidak banyak berbeda, walaupun pasti suasana keramaian Natal tahun 2020 ini tidak sama dengan tahun 2019. Perayaan Natal tahun ini pasti tak seramai tahun lalu. Walaupun pijar kembang api tetap mewarnai langit Minahasa. 

Malam Natal tahun ini, juga hingga menjelang tahun baru nanti, pasti tetap diwarnai kembang api, meskipun di tengah pandemi. Seperti malam natal yang saya saksikan, pijar kembang api warna-warni tetap menggelegar dan mewarnai langit Minahasa, langit di atas Kota Manado, sejauh mata saya bisa melihat. 

Sumber; Balai Arkeologi Sulawesi Utara
Sumber; Balai Arkeologi Sulawesi Utara

Kembang api yang selalu identik di setiap perayaan Natal dan Tahun Baru, kali ini bukan hanya sebagai simbol suka cita, namun juga harus dimaknai sebagai simbol spirit atau semangat untuk gotong royong dan juga bekerjasama menghadapi wabah pandemi covid 19. 

Perayaan Natal tahun ini pasti terasa berbeda. Pandemi Covid 19, sudah pasti jadi penyebab utama. Sebagaimana awal munculnya pandemi, pemerintah melakukan pembatasan aktivitas warganya.

Meskipun tidak seperti di awal-awal wabah pandemi, hampir setiap orang tidak melakukan kegiatan bepergian, namun pembatasan tetap diberlakukan.

Pemerintah menerapkan kebijakan pemberlakuan rapid antigen, bagi warga yang melaksanakan perjalanan ke dan dari luar kota, khususnya di DKI Jakarta, Pulau Jawa dan  Pulau Bali. 

Natal kali ini adalah natal penuh perenungan. Di tengah wabah pandemi covid 19 di seluruh dunia, maka perayaan natal yang penuh gegap gempita dan pesta kembang api, ada baiknya menjadi perenungan hati, tanpa meninggalkan tradisi yang mewarnai perayaannya. 

Perenungan Natal dan kembang api, menjadi simbol bahwa spirit atau semangat tetap menyala-nyala untuk membangun kemanusiaan dan persaudaraan. 

Saling peka, asah, asih dan asuh sesama umat menghadapi pandemi. Tanpa gotong royong dan kerjasama dilandasi semangat persaudaraan dan kemanusiaan, maka pandemi adalah duri yang selalu menyakitkan. 

Natal kali ini juga berbeda dengan natal sebelum-sebelumnya. Kali ini mungkin banyak masyarakat yang sedang prihatin, ada yang kurang beruntung untuk merayakan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Mungkin beberapa diantaranya berada dalam suasana duka, setelah PHK atau kehilangan pekerjaan. Akibat pandemi, sebagian tempat kita bekerja untuk sementara merumahkan sebagian karyawannya. 

Mungkin ada juga diantara kita yang kehilangan mata pencaharian karena lesunya perputaran ekonomi akibat pandemi. Usaha yang tutup sementara atau bahkan tutup selamanya, lalu mencari alternatif usaha lain dan sebagainya. 

Tak bisa dipungkiri, kondisi keuangan di beberapa sektor ekonomi memang sedang lesu, dan kondisi ini sepertinya terjadi di seluruh dunia. Bagaimanapun kuatnya ekonomi suatu negara, pasti dampak pandemi tetap terasa. 

Di Indonesiapun demikian kiranya, walaupun tidak sampai menyebabkan krisis ekonomi baik resesi atau bahkan depresi ekonomi. Namun, suka atau tidak suka, kita semua merasakan dampak pandemi. 

Meski demikian, Indonesia memiliki modal sosial yang kuat, yakni kehidupan budaya gotong royongnya yang kuat. Kultur kekeluargaan diantara masyarakat Indonesia, adalah jiwa yang menghidupkan hati sanubari warga negaranya. 

Hati kecil kita, bagaimanapun persaudaraan adalah bersifat alamiah dan organik, ada dan melekat, hidup dalam keseharian masyarakat di seluruh Nusantara. 

Data arkeologi membuktikan, bahwa kehidupan kemultibudayaan adalah keniscayaan. Sejak ribuan tahun lalu, kemudian diwariskan oleh leluhur kita. 

Diwariskan sejak zaman batu ribuan tahun yang lalu hingga era komputer dan serba digital ini. Keadaan itu melekat dengan sendirinya, dan tak mudah diguncang oleh apapun, termasuk pandemi. 

Alam bawah sadar masyarakat Indonesia, membawa kebersamaan, kekeluargaan dan kehidupan gotong royong menjadi ruh kehidupan, menggerakkan nadi-nadi kehidupan. 

Seringkali saya katakan, bahwa akar kebudayaan kita adalah sikap hidup yang sudah diturunkan, diwariskan dari generasi ke generasi yaitu kehidupan penuh kekeluargaan, kerjasama, gotong royong senasib sepenanggungan. 

Hanya saja, kesejatian ini seringkali diuji oleh berbagai guncangan di setiap perjalanan zaman. Namun kesejatian tetaplah kesejatian, menjadi perekat yang selalu saja hadir, baik disengajakan maupun tiba-tiba hadir di berbagai momentum dan mewarnai kehidupan warga negara. 

Kehidupan budaya inilah yang harus senantiasa dijaga, dipertahankan dan diperkuat dalam setiap menghadapi guncangan. Kehidupan kemultibudayaan, adalah keniscayaan sejati, ruh kehidupan bangsa dan warga negaranya. 

Dengan demikian Natal tahun ini, dengan warna-warni kembang apinya, yang berpijar dan menggelegar di langit Indonesia, adalah spirit membangun kehidupan yang beranekaragam. 

Kehidupan yang multibudaya sebagai sebuah keniscayaan untuk selalu melahirkan semangat baru membangun Keindonesiaan yang Bhineka Tunggal Ika. Indonesia yang berbeda-beda namun tetap satu juga. Berbeda-beda namun tetap bersaudara. 

Pijar kembang api di Natal tahun ini, adalah simbol suka cita dan semangat membangun kehidupan Indonesia yang penuh persaudaraan untuk bekerjasama menghadapi pandemi. Dengan semangat itu, kita akan menang melawan pandemi Covid 19. 

Tanah Air tumpah darah kita. Di Indonesia kita lahir, di Indonesia kita semua menjalin persaudaraan, tanpa sekat perbedaan agama, suku, etnis, ras dan sebagainya. Perbedaan apapun adalah dinamika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Indonesia lahir karena kemultibudayaan, maka Indonesia tumbuh dan berkembang serta maju menjadi bangsa ynag besar juga karena kemultibudayaan yang penuh persaudaraan dan perdamaian. 

Di Maluku Katong Samua Basudara, di Minahasa Torang Samua Basudara, di Indonesia Raya, kita semua bersaudara.

Selamat Natal untuk semua Basudara Kristiani dan Selamat Menyambut Tahun Baru 2021. Damai di Hati, Damai di Bumi. Damai untuk kita semua. 

Semoga damai Natal membawa keberkahan, keselamatan, kebahagiaan dan kesuksesan untuk Indonesia, dan kita semua, warga negara dan bangsa Indonesia tercinta.

Demikian. 

Salam Hormat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun