Tulisan ini terinspirasi dari artikel Ari Budiyanti yang selama bulan bahasa ini menyuguhkan puisi-puisinya yang terbaik. Saya tidak hendak mengulas tentang konten puisi-puisinya.Â
Bukan bidang keahlian saya soal itu. Tapi saya memang salah satu kompasianer penikmat puisi. Sebagai penikmat, tentu saya lebih sering membaca karya puisi. Hanya sesekali saja saya menulis puisi yang sekedarnya.Â
Saya menulis ini juga bukan dalam rangka mengulik isi tiap konten puisi-puisi Ari Budiyanti. Kecuali sebatas benar-benar menikmati. Dalam amatan saya di Kompasiana, memang ada beberapa kompasianer wanita yang hampir seluruh konten-kontennya berisi puisi-puisi yang memikat, juga inspiratif.
Saya kira, para kompasianer wanita yang konsisten menulis puisi pada sebagian besar konten yang diunggahnya, layak disebut sebagai Srikandi Puisi Kompasiana.Â
Baiklah, izinkan saya menyebut mereka sebagai Srikandi Puisi Kompasiana (SPK). Ohya satu lagi yang terpenting, semoga tulisan saya ini tidak menyalahi ketentuan Kompasiana...hehehe
Judul artikel ini, menggunakan kalimat yang tunggal Srikandi Puisi Kompasiana. Namun yang saya maksudkan tidak hanya menyebut satu nama saja. Sebaliknya saya ingin menyebut beberapa kompasianer wanita yang konsisten menuliskan puisi di setiap kontennya.Â
Bukan hanya seorang Ari Budiyanti saja, namun ada beberapa kompasiane wanita yang lain yang saya ketahui. Selain Ari Budiyanti (AB), juga ada Fatmi Sunarya (FS) dan Hera Veronica (HV). Ohya, ada kompasianer wanita yang lain, juga konsisiten mengisi dengan puisi yaitu Lusy Mariana Pasaribu (LMP). Tanpa mengurangi rasa hormat untuk LMP, mungkin akan saya ulas tersendiri, mengingat dalam kacamata saya, karakter dan bentuk puisinya agak berbeda dengan ketiga nama yang saya sudah sebut sebelumnya.Â
Tanpa menafikkan kompasianer wanita lainnya, saya menyebut ketiga kompasianer wanita itu karena dengan satu pertimbangan yang berbeda. Ketiganya konsisten sebagian besar kontennya atau hampir keseluruhan konten-kontennya hanya  berisi puisi. Â
Kalaupun ada jenis genre lainnya, dari segi statistik tidak mempengaruhi konsistentinya. Selain itu ketiga SPK itu juga sangat konsisten dan produktif. Hampir setiap harinya, bahkan saya rasa setiap harinya mengunggah konten puisi di Kompasiana. Suatu pencapaian yang luar biasa saya kira.Â
Bagi saya yang sebenarnya tidak memahami seluk beluk puisi secara kebahasaan dan kesastraan, menulis puisi itu seperti memvisualkan imaji. Memvisualkan dalam bentuk teks, lebih sederhananya begitu. Sekali lagi, maaf ini gambaran dari saya yang awam soal teori dan pengetahuan soal puisi, dari sisi kebahasaaan dan kesusastraan.Â
Secara umum, puisi  yang saya pahami itu sebagai karya sastra. Namun juga ungkapan pikiran juga isi hati penulis puisi, atau yang sering disebut juga penyair. Nah, sampai disini saya kurang paham beda antara sastrawan dengan penyair.Â