Malam kian larut. Semburatnya pelan mulai meredup. Di kasur pembaringan, wajah Sisca masih terbayang-bayang. Juga kalimat-kalimat Sisca yang yang semakin membuat mata dan hati Dahlan menerawang.Â
Air telaga yang tiba-tiba beriak. Istana di dasar telaga. Batuan berwarna kelam. Bayangan itu membuat Dahlan semakin tenggelam dalam nuansa kelam masa lalunya.Â
Dahlan tak pernah membayangkan, bahwa Sisca tewas mengenaskan. Diakhiri hidupnya dengan bunuh diri, terjun ke dalam telaga yang konon sangat dalam. Airnya hitam, menandakan telaga yang dalam, juga kelam. Dahlan pun tenggelam dalam lamunan, hingga matahari pagi yang hangat menyadarkan. Ia tak tidur semalaman.Â
Dahlan juga tak pernah membayangkan, perpisahan 30 tahun lamanya itu, hanya dipertemukan oleh guratan kenangan yang menyedihkan. Selama 30 tahun perpisahan itu, lalu hanya dipertemukan dengan bayangan samar Sisca yang telah tewas sehari sebelum pertemuan itu.Â
Dahlan menemui roh gentayanagn Sisca yang penasaran bertemu dengannya. Lalu persis menjelang malam, Sisca menemuinya di tepi telaga, tempat yang sehari sebelumnya, adalah istana kelam baginya.Â
Orang-orang masih membincangkan isi berita kemarin sore. Ketika seorang pria ditemukan jatuh tertelungkup di tepi telaga. Persis sehari sebelumnya, berita tentang  pencarian seorang wanita yang dikabarkan tewas bunuh diri itu.Lalu mayatnya ditemukan di dasar telaga. Polisi mengevakuasi bersama tenaga medis yang didatangkan dari rumah sakit terdekat.Â
Mayat Sisca dikuburkan di pemakaman umum, tak jauh dari tempatnya tewas. Tidak seorangpun yang datang melayatnya. Sisca tewas dalam kesendirian. Mayatnya dikuburkan oleh pihak rumah sakit dan tak ada acara apapun setelahnya.Â
Tak ada satupun keluarga atau sanak saudara yang mengetahui kematian Sisca. Anak lelakinya semata wayanag entah kemana, juga dengan lelaki yang meninggalkannya, sepekan sebelum kelahiran bayi laki-lakinya. Semua lengang bagi Sisca, sampai akhirnya dia mengakhiri hidupnya.Â
Hanya Dahlan yang tahu riwayat hidup Sisca. Namun Dahlan tak tahu riwayat kematiannya. Yang pasti tepat di hari yang menentukan 30 tahun perpisahan dengan Sisca, Dahlan bertemu dengan Sisca. Begitu pikir Dahlan.
Dan ternyata, malam itu Dahlan menemui roh gentayangannya. Sebab sehari sebelumnya, jasad Sisca sudah tenggelam di dasar telaga.Â
Dahlan masih menerawang. Batinnya berteriak. Dia tak rela melepaskan Sisca begitu saja, di saat dia menginginkan Sisca. Setidaknya sejak sehari setelah pertemuannya di tepi telaga itu. Dahlan tak mampu melepaskan kesia-siaan itu.Â
Semua orang tahu, Sisca sudah menjadi mayat dan ruhnya sudah di alam baka. Tapi tidak bagi Dahlan, Sisca dianggapnya masih  hidup dan akan mendampingi sampai akhir hidupnya.  Sejak saat itu, Dahlan menyekutukan dirinya dengan Sisca.Â
Dilukisnya Sisca pada cermin di kamarnya. Agar setiap saat di depan cermin, Sisca merupa dirinya. Dirinya merupa Sisca. Lalu setiap malam menjelang tidur Dahlan mengajaknya bicara.Â
"Sisca, kenapa orang-orang menganggapmu sudah mati, padahal baru saja kita bertemu bukan"Â
Kata Dahlan di suatu malam Jum'at itu, sehari setelah Dahlan menghabiskan waktu mencari inspirasi di tepi telaga. Dahlan adalah seorang penulis, juga pelukis yang seringkali mencari inspirasi di tepi telaga, tempatnya bertemu Sisca untuk pertama kali setelah 30 tahun lamanya berpisah, sekaligus terakhir kalinya sebelum Sisca dikhabarkan tewas bunuh diri.Â
Ah.. bukan terakhir kalinya. Dahlan tak pernah sebenar-benarnya bertemu Sisca setelah 30 tahun berpisah. Dahlan hanya bertemu roh gentayangan Sisca. Sisca tak sempat bertemu Dahlan.
Sisca memang tak pernah mau bertemu Dahlan, sahabat masa kecilnya itu. Walaupun niat bertemu itu ada, bahkan jauh sebelum ia bunuh diri.Â
"Iya Kang Dahlan, kita baru saja bertemu di tepi telaga, yang di dasarnya ada istana yang terbuat dari batu berwarna legam" jawab Sisca sedikit menunduk, dan sebagian wajahnya tertutup oleh rambut panjangnya itu.Â
"Bohong. kamu bohong Sisca, kamu sudah mati, mengapa kamu bilang masih hidup, bukankah kamu mati bunuh diri terjun ke telaga itu"Â
Kata Dahlan tiba-tiba marah dan bersuara keras pada lukisan pada cermin itu. Tak lama kemudian, Dahlan seperti ketakutan dan lari ke sudut kamar, menggulung badannya, meringkuk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Â
Dahlan berhalusinasi tentang Sisca. Seringkali Sisca hadir dalam tatapannya. Selalu saja Sisca berdiri di hadapannya, ketika malam menjelang. Sisca ada dalam bayangan Dahlan.Â
Setiap kali Dahlan menghadap ke cermin lemarinya. Lama-lama, Sisca yang dilukisnya di cermin lemarinya, selalu hidup dan setiap malam, Sisca merupa wujud manusia sebenarnya.Â
Dahlan juga seperti lelaki berkepribadian ganda. Kadangkala menganggap Sisca sudah mati. Tapi ketika Sisca hadir di setiap tengah malam, Dahlan ketakutan dan meringkuk di sudut kamar dan badannya gemetar hebat.Â
Tapi seketika hening, Sisca pergi kembali ke dalam bayangan di cermin. Dahlan berteriak-teriak memanggilnya.Â
Kadangkala, Dahlan berubah menjadi Sisca dalam bayangan cermin, juga pada kenyataan. Namun seringkali pula, Sisca yang berubah menjadi Dahlan dalam bayangan cermin. Antara Sisca dan Dahlan tak bisa dibedakan.Â
Keduanya merupa bersilih ganti. Dan itu semua hanya terjadi di setiap malam. Tapi Dahlan, sepertinya sudah terbiasa. Ia menjalani kehidupannya seperti biasa saja.Â
Namun, tidak begitu bagi orang lain. Dahlan dianggapnya sosok yang pemurung juga penyendiri. Sehari-hari dihabiskan waktunya hanya untuk menulis dan melukis.Â
Namun, Dahlan seperti menjadi sosok yang anti sosial. Ia hampir tak pernah keluar rumah. Kalaupun keluar rumah, hanya untuk keperluan mencari kebutuhannya sehari-hari. Lalu pulang dan mengurung diri dalam rumah dan kamar.Â
Dahlan menjadi sosok yang misterius. Lelaki penyendiri. Dibiarkannya rambutnya gondrong terurai seperti halnya bayangan Sisca yang ada di cermin. Dahlan tampak seperti lelaki yang tak terurus. Ia berubah menjadi sosok yang menakutkan, terutama bagi orang-orang yang melihatnya di malam hari.Â
Jendela kamarnya biasa dibiarkan terbuka tanpa gorden. Dari luar terlihat sosok Dahlan, mondar mandir dalam rumahnya. Kadang terlihat bicara sendiri. Menangis dan tertawa sendiri di malam hari.
Kadang terdengar suara lelaki, kadang juga terdengar suara wanita. Dahlan dianggap lelaki pemuja setan. Tak ada yang berani mendekati rumahnya, apalagi di malam hari.Â
"Kang Dahlan, sampai kapan kau mengurungku terus dalam kamarmu"
"Pecahkan saja cermin lemarimu ini, agar aku bebas terbang kemana saja, dan kau juga tak harus menungguiku setiap malam"
"Apakah kau pikir aku bisa seperti ini terus, sedangkan duniamu dan duniaku berbeda"
"Jika Kang Dahlan mau, ikutlah bersamaku, ke duniaku"Â
Berkata Sisca yang malam itu. Ia keluar dari bayangan cermin dan berdiri di hadapan Dahlan yang terduduk dan tunduk. Sisca berdiri di hadapan Dahlan dengan tatapan tak seperti biasanya.
Ia menatap tajam ke arah Dahlan, dan menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya. Ia tampak cantik tetapi sangat pucat. Matanya cekung membiru dan dingin. Hingga aura dingin tubuh Sisca seakan membuat dingin dan lembab kamar Dahlan.Â
Malam itu, Dahlan seperti tak berani menatap Sisca. Ia berdiri dan berhadap dengan Sisca. Dahlan mencoba memeluk Sisca. Tapi dia hanya memeluk bayangan Sisca yang hampa. Dahlan hanya memeluk angin.
Sisca yang berdiri di depan Dahlan, dengan gaun berwarna putih lusuh itu. Masih tetap bayangan. Sisca tetap hantu gentayangan. Selama cermin dalam kamar Dahlan tak dipecahkan.Â
****
Setahun berlalu, Dahlan masih bertahan di rumahnya itu. Selama setahun itu, orang-orang lalu merasa terganggu. Dianggapnya Dahlan sebagai dukun pemuja setan. Orang-orang merasa ada yang tak beres dengan Dahlan. Maka, orang-orang berencana mendatangi rumah Dahlan. Mereka berencana mengusir Dahlan.Â
Tapi pemilik rumah keberatan. Karena setiap bulannya Dahlan membayar rumah kontrakan itu dengan lancar. Namun karena desakan orang-orang di sekitarnya, pemilik rumah kontrakanpun tak bisa mencegah lagi. Ia berniat mengusir Dahlan.Â
Maka pemilik kontrakan dan orang-orang di sekitar rumah itupun mendatanginya, pada siang itu. Mereka kaget, ternyata bagian dalam rumah itu tampak bersih dan rapi. Tak ada tanda-tanda rumah itu tidak terurus, seperti penghuninya.Â
Namun orang-orang juga heran. Ketika masuk ke dalam rumah, tak ada Dahlan di dalam rumah. Padahal setahu mereka, Dahlan sejak semalam tidak tampak meninggalkan rumah.Â
"Kemana Kang Dahlan ya? Apa dia semalam keluar rumah? " tanya pemilik kontrakan kepada orang-orang yang datang berkerumun.Â
"Gak tahu juga ya, kami perhatikan sampai tengah malam tadi, Dahlan masih didalam. Subuh tadi juga sepertinya di dalam, soalnya kami perhatikan dari semalam sampai pagi, berjaga, tidak kelihatan dia keluar dari rumah ini" Jawab yang lain tak kalah herannya.Â
Orang-orang hanya mendapati seluruh isi kamar masih tampak lengkap, juga bersih dan rapi. Dan juga banyaknya lukisan-lukisan hasil karya Dahlan yang berserak di kamar. Tidak ada yang aneh dengan kamar itu, kecuali aura dingin dan lembab.Â
Kanvas-kanvas lukisan itu sudah penuh dengan lukisan, beberapa juga ada lukisan yang belum selesai. Kamar tergolong tampak bersih dan rapi. Hanya ada beberapa bekas cat warna yang jatuh berceceran di lantai.Â
Semua perlengkapan Dahlan juga terlihat masih lengkap dan rapi. Pakaian dan sepatu dan beberapa barang pribadi Dahlan lainnya. Tidak ada jejak Dahlan meninggalkan rumah.Â
Dahlan tak diketahui kemana rimbanya. Namun selebihnya, tidak ada satupun keanehan, kecuali lukisan seorang wanita yang ada pada cermin lemari di kamar itu. Cermin itu masih terpampang jelas, lukisan seorang wanita bergaun putih lusuh, dengan rambut panjang terurai yang menutupi sebagian wajahnya.
Sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H