Konflik sosial dalam lingkup keluarga, adalah potensi yang mengancam, termasuk dalam berbagai fenomena pertukaran peran. Namun kondisi demikian terjadi jika, diantara suami dan istri ataupun anggota keluarga lainnya tidak membangun dialog dan komunikasi yang efektif.Â
Teori pertukaran sosial dalam hal ini, bisa menjadi konsep yang dapat diterapkan dalam kehidupan rumah tangga, dimana tukar peran terjadi. Dalam praktiknya, suami istri dan anggota keluarga lainnya, menerapkan proporsi-proporsi pertukaran sosial untuk menghindari konflik dan menjaga keharmonisan keluarga.Â
Dalam kacamata yang umum, secara kultural suami adalah kepala rumah tangga, dia bertanggungjawab sebagai pihak yang mencari nafkah dan memberi perlindungan untuk keluarga.Â
Sedangkan istri adalah ibu rumah tangga, kewajibannya mengurus rumah tangga. Dia tidak wajib bekerja membantu suami mencari nafkah. Kondisi ini alamiah dan bersifat kodrati, tanpa perlu kita interupsi lagi.Â
Namun dalam perspektif sosiologis, dimana keluarga adalah unit sosial terkecil dari sebuah kehidupan sosial yang lebih besar, maka fenomena bertukar peran dalam kehidupan rumah tangga adalah wajar dan lumrah.Â
Namun secara sosiologis, ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu dialog dan komunikasi efektif, serta adanya konsep pertukaran sosial dalam rumah tangga yang disepakati dan dipahami bersama, sebagaimana yang sudah saya ulas di atas, yaitu terpenuhinya proporsi-proporsi pertukaran sosial dalam rumah tangga.Â
Demikian.
Salam Hormat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H