Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menata Rumah sebagai Jagat Kecil

7 Oktober 2020   08:13 Diperbarui: 11 Oktober 2020   14:20 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rumah Tradisional (KEMDIKBUD) via Kompas.com

Rumah Sebagai Simbol Jagat Kecil

Sebelumnya dalam soal menata rumah, saya sudah mengudar pengalaman saya make over rumah ala feng shui secara sederhana. Sesuai pesan yang disampaikan sahabat saya yang orang Taiwan itu. Kali ini saya ingin menguraikan pandangan saya soal menata rumah sebagai mikrokosmos. Pandangan ini melihat rumah sebagai representasi jagat kecil (mikrokosmos). 

Leluhur pada zaman dulu, menata rumah sebagai bagian dari kosmos berskala kecil atau mikrokosmos. Ada makna kesejagadan di dalam menata rumah. Maka, menata rumah adalah bagian dari menata keseimbangan alam dan jagat raya. Leluhur Asutronesia dulu, memperkenalkan rumah-rumah panggung. Bukan hanya rumah sebagai tempat ibadah, namun juga rumah untuk tempat tinggal. 

Tradisi rumah panggung yang diperkenalkan Austronesia itu terus berkembang. Rumah panggung berukuran kecil untuk ibadah sholat dan mengaji, dikenal sebagai surau, langgar untuk istilah di Jawa. Selain itu rumah-rumah panggung juga di kenal di banyak wilayah di Indonesia bagian timur. 

Sumber: gegesah.blogspot.com
Sumber: gegesah.blogspot.com
Di Pulau Sulawesi pada umumnyam rumah panggung masih bertahan sampai sekarang. Yang paling menonjol, adalah di Sulawesi Selatan, khususnya rumah tradisional Bugis Makassar, yang ada umumnya berbentuk rumah panggung. Di Maluku, suku-suku adat Nuaulu dan Huaulu di Pulau Seram, juga masih mempertahankan bentuk rumah panggungnya. 

Nah, dalam pandangan Orang Bugis Makassar di Sulawesi Selatan, ataupun di Maluku dengan masyarakat lainnya di Nusantara, memiliki konsep yang hampir sama tentang rumah panggungnya. 

Rumah panggung ditata dan dimaknai sedemikian rupa dan memiliki makna yang masing-masing berdasarkan keteraturan jagat (kosmos). Rumah panggung ini secara vertikal memperlihatkan makna tingkatannya. 

Ini berdasarkan pada falsafah yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat di Nusantara, yang memiliki rumah (adat) berbentuk rumah panggung. Jagat raya, secara vertikal ini memiliki tiga tingakatan, yaitu dunia atas, dunia tengah, dunia bawah. 

Gambar olahan pribadi, ilustrasi hasil riset lapangan
Gambar olahan pribadi, ilustrasi hasil riset lapangan
Tingkatan dunia itu, direpresentasikan rumah panggung itu tadi. Pertama : bagian atas rumah, itu sebagai simbol dunia atas, langit dan dunia suci. Bagian atas rumah ini adalah bumbungan atau plafon dan atap rumah. Di beberapa masyarakat di Nusantara, simbolisasi dunia suci ini, ditunjukkan dengan fungsi bumbungan rumah untuk menyimpan barang-barang pusaka. 

Di Suku Nuaulu, bagian atas bumbungan untuk menyimpan barang-barang pusaka peninggalan leluhur seperti keramik dan benda-benda pusaka warisan leluhur lainnya. 

Kedua: bagian badan rumah atau dunia tengah, tempat manusia atau penghuni rumah beraktivitas. Dunia tengah ini sebagai simbol yang menghubungkan dunia atas, dunia suci, langit, dunia dewa dengan manusia itu sendiri. Dunia tengah, sebagai dunia tengah itu memisahkan dunia atas dengan dunia bawah, yang dianggap pula sebagai dunia kotor. 

Ketiga, bagian bawah rumah panggung, atau biasa disebut pula kolong (istilah Jawa) rumah. Bagian bawah ini sebagai simbol dunia bawah sekaligus dunia kotor. Oleh karena itu di beberapa rumah adat Nusantara, terutama di wilayah nusantara bagian timur,  bagian bawah rumah, ada kalanya sekaligus digunakan sebagai kandang hewan peliharaan.

Adalah Catanese (1986) yang mengatakan bahwa manata ruang adalah menata kosmos, pola ruang  menunjukkan adanya konsep kosmologis, yakni pandangan manusia tentang dunia. Perbedaan antara suci dan kotor, antara manusiawi dan berbahaya atau di dalam dan di luar adalah konsep dikotomi yang penting dalam struktur ruang pemukiman tradisional. 

Make Over Rumah Sebagai Usaha Menata Jagat, Memelihara Tubuh

Nah, itu jika melihat struktur bentuk rumah panggung. Dalam kacamata arkeologi dan antropologi tentang pola tata ruang rumah sebagai simbol jagat raya. Bagaimana dengan tata ruang rumah yang bukan rumah panggung? Baiklah, disini kacamata arkeologi, budaya dan filosofi tentang rumah sebagai tempat tinggal juga memiliki makna sebagai simbol jagat kecil (mikrokosmos).

Baik, saya mengambil satu contoh tentang konsep rumah panggung di Suku Nuaulu. Saya cuplik saja bagian tengah rumah panggungnya, atau dunia tengah, dunia aktivitas manusia. Bagi suku Nuaulu, secara horisontal,  rumah hanya dibedakan menjadi dua yakni ruang publik dan ruang privat. 

Pembedaan ruang secara horisontal memperlihatkan adanya konsep dikotomi, ruang tamu sekaligus dapur di sebelah kiri dapat dianggap sebagai ruang umum atau ruang publik, sementara itu ruang tidur di sebelah kanan dapat dianggap sebagai ruang pribadi (privasi).  

Gambar olahan pribadi. Rumah adat Nuaulu, Marga Sonawe
Gambar olahan pribadi. Rumah adat Nuaulu, Marga Sonawe
Tentu konsep itu berbeda dengan orang lain, dan mungkin tidak bisa digunakan untuk individu lain. Tetapi, dalam konsep mikrokosmos (jagat kecil), rumah bisa diibaratkan sebagai tubuh manusia. Konsep ini, juga hampir berlaku bagi sebagian masyarakat nusantara, terutama yang saya pahami di beberapa wilayah bagian timur Nusantara. 

Sebenarnya, rumah panggung maupun rumah di atas tanah atau bukan panggung, hampir sama konsepnya. Jika rumah panggung, konsep diatur secara vertikal menurut tingkatannya. Rumah bukan panggung diatur pembagian secara horisontal, yaitu bagian depan (dunia depan), bagian tengah (dunia tengah) dan bagian belakang (dunia belakang). 

Jika rumah diibaratkan sebagai tubuh manusia yang berbaring, maka bagian depan atau dunia depan adalah kepala, bagian tengah atau dunia tengah itu badan dan bagian belakang atau dunia belakang itu kaki. Begitupun juga jika dilihatnya tubuh secara vertikal atau berdiri. Jadi, setelah memahami konsep kosmos dan mikrokosmos, kita akan semakin paham, bahwa setiap ruang dalam rumah kita diatur menurut keteraturan jagat raya. 

Kita bisa menata rumah menurut alur filosofi tentang kosmos atau jagat raya. Maka, pada prakteknya, menata rumah itu memiliki pola atau pakemnya. Sejak dulu leluhur mengajarkan itu, dan dari data arkeologi tentang berbagai peninggalan arsitektur tradisional masa lampau, dapat digambarkan dengan terang benderang. Menata rumah laksana menata jagat, juga memelihara atau merawat tubuh kita sendiri. 

Ohya, satu lagi di hampir seluruh dunia, dengan beberapa pengecualian, rumah pada umumnya berbentuk segi empat. Inipun tercipta menurut keteraturan dunia. 

Keteraturan dunia dimaksud, bahwa bentuk persegi empat rumah, selain sebagai simbol orientasi arah mata angin; utara, selatan, barat dan timur. Juga simbol empat anasir penciptaan jagat raya, yaitu tanah, air, api dan udara. Artinya, keseluruhan jagat raya dalam rumah kita, itu dibentuk memenuhi keempat unsur itu. 

Baik, saya akan memulai pertama kali bagaimana menata rumah sebagai tubuh dalam konsep jagat kecil. Setiap rumah memiliki ruang pembeda. Dunia atas atau dunia depan atau kepala, dibedakan atau tidak bisa bercampur baur dengan dunia tengah atau badan. Juga tidak mungkin dicampur adukkan dengan dunia bawah atau dunia belakang, atau bagian belakang atau kaki .

Dunia depan, bagian depan sebagai kepala, misalnya ruang tamu dan beranda. Itu selain simbol dunia depan, atau bagian depan, juga sebagai ruang publik. Menata ruang publik, tentu harus memiliki akses yang mudah dilalui setiap orang, baik penghuni maupun tamu.

Dalam ruang publik, anasir air dan udara sebaiknya terlihat dan dapat diakses leluasa. Ventilasi udara, ruang tamu dan unsur air misalnya akuarium di ruang tamu bisa disediakan. Apalagi di zaman pandemi, jangan lupa di bagian beranda disediakan westafel portabel ataupun kran air untuk cuci tangan. 

Dalam konsep masyarakat masa lampau, padasan di rumah-rumah tradisional masyarakat Jawa, justru sebagai simbol kesucian. Bahkan masjid-masjid kuno di Maluku, tempayan-tempayan air berada di beranda masjid. Maknanya manusia harus suci dulu atau niat suci sebelum memasuki masjid ataupun rumah. Untuk memenuhi unsur air, bisa pula bagian beranda dan taman depan, jika memungkinkan ada tersedia kolam ikan. 

Makna kontemporer, rumah sebagai tubuh, diwujudkan dengan aktivitas kita biasanya mempercantik beranda dan ruang tamu dengan berbagai dekorasi interior. Itu layaknya kita mempercantik diri, agar terlihat cantik atau tampan di mata orang lain. 

Dunia tengah, dalam konsep kosmos bagian tengah itu dunia manusia atau badan. Juga dimaknai sebagai ruang privat dalam pembagian ruang secara horisontal. Selanjutnya, kita menata bagian tengah atau badan rumah, seperti ruang keluarga, kamar tidur, ruang makan dan dapur. Semua itu bisa dikelompokkan ke dalam dunia tengah rumah kita. Atau dalam konsep tubuh, itu sama dengan bagian badan kita.  

Bagian tengah rumah, terdiri dari ruang tengah atau ruang keluarga, kamar tidur dan ruang makan. Secara simbolik merupakan dunia tengah, dunia aktivitas manusia sekaligus ruang privat yang harus di pisahkan dengan ruang tamu atau dunia depan dan dunia belakang seperti toilet, kamar mandi dan tempat mencuci. 

Bagian tengah rumah, sebagai ruang aktivitas kita sehari-hari ditata sedemikian rupa, agar terpisah dengan ruang belakang atau dunia belakang, seperti dapur dan toilet. 

Sebenarnya ruang dapur dalam konsep kosmos, itu termasuk bagian tengah, atau ruang aktivitas manusia. Sebaiknya itu satu kelompok atau satu kluster dengan ruang keluarga dan kamar tidur. Meskipun mungkin kebanyakan dari kita sekarang, dapur itu langsung terhubung dengan kamar mandi atau satu bagian ruang tanpa dinding pembeda. 

Dunia belakang. Sementara simbol dunia belakang menyisakan satu bagian yakni, toilet, tempat cuci pakaian dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan dunia belakang, misalnya taman belakang. Meskipun dalam praktiknya, seringkali kita tidak bisa mengikuti secara ketat pembedaan ruang sebagaimana konsep menata kosmos. 

Namun sebaiknya bisa diusahakan mendekati penataan ruang seperti menata jagat. Kluster atau kelompok dunia depan atau kepala dalam konsep tubuh (beranda dan ruang tamu) dan terpisah dengan dunia tengah atau badan (ruang keluarga, kamar tidur, ruang makan, dan dapur). Juga dengan dunia belakang atau kaki (toilet dan tempat mencuci). Dalam konsep itu, taman belakang sesungguhnya tidak harus ada, kecuali makna kontemporer untuk pemanis atau penghias dunia belakang. 

Mari menata rumah, seperti menata jagat raya, seperti merawat tubuh kita. 

Salam budaya... salam lestari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun