Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Situs Arkeologi yang Cemas, di Tengah Eksploitasi Tambang Emas

28 September 2020   13:42 Diperbarui: 30 September 2020   10:00 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapasitas Tambang PT. MSM. Sumber: dpr.go.id

Indonesia kaya tambang emas. Anda semua tahu kan dan pasti sudah banyak mendengar soal itu? Sekarang Anda tahu berapa jumlah perusahaan emas yang beroperasi di Indonesia, terutama di wilayah Indonesia bagian timur? 

Silakan berselancar saja di dunia maya, maka Anda akan tahu perusahaan tambang emas apa saja dan di mana saja yang saat ini tengah beroperasi. Mengeksploitasi lahan, menggali, mengebor dan melubangi tanah pertiwi untuk sebongkah emas.

Lalu, kekayaan itu untuk siapa? Silakan jawab sendiri

Artikel ini, tidak bermaksud menjelaskan perihal perusahaan tambang emas yang tengah beroperasi. Saya sendiri awam.

Tapi saya ingin mengungkapkan beberapa keresahan warga di seputar tambang, terutama tentang situs-situs arkeologi, situs-situs budaya yang terancam.

Kali ini saya ingin membahas dua fenomena keterancaman keberadaan situs arkeologi di wilayah Minahasa dan di Halmahera. 

Saya tidak bermaksud banyak mengulas sedekat apa keberadaan situs-situs itu dengan areal tambang emas.

Namun dari beberapa survei arkeologi dan wawancara dengan penduduk setempat, sedikit banyak saya memahami bahwa areal konsesi tambang emas itu suatu saat nanti bisa menggusur situs budaya yang dipercaya menyimpan warisan kekayaan budaya leluhur, penanda sejarah leluhur, dan juga jati diri bangsa sekaligus kebanggaan masyarakat setempat atas kekayaan warisan budaya leluhur. 

Pertambangan Emas dan Keberadaan Situs Kampung Tua Kao di Halmahera Utara, Maluku Utara

Wilayah Kecamatan Kao yang disebut dengan Tanah Kao merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Halmahera Utara, yang beribukota di Tobelo dan dikenal dengan sebutan Bumi Hibualamo.

Di wilayah Tanah Kao, yang kaya sumber daya alam itu, ternyata tersembunyi sebuah situs kampung tua.

Tidak banyak orang tahu keberadaan situs yang sangat penting itu, kecuali beberapa tetua kampung dan segilintir pemuda yang peduli.

Suatu ketika, saya bersama tim arkeologi Balai Arkeologi Maluku, pada 2015, melakukan penelitian arkeologi di sana.

Sebelumnya tidak ada satupun arkeolog pernah kesana meneliti secara lebih datail. Saya dan tim beruntung bisa menemukan sebuah situs kampung kuno, di wilayah pedalaman, di Daerah Aliran Sungai (DAS), pertemuan Ake Jodo (Sungai Jodo) dan Sungai Aer Kalak. 

Situs Kampung Kuno Kao, di tengah hutan, memperlihatkan adanya batu-batu umpak bangunan, Sumber: Balar Maluku/Wuri Handoko
Situs Kampung Kuno Kao, di tengah hutan, memperlihatkan adanya batu-batu umpak bangunan, Sumber: Balar Maluku/Wuri Handoko

Komunitas orang Kao, dapat dirunut ke belakang sebagai komunitas cikal bakal dari komunitas-komunitas lainnya seperti Tobelo, Galela dan juga Loloda.

Menurut tradisi tutur setempat, identitas asal-usul komunitas yang sekarang bermukim di wilayah Halmahera Utara dapat dirunut ke belakang, semuanya berasal di wilayah Telaga Lina, sebuah wilayah yang termasuk dalam wilayah daratan Tanah Kao sekarang. 

Wilayah Kao terletak di pesisir timur Halmahera Utara, dan satu dari sekian wilayah di bagian utara Pulau Halmahera yang kaya sumber daya, baik alam maupun sumber daya budaya.

Ragam tinggalan budaya bersinggungan erat dengan kekayaan sumber daya alam, berupa tambang emas. Eksploitasi tambang sudah lama berlangsung, kira-kira sejak pertengahan tahun 90-an.

Tanah Kao, wilayah yang kaya sumber daya alam, namun dilupakan jejak peradabannya.

Kao adalah wilayah Halmahera yang dalam literatur tidak banyak diungkap, padahal jejak peradaban masa prasejarah ditemukan di sana.

Dalam masa sejarah, Tanah Kao tidak dapat dipisahkan dari identitas asal-usul komunitas suku di Halmahera. 

Namun, namanya kalah kesohor dibanding Tobelo dan Galela yang dikenal dalam sejarah Kerajaan Moro.

Telaga Lina adalah sebuah lokasi di pedalaman Tanah Kao, disebut-sebut sebagai tanah asal-usul suku yang bermukim di Halmahera Utara, yang diantaranya suku Tobelo, Galela, Kao, dan suku-suku lainnya. 

Asal-usul identitas etnis Halmahera utara adalah cikal bakalnya lahir di Tanah Kao. Namun sekali lagi, hal ini tidak banyak diungkap dalam berbagai literatur sejarah.

Sebentar. Kali ini saya tidak sedang mengulas temuan arkeologi saya beberapa tahun lalu. Saya ingin membincangkan sisi lain dari dunia arkeologi yang saya jumpai. Tentu, tanpa meninggalkan obyek arkeologi yang saya teliti. 

Justru apa yang saya bahas ini adalah karena kepedulian saya dengan situs-situs arkeologi, yang kadangkala dilupakan. Kalaupun diingat hanya sambil lalu. Diperhatikan seadanya. Begitu ada yang lebih menguntungkan, maka situs arkeologi akan diabaikan. 

Iya, saya ingin membincangkan situs-situs budaya, situs arkeologi yang terancam keberadaannya.

Salah satunya adalah situs kampung kuno Kao, di Halmahera Utara. Untuk ulasan khusus, tentang situs, mungkin akan saya paparkan di lain kesempatan. 

Tapi saya ingin membincangkan potensi keterancamannya karena pesatnya perkembangan industri tambang di wilayah Kecamatan Kao. Tepatnya tambang emas.

Tentu ini menjadi kecemasan bagi saya sebagai arkeolog, karena seringnya situs arkeologi menjadi korban. 

Dimusnahkan atas nama pembangunan dan peningkatan ekonomi. Ekonomi siapa?

Baiklah saya setuju pemerintah dan tentu masyarakat. Bisakah tanpa mengorban identitas budaya dan sejarah kita. Tanpa mengorbankan situs budaya, situs arkeologi?

Pulau Halmahera, adalah salah satu pulau dengan kandungan tambang dan mineralnya yang potensial di wilayah Maluku Utara. Nikel di Halmahera Timur, tepatnya di Kecamatan Weda dan tambang emas, di Kecamatan Kao, Halmaera Utara.

Saya ingin membahas tentang situs arkeologi di Kecamatan Kao, Halmahera Utara di tengah pesatnya eksploitasi tambang emas oleh perusahaan tambang emas, PT. NHM. 

Iya, PT ini adalah perusahaan tambang emas terbesar yang beroperasi di wilayah Kecamatan Kao, Kabupaten HalmaheraUtara.

Dengan wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas, 29Ha, PT ini merupakan perusahaan tambang yang memiliki area konsesi yang paling luas dibanding perusahaan lainnya. Khusus untuk tambang emas. Selain PT NHM, juga beroperasi PT KAO Raya Berlian dan PT. Sinar Kasih. 

Sumber : Infografis Harian Halmahera / https://harianhalmahera.com/
Sumber : Infografis Harian Halmahera / https://harianhalmahera.com/
Zulkifli Toekan yang saat saya bertemu di tahun 2015, berumur sekitar 60 th. Ia adalah salah satu tokoh adat di Desa Kao, yang mencemaskan soal tambang emas. 

Cemas, karena menurutnya situs kampung tua Kao, yang menyimpan sejarah tentang wilayah ulayat Kao, terancam keberadaannya.

Iya, menengarai situs kampung tua, di mana ditemukan jejak-jejak permukiman Orang Kao, sebelum mereka pindah ke pesisir itu suatu saat nanti tinggal cerita. 

Desa kao, yang sekarang adalah desa baru yang dihuni setelah tahun 1904, karena di relokasi oleh Belanda.

Sebelumnya, mereka tingga di situs kampung tua itu. Situs kampung tua Kao, adalah situs pemukiman pertama, ketika berkembang pengaruh Islam di abad 16 M. 

Situs kampung tua Kao, yang di dalamnya banyak terdapat makam-makam tua leluhur Kao, itu bisa tergerus alat berat yang akan membongkar tanah, untuk mengambil emas.

Mungkin kecemasan Zulkfli berlebihan, tetapi bisa juga jadi kenyataan. Ia memperkirakan, bahkan meyakini, bahwa wilayah situs Kao, itu akan dirambah juga oleh perusahaan tambang emas. Suatu saat nanti. 

"sekarang belum, tapi 5-10 tahun lagi, tidak tertutup kemungkinan, situs ini akan hilang," demikian kata Zulkfili Toekan, seorang tetua adat, yang sangat dihormati di Desa Kao.

Menurutnya, sejarah orang Kao saat ini, semuanya tersimpan di situs Kampung Tua itu. 

Sayangnya, tim penelitian arkeologi, tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mengetahui peta wilayah konsesi tambang, yang bisa kami cocokkan dengan peta sebaran situs arkeologi di wilayah Kecamatan Kao, utamanya di Situs Kampung Tua Kao. 

Tanda-tanda ke arah iotu sebenarnya ada, apalagi situs Kao, sampai sekarang tidak banyak yang peduli. Bahkan pemerintah Kabupaten Halmahera Utara sendiripun, dianggap tidak peduli.

Kecuali hanya satu situs, yaitu Situs Makam Kuno Syekh Al Mansyur saja yang dilindungi dan ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

Selebihnya, situs inti lainnya, yakni situs kampung tua dan beberapa makam kuno lainnya, berserak begitu saja. 

Tanpa perlindungan pemerintah, suatu saat situs kampung tua ini akan terabaikan dan hilang. Begitu kekhawatiran Zulkifli Tukan, melihat kondisi yang ada.

Lepas soal kepentingan pembangunan dan kesejahteraan, masyarakat juga butuh lestarinya sumber daya budaya.

Sebab, jika potensi tambang suatu saat akan habis, sumber daya budaya takkan pernah lekang di makan zaman. Jika saja kita mampu melestarikan dan mengelolanya. 

Situs Minawanua Linekepan dan Kecemasan Soal Eksploitasi Tambang Emas Likupang, Sulawesi Utara

Selain Maluku Utara, pertambangan juga melaju pesat di wilayah tanah Minahasa, Sulawesi Utara. Tepatnya di wilayah Likupang, Kabupaten Minahasa Utara. 

Salah satu perusahaan tambang yang mengekploitasi sumberdaya alam di Bumi Minahasa, adalah perusahaan tambang emas PT. PT Meares Soputan Minning (MSM) dan PT. Tambang Tondano Nusajaya (TTN)

Sejarah pertambangan emas di wilayah Likupang, Minahasa utara, berdasarkan sumber laporan DPR, terbilang sudah sangat lama.

Dimulai sejak tahun 1986 dan hingga kini berlangsung. Dengan izin produksi dimulai sejak 2011-2041. Lebih jelasnya dapat dilihat dari dokumen berikut : 

Sejarah tambang di Minahasa Utara. Sumber: dpr.go.id
Sejarah tambang di Minahasa Utara. Sumber: dpr.go.id
Kapasitas Tambang PT. MSM. Sumber: dpr.go.id
Kapasitas Tambang PT. MSM. Sumber: dpr.go.id
Bagi masyarakat, adanya konsesi tambang, merupakan berkah tersendiri. Karena penyerapan tenaga kerja juga menguntungkan.

Namun kekhawatiran dan kecemasan warga, di beberapa aspek, tetap saja terjadi. Aspek yang paling dicemaskan adalah soal keberadaan situs-situs kampung tua di wilayah adat Likupang. Dimana kampung kuno dan sebaran waruga terdapat di dalamnya. 

Dengan luasan wilayah konsesi tambang, menurut beberapa pemuka adat, pihaknya mensinyalir, kebaradaan situs-situs waruga di lokasi-lokasi tanah adat, yang saat ini belum dipindahkan bisa terancam keberadaannya.

Satu sisi masyarakat juga mengharapkan, adanya penataan kawasan situs waruga, sebagai taman purbakala situs waruga yang dilindungi. 

Saat ini situs waruga yang dilindungi hanya ada di dua tempat yaitu situs waruga Air Madidi Bawah dan Situs Waruga Sawangan, yang sudah diakui sebagai Situs Taman Cagar Budaya Waruga.

Sementara masih banyak waruga-waruga yang masih terdapat di tempat aslinya, yang belum mendapat perhatian dari pemerintah untuk dilindungi.

Salah satunya adalah sebaran waruga di situs kampung tua Minawanua Linekepan. 

Baca juga : Minawanua Linekepan: Situs Kampung Tua Likupang, Minahasa Utara yang Butuh Kepedulian

Di wilayah Linekepan Tounsea Minahasa Utara terdapat beberapa lokasi waruga, yaitu: lokasi di desa Likupang Satu dan desa Likupang Dua, Sarawet Ure dan Sosolongan (desa Paslaten sekarang), Tula tula (desa Sarawet sekarang), Kokoleh Satu (Kamanga), Kokoleh Dua (Papanaan), desa Batu, desa Werot yang tersebar dipekarangan pekarangan rumah maupun di perkebunan, baik yang diatas tanah maupun yang telah tertimbun. 

Selain itu juga masih banyak waruga-waruga yang belum dipindahkan dari lokasi asalnya. Yakni di wilayah-wilayah adat Linekepan (Likupang) baik di hutan, perkebunan, di bantaran sungai dan sebagainya. 

Waruga di situs kampung tua Likupang. Sumber: Balar Sulut/Wuri Handoko
Waruga di situs kampung tua Likupang. Sumber: Balar Sulut/Wuri Handoko
Khusus, untuk kampung tua Minawanua Linekepan, pihak Adat Doyot Likupang (ADL) berharap, lokasi waruga disitu dapat tetap dilestarikan, jika memungkinkan waruga-waruga yang terancam keberadaannya, ditempatkan menyatu dalam area Minawanua, sehingga terdapat kompleks taman waruga Minawanua Linekepan, area khusus untuk menyelematkan waruga-waruga peninggalan leluhur Minahasa, di wilayah ulayat atau wilayah adat Likupang. 

Menurut dr James Lengkong, salah satu tonaas (kepala adat) Tonaas Tuama Linekepan, keberadaan pertambangan emas dikhawatirkan, akan menggusur situs-situs waruga itu, nanti pada waktunya.

Ia berharap, setidaknya pemerintah memberi kepedulian tidak hanya soal peningkatan ekonomi dan pembangunan dengan beroperasinya tambang emas itu.

Namun, juga memperhatikan keberadaan dan melestarikan situs-situs budaya yang ada di wilayah adat Likupang.

James Lengkong yang juga Ketua ADL, mengkhawatirkan keberadaan situs-situs waruga yang sampai saat ini masih berserak, belum dilindungi dan belum ditata, yang tersebar di wilayah-wilayah adat Likupang.

Dan kemungkinan terancam keberadaannya, jika perluasan areal konsesi tambang emas berjalan. 

Bagi penggiat warisan budaya Adat Doyot Likupang (ADL) pihaknya berharap, perusahaam tambang tetap memperhatikan dampak lingkungan dan dampak terhadap warisan budaya dari leluhur (dotu) Likupang. 

Mereka khawatir, dampak pembangunan tambang, yang akan mengorbankan warisan budaya waruga yang tersebar di beberapa wilayah Likupang, yang beberapa diantaranya berada di areal tambang emas.

Antisipasi dengan memberikan lahan yang tertata untuk Situs Taman Cagar Budaya Waruga Likupang, diharapkan dapat melindungi keberadaan obyek budaya waruga.

Karena bagaimanapun jatidiri Orang Minahasa, khususnya di wilayah adat Likupang, ada di situs kampung tua, dimana tersebar waruga, sebagai simbol budaya masyarakat Minahasa pada umumnya. 

Salam budaya...salam lestari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun