Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Feng Shui yang Bikin Hoki, Belajar dari Pengalaman Pribadi Merombak Rumah

3 Oktober 2020   02:52 Diperbarui: 6 April 2021   14:45 6504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekas rumah saya, terilhat sumur di bagian depan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

" Mas Wuri, rumah Mas Wuri kurang unsur air, jadi kesannya terasa panas, sebaiknya di depan kamar Mas Wuri diletakkan sebuah akuarium, biar kecil, tidak apa-apa, yang penting terlihat lebih segar karena ada aquarium, ada air. Ohya, sebaiknya kamar Mas Wuri di bagian depan dan jangan menempati kamar yang berbatasan langsung dengan dapur"

Saya selalu teringat kata-kata sahabat saya, seorang Taiwan bernama Chung Ching Shiung. Dia adalah seorang mahasiswa doktoral, Universitas Washington. 

Sewaktu saya kenal di awal tahun 2010, dia sedang melakukan penelitian arkeologi di Maluku untuk doktoralnya di Amerika Serikat. Saat ini dia bekerja sebagai salah satu dosen arkeologi di Taiwan. Meskipun sudah lama sekali tidak bertemu dengannya, tapi kami masih sering saling menyapa melalui akun Facebook. 

Suatu ketika, dia bertandang di rumah kontrakan saya di Kota Ambon, saat saya masih bekerja di Balai Arkeologi Maluku, yang berkedudukan di Ambon. 

Rumah kontrakan saya terletak di sebuah perkampungan atau pemukiman padat penduduk di Air Salobar, Keluarahan Nusaniwe Ambon. Sengaja, saya mengundang dia ke rumah, di sela-sela rehatnya melakukan analisis temuan arkeologinya di kantor. 

Saya sengaja mengundangnya untuk makan siang di rumah. Sekaligu ngopi dan santai sejenak di rumah. Sekian minggu dia sudah di Maluku dan mengerjakan analisis arkeologinya, belum sempat ke rumah. Kesempatan itu saya mengajaknya untuk makan siang dan memperkenalkannya ke istri saya. 

Pertama kali bertandang ke rumah, dia melihat-melihat setiap sudut rumah saya. Dia yang ramah dan bersahabat itu, saya biarkan melihat-lihat rumah saya. Keakraban kami membuat kami seperti tidak berjarak. Sayapun tidak tersinggung sewaktu dia melihat keliling seisi rumah kontrakan saya yang kecil dan berantakan itu. 

Ilustrasi konsep feng shui rumah. Sumber: https://jambi.tribunnews.com/
Ilustrasi konsep feng shui rumah. Sumber: https://jambi.tribunnews.com/
Rumah kontrakan saya memang terbilang kecil dan sangat sederhana. Maklum sebagai PNS yang masih staf bawahan, tentu saya mengontrak rumah dengan harga yang terjangkau isi kantong.

Staf bawahan, mana mungkin mampu mengontrak rumah yang mahal. Apalagi waktu itu, gaji saya masih terbilang sangat kecil, sepertinya. Tidak cukup mampu rasanya, membayar kontrakan, kalau harganya mahal.

Chung Ching sahabat saya itu mengatakan, aura rumah saya kurang bagus. Menurut pandangan feng shuinya, rumah saya terkesan panas dan ada aura yang kurang positif. 

Ohiya, waktu itu saya sudah setahun lebih menikah, dan belum juga dikarunia anak. Mungkin tidak ada hubungannya, namun saya akan ceritakan, bagaimana setelah saya mengikuti saran sahabat saya itu. Sebentar, di bagian setelah ini saya akan ceritakan. 

Sebenarnya, saya tidak paham atau awam soal feng shui. Namun pengalaman pribadi menuruti nasehat sahabat saya itu, seakan jadi pedoman saya, setiap kali menempati rumah baru. Meki rumah kontrakan sekalipun. Selalu saja, saya berusaha meletakkan unsur air di dalam ataupun di luar rumah. 

Paling tidak untuk beberapa kali pindah rumah kontrakan, saya meletakkan akuarium kecil di depan kamar. Ataupun di ruang tamu. Nah untuk akuarium ini, biasanya saya letakkan di bagian yang menghadap pintu keluar rumah. 

Kebetulan waktu tahun 2011 itu, rumah kontrakan saya yang kecil itu. Pintu kamar, di bagian depan yang pintunya menuju ruang tamu. Nah, di bagian depan pintu kamar saya, yang juga sekaligus di bagian ruang tamu itu, saya letakkan akuariaum kecil. 

Jadi, antara kamar yang langsung berbatasan dengan ruang tamu. Akuarium di letakkan di bagian depan kamar, sekaligus letak akuarium itu menghadap langsung ke pintu keluar atau pintu ruang tamu, menuju teras. 

Di buku-buku ataupun di internet, pasti anda banyak temukan tentang berbagai tip fengshui yang bisa anda temukan. Tapi sungguh, saya tidak begitu tertarik soal itu. Hanya saja, pengalaman ini saya ceritakan untuk anda karena betul-betul pengalaman pribadi. Hanya ada tiga tip yang saya bisa sampaikan untuk anda, berkaitan make over rumah anda.

Pertama, letakkanlah akuarium di bagian depan kamar tidur anda. Usahakan letak akuarium itu dapat terlihat dari luar, ketika pintu depan di buka. 

Pintu depan adalah pintu ruang tamu menuju ke beranda atau teras. Jadi begitu pintu depan di buka, orang dari luar bisa langsung melihat akuarium anda, yang terletak di depan kamar anda. Atau di ruang tamu. Biasanya itu adalah kamar tidur utama. 

Kedua, usahakan tidak menempatkan kamar tidur anda, berbatasan dengan dapur. Menurut Chung Ching, sahabat saya itu, di dapur itu pasti ada kompor. 

Artinya ada unsur api disitu. Jadi janganlah menempatkan kamar anda, yang berbatasan langsung dengan dapur atau ruangan yang ada unsur apinya. 

Ketiga, jika anda butuh untuk membuat sumur, tidak ada salahnya anda membuat sumur di bagian depan rumah, usahakan letaknya di bagian depan kamar utama atau di dekat teras atau halaman depan. 

Untuk tip ketiga ini, sepertinya, berbau klenik. Oleh karena itu untuk menghindari unsur klenik, sebaiknya tidak perlu anda lakukan. Namun, jika memang anda membutuhkan sumber air utama, berupa sumur, mungkin tidak ada salahnya saran itu dipraktekkan. Sepanjang memang rumah anda membutuhkan sumur. Jika tidak, ya tidak usah!

Selain itu, saran atau tip ketiga itu, bukan saran feng shui sahabat saya. Namun, hanyalah praktek yang saya lakukan untuk menambahkan unsur air di lingkungan rumah saya. Sumber air, yang saya hadirkan dari lingkungan rumah saya sendiri. Bukan sumber air dari lingkungan lain, semisal Air PAM. 

Setelah menguraikan tiga tip feng shui, berdasar pengalaman pribadi di atas. Seperti janji saya sebelumnya, saya akan menceritakan pengalaman pribadi, yang berhubungan dengan tiga tip di atas.

Mengikuti saran sahabat saya itu. Ini sepertinya hoki, boleh percaya boleh tidak. Bisa jadi memang hoki, atau kebetulan belaka. Yang pasti saya memperoleh keberuntungan beruntun.

Yang membuat saya semakin bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Memberi. Juga saya percaya betul konsep keseimbangan sebagaimana nilai-nilai dalam fengshui. 

Saya akan menceritakan keberuntungan-keberuntungan dalam hidup saya. Yang kebetulan, setelah saya selalu mengikuti saran feng shui sahabat saya itu. Yaitu tentang bagaimana menata dan menempati ruang di dalam rumah kita. Sekali lagi ini mungkin kebetulan belaka. Tapi ada hikmah yang saya peroleh. Bahwa nilai-nilai keseimbangan, sebagaimana dalam konsep feng shui, mendorong saya untuk mempedomaninya. 

Seperti yang saya ceritakan di atas, di awal tahun 2010 itu, saya sudah berumah tangga sudah sekitar 1 tahun 8 bulan. Saya belum dikarunia anak. Menurut sahabat saya itu, mungkin unsur bagian rumah saya itu, aura kurang positif. Kamar saya waktu itu di bagian yang berbatasan dengan dapur.

Sementara kamar depan atau kamar utama tidak saya tempati, karena terlalu kecil. Maklum rumah kontrakan saya itu hanya terdiri dari dua kamar. Kamar utama, di bagian depan justru ukurannya kecil, sehingga saya dan istri kurang nyaman menempatinya.

Sesuai saran sahabat saya itu, akhirnya saya dan istri menempati kamar depan itu. Lalu di bagian depan kamar kami itu, saya letakkan akuarium kecil. 

Entah kebetulan atau memang saran sahabat saya itu membawa hoki. Satu bulan lebih beberapa hari setelah itu, istri saya mengandung anak pertama saya.

Seorang bayi perempuan yang lahir di Bulan Juni tahun 20011. Ini keberuntangan pertama menurut saya. Iya, sebut saja ini memang kebetulan, namun bagi saya ini seperti keberuntungan, hoki.

Walaupun mungkin bukan faktor feng shui rumah saya itu, namun saya percaya tentang konsep dan nilai-nilai keseimbangan dalam feng shui. Rejeki dari Tuhan. 

Tetapi nilai-nilai feng shui, mengajarkan keseimbangan. Memberi dan menerima. Berusaha dan berdoa. Mengingat Ilahi dan menjalankan usaha duniawi. Keseluruhan praktek keseimbangan itu, memberikan sugesti yang kuat dalam kehidupan saya. 

Baiklah, saya akan menceritakan kisah berikutnya. Di tahun berikutnya, yakni di tahun 2011. Waktu itu saya pindahan kontrakan, karena kebutuhan setelah ada anak pertama saya dan juga membutuhkan seorang asisten rumah tangga. Praktek menata rumah kontrakan baru, masih mengikuti saran feng shui sahabat saya itu. 

Di tahun 2011 itu, kebetulan pengumuman di salah satu website sebuah universitas di luar negeri. Pengumuman itu berisi tentang bantuan dana hibah bersaing untuk para arkeolog pemula. Saya lalu mencoba membuat sebuah proposal penelitian arkeologi melalui mekanisme hibah bersaing itu. 

Dana hibah bersaing itu disediakan oleh sebuah lembaga di Asutralian National University (ANU) di Asutralia. Beberapa bulan setelah saya mengirimkan proposal itu, saya mendapat email dari lembaga itu bahwa proposal saya lolos seleksi dan berhak menerima dana hibah penelitian itu. Bagi saya ini adalah keberuntungan kedua kalinya setelah mengikuti saran feng shui itu. 

itu mungkin tidak hubungan langsung dengan feng shui rumah saya. Tetapi saya seperti percaya, bahwa rentetan keberuntungan itu waktunya berkesinambungan setelah saya mengikuti saran feng shui sahabat saya itu. Saya menempati rumah kontrakan itu selama tiga tahun sampai tahun 2014. 

Setelah sejak 2006 pindah-pindah rumah kontrakan. Menjelang akhir 2014 itu saya membeli lahan, yang tidak begitu besar di sebuah pemukiman yang jauh dari kota.

Dari sejak membeli lahan, sampai selesai membangun rumah itu, saya membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Membangun pelan-pelan, sesuai isi kantong. Sambil tetap menempati rumah kontrakan.

Di akhir tahun 2015, yakni di Bulan Desember, saya mulai menempati rumah pribadi. Saat mulai membangun rumah itu, seharusnya saya merencanakan membuat sumur untuk sumber air.

Namun, tidak segera saya lakukan. Disamping masih ada air PAM, juga isi kantong sudah terkuras untuk rumah. Pada saat menempati, saya masih menggunakan Air PAM, yang mengalir dua sampai tiga hari sekali. 

Bekas rumah saya, terilhat sumur di bagian depan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Bekas rumah saya, terilhat sumur di bagian depan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Bekas rumah saya di Ambon, terlihat sumur di bagian depan kamar utama. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Bekas rumah saya di Ambon, terlihat sumur di bagian depan kamar utama. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Kebutuhan akan sumber air utama, semakin mendesak, karena air PAM tidak lancar. Setelah beberapa bulan menempati rumah yang baru di bangun itu, akhirnya saya memutuskan untuk membuat sumur sendiri sebagai sumber air utama. Karena air PAM, tidak menjanjikan di daerah rumah saya yang baru itu. 

Di Ambon ada istilah pawang sumur. Biasanya ada seorang yang ahli menentukan area yang kemungkinan memiliki sumber air yang melimpah. Maka saya panggilah seorang pawang sumur yang kebetulan tinggal dekat situ. Seorang kakek, Tete Boge biasa dipanggilnya.

Dia memilih tempat di sekitar rumah untuk digali tanahnya untuk dibuat sumur. Saya menginginkan menggali tanah untuk sumur di bagian depan, di depan bagian luar kamar tidur utama. Atau setidaknya dekat teras.

Saya masih ingat pakem feng shui sahabat saya, di tahun 2010 lalu. Secara kebetulan pawang sumur itu juga menunjuk area di bagian depan rumah, yang sebenanynya hanya menyiskaan lebar tanah tidak sampai dua meter lebarnya.

Akhirnya atas saran Tete Boge, tanah digali di bagian depan. Persis di depan kamar tidur utama, atau samping teras. Disitulah letak sumur di rumah saya pribadi di Ambon.

Dua bulan setelah kami memiliki sumur sebagai sumber air utama di rumah kami, sekitar bulan Juni 2016, istri saya mengandung anak saya yang kedua. Tepat 14 Januari 2017, anak kedua saya, seorang bayi laki-laki lahir.

Rumah saya di Ambon itu, sudah saya jual. Saat saya iklankan penjualan rumah saya itu, saya sampai kewalahan menjawab banyaknya messeger dan WA, yang berminat membeli rumah saya itu. Namun akhirnya, saya justru menjualnya ke sahabat saya, teman se-kantor sebelumnya. Semoga sahabat saya itu, selalu diberi keberuntungan, karena sudah berkenan membeli rumah saya itu. 

Kini, sejak pindah tugas, walaupun saya tugas di Manado, keluarga memutuskan membangun rumah di kampung halaman. Di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Saat ini saya merintis merenovasi rumah tua, rumah masa kecil saya. Karena itu adalah rumah ibu saya, yang saya take over, atas permintaan ibu. 

Saya tahu benar, rumah itu akan membawa hoki. Sejak kecil saya tahu, rumah itu memiliki sumur di halaman. Sumur, itu rencananya akan saya sulap atau kamuflase, sehingga tidak tampak benar-benar sumur. Saya ingin sulap, menjadi tampak seperti taman air mancur dan di dekatnya saya buat kolam ikan ataupun kolam renang, jika memungkinkan. 

Tapi menambahkan unsur air di depan rumah sudah saya rencanakan dari awal. Meskipun pada dasarnya unsur air sudah ada, jauh sebelumnya. 

Yaitu sumur yang sudah ada sejak saya belum lahir. Bagian-bagian dalam rumah, saya juga rencana rombak, agar tidak ada kamar tidur yang dindingnya menempel dengan dapur. 

Mengikuti pengalaman feng shui yang paling sederhana, yang saya ketahui. Pengetahuan dari seorang sahabat, seorang Taiwan itu, juga pengalaman yang saya praktekkan selama ini. 

Akhirnya, saya ingin katakan, bahwa hoki saya adalah kebetulan belaka. Dan hidup saya mengalir, ada pasang surut. Ada hoki, atau keberuntungan, ada pula ujian. Semuanya adalah bagian dari keseimbangan hidup. Hidup saya biasa-biasa saja.

Jikapun sahabat saya memberi saran tentang feng shui dan saya praktekkan untuk feng shui rumah saya. Hoki yang saya terima, itu kebetulan belaka. Namun soal keseimbangan hidup itu bukan kebetulan. Tetapi konsep untuk kita mengelola hidup juga tentang bersyukur. 

Jadi bukan semata-mata soal feng shuinya yang saya percaya. Namun hikmah tentang konsep keseimbangan yang saya yakini, sebagai bagian cara kita mengelola hidup. Sebenarnya satu yang penting, bahwa seharusnya kita selalu merasa mendapat keberuntungan, bilamana senantiasa kita bersyukur. 

Persabahatan saya dengan seorang Chung Ching Shiung seorang Taiwan itu, murni ini soal kemanusian. Dan jika dia memberikan pencerahan tentang Feng Shui, semata-mata bukan soal feng huinya.

Namun konsep yang ada pada feng shui yang membuat saya sepertinya semakin meyakini. Yaitu soal keseimbangan. Ilahi dengan duniawi. Doa dan usaha. Itulah inti dari keberuntungan. Ini soal bersyukur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun