Bagi saya pribadi, kunci untuk menjawab adanya peradaban Nunusaku, sebenarnya ada di hulu sungai. Maka penelitian mestinya berangkat dari pesisir  dan hilir sungai lalu semakin menjauh ke arah hulu sungai.Â
Ohiya, mungkin pembaca bertanya-tanya, kenapa bukan saya sendiri yang melakukan penelitian arkeologi, seperti yang saya pikirkan tentang menemukan bukti-bukti peradaban Nunusaku sebagaimana diceritakan dalam mitos itu?Â
Baiklah akan saya jawab singkat saja. Saya adalah arkeolog yang lebih konsentrasi pada bidang arkeologi sejarah, bukan arkeologi prasejarah. Ada bidang-bidang keahlian yang sudah diatur oleh LIPI tentang riset arkeologi.Â
Maka, yang saya harapkan adalah penelitian arkeologi tentang Nunusaku, lebih tepat dilakukan oleh arkeolog prasejarah. Meskipun seringkali sayang terlibat sebagai anggota tim penelitian prasejarah.Â
Kembali soal penelitian arkeologi prasejarah. Apa yang ditemukan oleh Jatmiko, sebenarnya semakin memberikan titik terang, bahwa peradaban di Pulau Seram, Maluku cukup tua. Temuan alat-alat batu prasejarah membuktikan, bahwa peradaban di Pulau Seram sudah berlangsung lama dan tua.Â
Apakah temuan jatmiko itu menjawab tentang misteri Nunusaku? Menurut saya, masih sebagian kecil saja soal itu. Misteri tentang pertemuan tiga batang aer, atau peradaban di hulu, pertemuan sungai Tala, Eti dan Sapalewa masih misterius.Â
Saya membayangkan, jikapun di dalam peta dapat diidentifikasi pertemuan hulu sungai itu, pasti letaknya sangat jauh di pedalaman atau diperbukitan di Pulau Seram.Â
Sebagian masyarakat percaya, bahwa Nunusaku adalah semacam tempat yang tidak bisa didatangi oleh siapapun, kecuali manusia-manusia berhati bersih. Mitos itu snagat dipercaya sampai sekarang.Â
Namun  berbagai bukti-bukti adanya perkembangan peradaban di wilayah Pulau Seram, sebenarnya dapat ditelusuri pada negeri-negeri lama di beberapa kampung adat. Di Seram bagian Barat, di Desa Eti, Kaibobo, desa-desa adat yang menjadi desa dimana Sungai Eti mengalir.Â
Terdapat data arkeologi, situs negeri lama dengan berbagai artefaknya, seperti batu meja atau dolmen, juga artefak lainnya. Temuan itu menjadi bukti peradaban kampung tua atau negeri lama, yang ada sejak zaman megalitik dua ribuan tahun lalu, dan terus hadir hingga masa kolonial.Â