Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kidung Jiwa Selarik Awan

23 September 2020   23:31 Diperbarui: 23 September 2020   23:44 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisiku adalah tentang duka yang disembunyikan malam pada selarik awan. Menyaru bahagia pada detik-detik perjumpaan hujan. Mengibas awan seputih kapas pada semburat purnama. Lalu sekilat petir dan selemparan guntur menyambar kemilau di puncak semesta. 

Maka dalam bayangan remang jiwa yang bertanya. Puisiku menengadah pada langit yang memburam luka. Seperti belantara waktu yang tak kunjung terang. Pada jiwa-jiwa yang nestapa diantara bintang yang membentang. 

Duka lara yang disembunyikan kata lewat gerak mata menerawang angkasa. Jiwa-jiwa mempertanyakan makna pada cahaya. Langit yang menyemburatkan cahaya malam, memantul ke bumi. Namun bumi laksana rindu yang terdiam dan terpaku menyembunykan sunyi

Jika aku adalah tentang sunyi, maka kami adalah tentang rindu pada jiwa-jiwa suci. Kidung jiwa mengalun pelan meniupkan tahuri. Lalu terpanggillah suara angin mendesir menghadirkan sukma. Seperti suara merdu dari udara yang tak kasat mata, tapi lalu menggenapi jiwa.

Kepada duka. Kepada luka. Selarik awan menyembunyikannya. Dan kidung-kidung bahagia menyaru diantara  perjumpaan hujan dan udara yang menggenapi jiwa. Diantara mata dan telinga juga masuk ke dalam aliran sukma. Duka menyaru bahagia, namun angin meniupkan kekuatan jiwa.

Catatan: Tahuri adalah sejenis alat musik purba pada suku-suku pedalaman di Maluku, dengan cara ditiup. yang berfungsi untuk upacara sakral memanggil roh leluhur. Terbuat dari sejenis siput atau kerang berukuran besar yang dilubangi pada bagian pangkalnya. Hingga sekarang masih digunakan pada beberapa kegiatan ritual adat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun