Maluku, terkenal dengan wilayah nusantara yang lekat dengan tradisi dan kepercayaan terhadap leluhur. Juga sangat percaya dan mempertahankan mitos-mitos di sekitar kehidupan mereka. Salah satu mitos yang paling dikenal di kalangan masyarakat Maluku hingga sekarang adalah Mitos tentang Nunusaku.Â
Mitologi Nunusaku, bagi Orang Maluku terutama yang berasal dari Pulau Seram, sangat percaya, bahwa Nunusaki berhubungan dengan asal usul masyarakat Maluku, juga tentang peradaban awalnya.Â
Dari Nunusaku lah orang Maluku pertama kali berasal, lalu menyebar membangun kampung-kampung di Pulau Seram. Lalu dari Pulau Seram, leluhur menyebar ke berbagai wilayah atau pulau lainnya di Kepulauan Maluku, hingga terbentuk seperti yang sekarang ini.Â
Di Maluku, kemudian sangat dikenal sebutan Negeri Lama, adalah kampung-kampung di pegunungan, yang pada abad 17M, direlokasi oleh pemerintah Belanda ke wilayah pesisir untuk memudahkan kontrol Belanda terhadap penduduk lokal. Negeri-negeri lama di seluruh pulau di Wilayah Maluku, konon asal muasalnya dari Pulau Seram, dengan Nunusaku sebagai peradaban pertama kalinya hadir.Â
Kisah ini adalah pengalaman pertama kalinya ketika saya bekerja sebagai arkeolog untuk wilayah Maluku. Sekitar dua belas tahun yang lalu. Justru data tentang mitologi ini yang pertama kali disodorkan di depan saya.Â
Jauh sebelum saya melihat sendiri data arkeologinya. Sebagai arkeolog, tentu saja mitologi Nunusaku adalah sisi lain pencarian tentang tabir peradaban.Â
Saya tidak mungkin mengabaikan soal ini, tetapi tidak mungkin juga mempercayai begitu saja. Maka, sebagai orang yang baru menginjakkan kaki di Maluku, tentu saya mencari cara untuk berdamai.Â
Alhasil, informasi tentang mitologi Nunusaku, saya kumpulkan. Bukan semata-mata menerima begitu saja kebenarannya, namun justru sebagai loncatan untuk menemukan data arkeologi.
Tapi rasa-rasanya, tidak cukup isi kepala yang memorinya sangat terbatas ini, untuk menyimpan semua informasi tentang Nunusaku. Pun begitu, catatan yang miliki itu. Jadi apa yang saya bagikan disini, mungkin hanya sekeping serpihan saja.Â
Nunusaku di Pulaun Seram, Nusa Ina (Pulau Ibu)
Bagi masyarakat Maluku, pada umumnya, dan terutama yang bermukim di wilayah Pulau Seram, Nunusaku dipercaya sebagai cikal bakal peradaban orang Malulu. Nunusaku, adalah tempat suci, di atas gunung di tengah belantara Pulau Seram. Hanya orang berhati bersih dan berniat baiklah, yang mampu menemukannya.Â
Begitu yang selalu saya dengar tentang Nunusaku. Saya tahu, pengetahuan masyarakat Maluku tentang Nunusaku, itu berbeda-beda. Saya percaya, semua orang pasti pernah mendegar dan tahu tentang Nunusaku. Tapi tidak banyak yang mengerti, tentang sesungguhnya Nunusaku itu.Â
Gunung Binaya ditengarai sebagai gunung, tempat Nunusaku berada. Tapi, sepertinya Gunung Murkele, lebih banyak dipercaya sebagai gunung suci, dimana Nunusaku berada. Saat pertama kali menginjakkan di Maluku dan mulai bekerja dan berkenalan dengan sahabat-sahabat saya di kantor.Â
Banyak dari merekapun menceritakan tentang Nunusaku. Konon, Nunusaku adalah tempat yang sangat indah. Dimana segala binatang di dunia ada di Nunusaku, begitupula tumbuh-tumbuhan. Semua tanaman dan tumbuhan ada di Nunusaku.Â
Gunung Nunusaku, dipercaya sebagai hulu pertemuan tiga sungai besar di Pulau Seram. Orang tua-tua Maluku menyebutnya Tiga Batang Aer. Yaitu Sungai Sapalewa, Sungai Eti dan Sungai Tala.
Namun menyebut Tiga Batang Aer, bukan hanya membincang fisik Daerah Aliran Sungai (DAS) semata.  Tapi sesungguhnya juga bicara tentang proses peradaban manusia. Khususnya di Pulau Seram Maluku.Â
Yang jelas, mitologi Nunusaku di Maluku, sangat lekat soal mitos tentang asal usul perabadan di Maluku. Pulau Seram, dimana Nunusaku berada, dianggap sebagai Nusa Ina atau Pulau Ibu, pulau yang pertama kali terbentuk.Â
Nunusaku di Nusa Ina, adalah tempat awal mula suku pertama di Maluku, tepatnya di Pulau Seram, yaitu Suku Alifuru. Dari Nunusaku inilah, kemudian menyebar suku-suku yang ada di wilayah Maluku ini.Â
Suku Asli Alifuru adalah penduduk asli Pulau Seram, Maluku. Antropolog AH. Keane sebagai suku Alfuros yang terdiri dari dua suku bangsa Alune dan Wemale yang katanya merupakan keturunan campuran dari bansga Kaukasus, Mongol dan Papua.
Catatan lain menyebutkan, penyebutan Alifuru adalah penamaan suku Alifuru yang identik menyebut tempat pertama. Dari kata Alif artinya pertama, uru artinya tempat. Penyebutan ini sepertinya pengertian yang belakangan hadir.Â
Sepertinya gabungan dari kata alif, yang identik dengan bahasa arab, dan uru, dari bahasa lokal. Kemungkinan tentang penamaan oleh para pedagang Arab, yang bertemu pertama kali dengan penduduk lokal di Pulau Seram, pada abad-abad pertengahan masehi. Saat episode perjalanan pedagang luar ke Nusantara dimulai. Penyebutan ini tampaknya sangat spekulatif, walaupun tetap masuk akal. Â
Penelusuran Arkeologi Jejak Nunusaku
Nunusaku, bagi saya pribadi bukan sekedar mitos, namun fakta-fakta peradabannya dapat ditelusuri, juga bisa ditemukan, jika saja kita cermat melalukan penelitian arkeologi untuk itu. Data-data mitologi, justru menjadi pijakan awal untuk para arkeolog menemukan bukti-bukti peradabannya.Â
Baca juga: Pohon Soan, Tradisi Unik Penyemangat Anak Berpuasa di Maluku Utara
Sejak awal bekerja di Maluku, seringkali saya menyampaikan ide penelitian arkeologi untuk menelusuri jejak-jejak peradaban Nunusaku. Meskipun berkelindan erat dengan mitologi yang dianggap belum memiliki bukti faktual. Namun sebenarnya penelusuran atau ekspedisi arkeologi dapat dilakukan. Ekspedisi dan penelusuran eksploratif penting di lakukan.Â
JIka dalam mitologi Nunusaku, keberadaan lokasinya masih misterius, namun dalam mitos itu dipercaya, bahwa Nunusaku berada di pertemuan tiga batang aer, Sungai Tala, Eti dan Sapalewa. Saya kira penting menelusuri ketiga Daerah Aliran Sunga (DAS) terbesar di Pulau Seram itu. Bisa jadi sungai-sungai dimaksud adalah sungai purba.Â
Beberapa tahun lalu, tim Balai Arkeologi Maluku melakukan penelitian arkeologi di daerah aliran sungai Tala. Meskipun penelitian masih di daerah hilir, yang tidak jauh dari pantai, namun tanda-tanda peradaban masa lampau di daerah aliran sungai itu terungkap.Â
Tim arkeologi waktu itu menemukan artefak batu meja, dalam istilah lokal, yang dipahami sebagai dolmen. Dalam penyebutan istilah arkeologi.  dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang Â
Bahkan, dilaporkan dinding karst di tepi sungai yang dilaporkan roder sebagai lokasi temuan gambar cadas kemungkinan sudah runtuh. Sebuah spekulasi saya kira, karena sungai Tala, kemungkinan salah satu terpanjang di Pulau Seram, jika diukur dari hulu hingga ke muara.Â
Meski tim tidak menemukan gambar cadas, namun bukti-bukti adanya pemukiman kuno ditemukan di daerah aliran Sungai Tala itu. Kumpulan beberapa dolmen atau baju meja, sebaran gerabah dan keramik, membuktikan pemukiman di daerah aliran sungai pada masa lampau sudah ada.Â
Asumsinya, jika di daerah pesisir, terdapat pemukiman di daerah aliran sungai, kemungkinan semakin ke hulu semakin tua peradabannya. Sayang sekali sampai hari ini, belum ada penelitian lanjutan untuk menelusuri wilayah lebih ke hulu dari sungai Tala itu.Â
Dalam soal ini, yang penting untuk dilakukan pertama kali oleh para arkeolog adalah peta morfologi Pulau Seram. Hal ini dilakukan untuk mengetahui, titik aliran sungai dan percabangannya. Mengingat di Pulau Seram banyak sekali sungai yang mengalir dari daerah pegunungan ke pesisir.Â
Mempelajari peta sangat penting, untuk menelusuri titik-titik persinggungan atau pertemuan ketiga sungai yang saya sebutkan sebelumnya. Apakah benar bahwa Sungai Sapalewa, Eti dan Tala itu memiliki titik pertemuan hulu sungai yang sama, seperti halnya yang dipercaya dalam mitologi Nunusaku.Â
Di tahun 2012, Puslit Arkenas, pernah mencoba untuk meneliti peradaban prasejarah di Pulau Seram. Penelusuruan Puslit Arkenas itu masih sebatas menjangkau di wilayah pesisir di Pulau Seram, pesisir bagian utara. Di Bagian utara, ada muara sungai Sungai Sapalewa yang disebut pula dalam mitos Nunusaku.Â
Adalah Jatmiko, arkeolog yang populer karena bersama tim Asutralia menemukan Manusia Homo Florensiensis di Liang Bua Flore, juga pernah menjelajahi pesisir utara Pulau Seram.Â
Dari ujung barat hingga ujung timur pesisir utara Pulau Seram. Temuan yang menarik kala itu, adalah jejak peradaban prasejarah di daerah aliran sungai Sapalewa.
Selanjutnya, sebelum saya meninggalkan Maluku, salah satu arkeolog yunior saya di awal tahun 2019, mencoba melakukan penelitian arkeologi yang bersifat eksploratif dan seperti layaknya ekspedisi.Â
Tujuannya adalah menemukan jejak-jejak kampung lama di wilayah pegunungan Binaya setinggi 3035M. Gunung tertinggi di Pulau Seram, juga Kepulauan Maluku.Â
Bagi saya pribadi, kunci untuk menjawab adanya peradaban Nunusaku, sebenarnya ada di hulu sungai. Maka penelitian mestinya berangkat dari pesisir  dan hilir sungai lalu semakin menjauh ke arah hulu sungai.Â
Ohiya, mungkin pembaca bertanya-tanya, kenapa bukan saya sendiri yang melakukan penelitian arkeologi, seperti yang saya pikirkan tentang menemukan bukti-bukti peradaban Nunusaku sebagaimana diceritakan dalam mitos itu?Â
Baiklah akan saya jawab singkat saja. Saya adalah arkeolog yang lebih konsentrasi pada bidang arkeologi sejarah, bukan arkeologi prasejarah. Ada bidang-bidang keahlian yang sudah diatur oleh LIPI tentang riset arkeologi.Â
Maka, yang saya harapkan adalah penelitian arkeologi tentang Nunusaku, lebih tepat dilakukan oleh arkeolog prasejarah. Meskipun seringkali sayang terlibat sebagai anggota tim penelitian prasejarah.Â
Kembali soal penelitian arkeologi prasejarah. Apa yang ditemukan oleh Jatmiko, sebenarnya semakin memberikan titik terang, bahwa peradaban di Pulau Seram, Maluku cukup tua. Temuan alat-alat batu prasejarah membuktikan, bahwa peradaban di Pulau Seram sudah berlangsung lama dan tua.Â
Apakah temuan jatmiko itu menjawab tentang misteri Nunusaku? Menurut saya, masih sebagian kecil saja soal itu. Misteri tentang pertemuan tiga batang aer, atau peradaban di hulu, pertemuan sungai Tala, Eti dan Sapalewa masih misterius.Â
Saya membayangkan, jikapun di dalam peta dapat diidentifikasi pertemuan hulu sungai itu, pasti letaknya sangat jauh di pedalaman atau diperbukitan di Pulau Seram.Â
Sebagian masyarakat percaya, bahwa Nunusaku adalah semacam tempat yang tidak bisa didatangi oleh siapapun, kecuali manusia-manusia berhati bersih. Mitos itu snagat dipercaya sampai sekarang.Â
Namun  berbagai bukti-bukti adanya perkembangan peradaban di wilayah Pulau Seram, sebenarnya dapat ditelusuri pada negeri-negeri lama di beberapa kampung adat. Di Seram bagian Barat, di Desa Eti, Kaibobo, desa-desa adat yang menjadi desa dimana Sungai Eti mengalir.Â
Terdapat data arkeologi, situs negeri lama dengan berbagai artefaknya, seperti batu meja atau dolmen, juga artefak lainnya. Temuan itu menjadi bukti peradaban kampung tua atau negeri lama, yang ada sejak zaman megalitik dua ribuan tahun lalu, dan terus hadir hingga masa kolonial.Â
Meskipun hasil penelusuran itu mungkin belum menjawab soal misteri mitologi Nunusaku. Juga data-data arkeologi di beberapa negeri lama, meskipun bisa dirunut ke belakang waktunya, tetap belum bisa disambungkan atau dihubungkan secara langsung ke masa Nunusaku.Â
Sebenarnya, sebagian masyarakat akademik, ada pula yang menganggap mitologi Nunusaku, harus dipahami secara simbolik. Ia tidak sebenar-benarnya menjelaskan tentang lokasi atau sebuah tempat awal mula peradaban. Namun Nunusaku, adalah nilai-nilai budaya leluhur Maluku yang menjadi kearifan lokal untuk terus dilestarikan.Â
Nilai-nilai budaya itu akan terus mewujud dalam cerita lisan atau tradisi tutur rakyat atau disebut juga folklor, informasi yang akan terus turun temurun diceritakan dari generasi ke generasi melalui syair yang dinyanyikan atau kapata, untuk menjaga sakralitasnya, menjaga hubungan primordial masyarakat kini dengan leluhurnya atau dengan masa lampaunya.Â
Demikian. Katong Samua Basudara.....Salam Budaya...Salam Lestari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H