Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selingkuh di Kantor? No Way, Terapkan Tujuh Sikap Budaya Kerja Ini!

15 September 2020   09:15 Diperbarui: 1 Oktober 2020   20:24 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tujuh Sikap Budaya Kerja Menhindari Selingkuh. Sumber: gambar olahan pribadi via canwa

Artikel ini saya tulis bukan bermaksud menggurui. Karena saya bukan guru. Juga tidak bermaksud memberi nasehat, saya bukan malaikat atau pemimpin umat. 

Tapi ini sekadar sebagai pengingat. Untuk saya pribadi. Syukur-syukur kalau saya ingat. Kalau tidak ingat, minimal anda ingat dan bisa mengingatkan saya. Di tulisan saya sebelumnya, saya katakan bahwa ala bisa karena biasa.

Wajar orang selingkuh di kantor. Maksud saya sangat maklum, karena waktu dan ruang sangat memungkinkan. Witing tresno jalaran soko kulino. Kata pepatah Jawa. 

Dan ini jamak terjadi. Tapi pengalaman saya pribadi, syukurlah saya tidak pernah mengalami yang namanya perselingkuhan di kantor. Semoga tidak ya. Makanya saya tulis artikel ini, untuk mengingatkan saya pribadi dan juga anda. 

Maksud mengingatkan anda itu, ya supaya kalau saya lupa, anda yang ingat dan mengingatkan saya. Iya to? hehehehe. Baiklah, sebagai pengingat pribadi atau istilah bahasa Inggris yang sering saya baca Self Reminder. Mudah-mudahan saya selalu ingat dan tidak keblinger. 

Sebenarnya ada banyak sikap yang bisa kita lakukan untuk menghindari perselingkuhan di kantor. Tapi mungkin sifatnya lebih personal, seperti sering-seringlah berkomunikasi dengan keluarga, terutama bagi yang bekerja di luar kota dan jauh dari keluarga. 

Selain itu sabar dan ikhlas, seperti yang saya tulis sebelumnya di topik yang sama. Tapi itu semua sifatnya personal, kembali ke pribadi kita masing-masing.  

Menurut saya, secara umum ada beberapa sikap budaya kerja untuk menghindari perselingkuhan di kantor. Mencakup 7 (tujuh) sikap budaya kerja yang bisa anda terapkan, saya sih sudah, setidaknya sampai hari ini. 

Beberapa sikap budaya kerja yang bisa kita terapkan, menurut saya seperti berikut ini: 

Tujuh Sikap Budaya Kerja Menhindari Selingkuh. Sumber: gambar olahan pribadi via canwa
Tujuh Sikap Budaya Kerja Menhindari Selingkuh. Sumber: gambar olahan pribadi via canwa

1. Biasakan kerja tim work bukan partnership

Kerjasama partnership atau kemitraan itu bagus, kalau konteksnya adalah kerjasama yang cakupan organisasinya luas. Tapi kalau cakupannya pekerjaan kantor, yang rutin sehari-hari sesuai tugas fungsi, maka partnership, yang biasanya dua pihak, sepertinya kurang sesuai. Partnership bisa dimaksudkan juga seperti koalisi atau aliansi. 

Kalau urusan pekerjaan di lingkup kantor kita, koalisi kurang pas. Di kantor, konotasi partnership lebih merujuk ke kerjasama dua pihak atau dua orang, kadangkala juga bisa lebih, dan masing-masing bisa membawa kepentingan yang berbeda satu pihak dengan lainnya. 

Singkatnya, partnership bisa mempertemukan dua pihak atau dua orang. Dan untuk lingkup urusan internal kantor, sepertinya kurang cocok. Partnership bisa dibangun untuk kerjaan antar kantor, yang tujuannya penguatan program. Bukan dalam lingkungan internal kantor atau perusahaan anda. 

Sekali lagi, partnership konotasinya aliansi atau koalisi dua pihak. Bagaimana kita bangun budaya kerja koalisi? Nah apalagi itu, kalau dua orang laki-laki dan perempuan diberi tugas bersama, kemudian tercipta kesempatan untuk membentuk aliansi atau koalisi hati. 

Bisa malah kacau jadinya. Makanya untuk menghindari itu, sebaiknya dan lebih baik kalau dengan budaya kerja team work. Kerjasama tim, melibatkan lebih banyak orang. Kerjasama tim itu justru budaya kerja yang lebih baik, juga menghindari intensitas koalisi dua pihak atau partnership hati itu tadi. 

Sebuah perusahaan atau instansi pemerintah, kalau membiasakan budaya kerja team work atau kerjasama tim, hasilnya akan lebih bagus. Dan tidak menjadi alasan terciptanya koalisi dua hati tadi itu. 

Koalisi dua hati, yang dilakukan diam-diam, karena hati masing-masing sudah sebagian di simpan di rumah, itulah perselingkuhan. 

Jadi perselingkuhan di kantor bisa tercipta karena adanya budaya kerja yang negatif, contohnya partnership yang tidak pada tempatnya itu tadi. Jadi mulai sekarang, ciptakan budaya kerja team work atau kerjasama tim, bukan kerjasaa dua pihak. 

Jelasnya, team work atau kerjasama tim itu usaha antisipatif, terjadinya kerjasama dua orang (partner) yang memungkinkan adanya pihak yang satu seorang pria, dan partnernya seorang wanita. 

Kondisi inilah yang bisa memicu adanya perselingkungan. Jadi, sikap budaya kerja yang diterapkan untuk menghindari perselingkuhan adalah perkuat kerjasama tim.  

2. Perlakukan Semua Orang Kantor Seperti Keluarga

Kata kunci menghindari perselingkuhan adalah sikap kekeluargaan. Saya selalu memandang bahwa semua orang yang di kantor adalah keluarga dekat.  

Begitu kata 'keluarga' itu kita kunci, otomatis itu paten, harga mati. Masak iya, kalau kita sudah mikir rekan kerja kita itu sebagai keluarga, kita masih kepikiran mau selingkuh. Pagar makan tanaman itu namanya. 

Baiklah, maka kuncilah dengan benar dan baik, bahwa keluarga itu memiliki ikatan emosional sebagai keluarga, ada rasa persaudaraan yang terbangun, akhirnya.

Jadi kalau kita sudah menganggap teman kantor kita itu keluarga atau saudara, maka itu juga menjadi sikap mental, bagaimana kita nantinya memperlakukan rekan kerja kita itu. 

Sikap mental sebagai seorang saudara atau kelurga, tentu berbeda dengan sikap mental yang menganggap rekan kerja itu orang lain. Sikap kekeluargaan, bukan berarti tidak profesional. 

Ada kalanya kita bersikap kekeluargaan, supaya menghilangkan jarak dan sekat antar staf. Tapi untuk urusan kinerja, semua ada standarnya, ada POS (Prosedur Operasional Standar). Sikap kekeluargaan kita tunjukkan di luar urusan kinerja, target renstra dan sebagainya. 

Memperlakukan semua orang seperti keluarga itu, sebenarnya usaha menciptakan budaya kerja dan komunikasi yang baik antar seluruh staf. Komunikasi yang baik, keterbukaan dan sikap mau menerima dan mau mendengar semua aspirasi, merupakan budaya kerja yang positif. 

Keterbukaan menciptakan saling pengertian untuk saling membantu dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama perusahaan atau kantor anda. Jadi sikap kekeluargaan adalah budaya kerja untuk membangun komunikasi yang baik antara pimpinan dengan staf, juga antar staf. 

3. Perkenalkan Keluarga dan Lakukan Family Gathering

Sepertinya, sikap kekeluargaan di kalangan pimpinan dan staf itu mudah terjalin kalau ada kemauan kita untuk membangun rasa kekeluargaan. Saya kira sudah jamak, di kalangan instansi pemerintah atau perusahaan, memperkenalkan keluarganya. Dimulai dari pimpinan, apalagi pimpinan yang baru dimutasi. 

Di tempat barunya, ia akan memboyong keluarganya, lalu dalam suatu momen atau acara serah terima jabatan (sertijab), seorang kepala kantor atau pimpinan perusahaan didampingi oleh istrinya. 

Seremoni itu tampaknya sepele. Tapi coba kita lihat melalui sudut pandang yang lebih serius. Momen perkenalan itu, sebenarnya mau menegaskan, bahwa dalam urusan kantor, ada campur tangan keluarga di belakang itu. 

Istri mendorong suami, sebagai pimpinan atau staf untuk bekerja sebaik mungkin dan jangan macam-macam. Begitu kira-kira sederhananya. Tapi memang itu bisa menjadi sikap dan budaya kerja yang positif. Kalau kita pahami dengan cara positif pula.  Perkenalan tidak hanya pada pimpinan, selanjutnya pimpinan juga ingin mengenal lebih dekat staf dan keluarganya. 

Dalam urusan sikap dan budaya kerja, tradisi itu punya makna yang positif. Artinya kita secara tidak langsung saling mengingatkan, bahwa kita bekerja, ada tanggungjawab keluarga yang kita pikul. 

Keluarga adalah salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam bekerja. Istri dan anak-anak di rumah, adalah motivator terbaik dimanapun. Itulah kenapa, seorang yang sukses di perusahaan atau di kantor, harus sukses dulu membangun keluarga. 

Apalagi kultur di Indonesia. Lihat aja cuplikan Film Pendek "Tilik" ada percakapan disitu, yang intinya, seorang pemimpin di masyarakat, harusnya seorang pemimpin yang sukses memimpin di keluarganya. 

Seorang yang belum pernah berkeluarga, mengurusi dirinya sendiri saja berat, apalagi ngurusin orang. Begitu kira-kira. Eh, maaf kok jadi nyerempet kemana-mana ya. Intinya, budaya kerja yang baik dimulai dari keluarga. 

Tidak hanya berlaku untuk pimpinan, tapi juga untuk semua staf. Makanya sering kali di beberapa instansi, juga perusahaan membuat kegiatan pertemuan keluarga atau family gathering. 

Nah, itu tujuannya seperti yang sudah diulas  di atas. Sederhananyanya seperti itu. Dengan itu dimaksudkan untuk memupuk rasa kekeluargaan yang semakin lekat diantara para staf di instansi-instansi pemerintah ataupun di perusahaan. Dengan itu, saya kira mengurangi atau menhindari terjadinya perselingkuhan di kantor. 

4. Terapkan Jiwa Korsa 

Nah, menyambung poin 2 dan 3, sekarang ini sedang trend kegiatan pembinaan jiwa korsa di instansi-instansi pemerintah. Saya kira di beberapa perusahaan besar juga menerapkan pembinaan jiwa korsa untuk karyawannya. 

Pada mulanya, pembinaan jiwa korsa itu hanya berlaku di kalangan militer, namun trend sekarang, khususnya di instansi-instansi pemerintah sipil, juga menerapkan program jiwa korsa. 

Di wikipedia, Jiwa korsa atau daya juang adalah suatu konsep militer mengenai kesadaran seorang individu dalam suatu korps, yang memiliki perasaan sebagai suatu kesatuan, kekitaan, kecintaan terhadap suatu perhimpunan atau lembaga. Dari pengertiannya, maka jiwa korsa adalah cara membangun sikap dan budaya kerja yang solid. 

Membangun soliditas untuk mencintai pekerjaannya, juga mencintai instansi ataupun perusahaannya. Dengan jiwa korsa, sikap dan rasa tanggungjawab diharapkan semakin besar, hadir dalam setiap sanubari staf dan karyawan. Menjaga nama baik dirinya sendiri, juga membawa dan menjaga nama baik korpsnya atau dalam hal ini instansi dan perusahaan tempatnya bekerja. 

Sikap mental dan budaya kerja demikian, tentu dimaksudkan untuk menutup peluang terjadinya sikap merusak atau menciderai nama baik dirinya dan nama baik kantornya atau perusahaannya. Sikap mental demikian, membangun budaya kerja yang sehat. Oleh karena itu, perselingkungan diartikan sesuatu yang patologis.  Dengan sikap jiwa korsa, perselingkuhan pasti akan dihindari. Semestinya! 

5. Hindari Menunda Pekerjaan dan Kerja Lembur, Unfaedah!

Kebiasaan menunda-nunda pekerjaan adalah kebiasaan yang buruk. Sikap dan budaya kerja yang negatif, walaupun ini juga jamak terjadi, terutama di kalangan staf pemerintah. 

Namun tidak tertutup kemungkinan di perusahaan. Kebiasaan menunda pekerjaan itu bisa jadi sikap mental bawaan orok. Tapi ini harus dihindari. Menunda pekerjaan, membuat seringkali kita harus lembur. 

Kadangkala, ada juga unsur kesengajaan, karena mau mengejar uang lembur di beberapa instansi atau perusahaan yang menerapkannya. Lebih baik, usul saya kalau ada perusahaan dan instansi pemerintah masih menerapkan kebijakan menyediakan uang lembur. Hapuskan saja! Tidak produktif. Kalau masih ada instansi pemerintah dan perusahaan yang masih menerapkan uang lembur itu jadul. Jadul banget sih. 

Semua staf dan karyawan, tidak harus lembur. Oleh karena itu, perlu manajemen yang baik. Apa hubungannya menghapuskan kerja lembur dengan perselingkuhan? 

Begini, seringkali staf yang lembur hanya tersisa beberapa orang saja di kantor sampai larut malam. Tidak menutup kemungkinan ada pria dan ada wanita. Pekerjaan yang dikerjakan dengan lembur sampai larut malam, menyebabkan terbukanya peluang staf untuk berdua-duaan di kantor. 

Ada-ada saja momen itu bisa tercipta. Penatnya pekerjaan, apalagi dalam momen dan situasi yang memungkinkan, menjadi alasan untuk pelarian. 

Akhirnya terjadilah perselingkuhan. Sesederhana itu bukan? Makanya, hindari menunda pekerjaan dan hilangkan kebijakan kerja lembur. Apalagi kalau ada uang lembur. Hapuskan! Unfaedah!

6. Anda Atasan? Jadilah Orang Tua Yang Baik

Sikap mental dan budaya kerja yang ini, khususnya untuk anda yang di kantor atau di perusahaan sebagai atasan. Ini memang perkara sulit, sepertinya. Bisakah anda bersikap dan berlaku sebagai orang tua yang baik? Memperlakukan staf anda layaknya anak-anak anda di rumah?

Atau begini, saya balik, bisakah anda bersikap sehingga anda bagi staf dan karyawan anda dianggap sebagai orang tua? Jika sikap dan pengakuan ini muncul, rasa-rasanya kecil kemungkinan seorang staf wanita anda, bersikap untuk mendekati anda, hingga tidak berjarak. 

Sebaliknya anda, karena sudah melekat jiwa anda sebagai orang tua bagi staf anda, maka bisa menghindari sikap di luar itu. Kecuali memang ada yang ingin memancing di air keruh. Atau anda sendiri yang tidak mampu mengendalikan diri. Kalau soal itu, saya tidak bisa banyak berkata-kata. Intinya pengendalian diri..hehehe. 

Tapi setidaknya, sikap mental itu sebagai salah satu cara agar anda sebagai atasan, bisa berbuat adil. Memperlakukan staf anda sama di hadapan anda. 

Tidak ada staf yang merasa lebih diperhatikan, apalagi wanita. Juga tidak ada staf yang merasa diperlakukan tidak adil atau bahkan anda jauhi. Sikap memperlakukan tidak adil terhadap staf, bisa menciptakan kecemburuan dan juga menimbulkan sekat dan jurang. Antara anda dengan staf anda, ataupun antara staf dengan staf. 

Ini pasti akan menimbulkan budaya kerja yang negatif. Nah, kadangkala jika anda memperlakukan seseorang, apalagi staf wanita, dengan perhatian yang lebih istimewa, bisa jadi disalah artikan. Meskipun sikap anda semata-mata profesionalitas karena staf wanita anda itu cerdas, rajin, berprestasi, loyal dan sebagainya. 

Tidak perlu tunjukkan sikap apresiasi anda secara personal. Tapi terapkan kebijakan yang profesional dan proporsional. Misalnya melalui pemberian reward, sesuai aturan. Bukan reward dengan sikap dan perlakuan anda secara pribadi. 

Meskipun maksud anda baik, memberi apresiasi, kalau sifatnya personal, ini bisa menjadi bibit menuju perselingkuhan. Selanjutnya saya tak perlu terangkan, anda bisa membaca sendiri, seperti apa kelanjutannya. 

7. Hindari Korupsi

Nah, kalau urusannya sudah urusan korupsi, ini bisa merembet kemana-mana. Bukan soal pidana, hukum dan sebagainya. Juga bisa merembet ke soal perselingkungan. Mau bukti? 

Ah...janganlah, anda cari saja sendiri. Tapi saya mau kasih ilustrasi saja. Begini, untuk para staf dan karyawan, apalagi staf ASN, yang gajinya sudah bisa diukur. Jangankan staf biasa, anda yang pejabat eselon saja sudah bisa diukur, penghasilan anda berapa. 

Menghindari korupsi, adalah juga rem pakem menghindari perselingkuhan. Bagi anda pendekar berwatak baik, bukan pendekar berwatak jahat, pasti anda mikir-mikir untuk selingkuh kalau penghasilan pas-pasan. 

Selingkuh, anda lakukan dengan sembunyi-sembunyi, padahal hampir pasti penghasilan anda diketahui istri anda. Jadi ketika anda selingkuh, pasti anda menyembunyikan penghasilan anda. 

Gaji dan tunjangan yang sah diketahui oleh istri, ini hampir tidak bisa dibantah, walaupun ada saja yang berusaha menyembunyikan, terutama anda yang tergolong pendekar berwatak jahat. 

Nah, ketika penghasilan sah anda diketahui oleh istri. Lalu anda selingkuh, pasti anda ingin mendapat penghasilan tambahan. Bisa jadi juga dengan cara sembunyi-sembunyi. Niat saja, itu sudah perilaku koruptif. 

Jadi ketika anda mulai berpikir selingkuh, ujung-ujungnya anda akan berusaha korupsi, jika anda memang pendekar berwatak jahat. Tapi yang berwatak baik, mungkin anda akan mencari tambahan penghasilan dengan cara yang baik. 

Buka angkringan, jualan asongan, dan sebagainya. Memangnya anda mau, karyawan perusahaan yang necis dan perlente, atau staf PNS yang berseragam, tiba-tiba mencari tambahan dengan jual asongan atau angkringan? 

Memangnya ada, wanita cantik di kantor anda yang sheari-hari melihat anda tampil keren, tiba-tiba jadi pedagang asongan, buka angkringan? Terus berapa lama anda bisa ngumpulin duit untuk bisa menggaet selingkuhan anda?

Ah...gak perlu berpanjang-panjang, ketika anda selingkuh, pasti anda berpikir pendek dan singkat, mendapat tambahan demi bisa bersama selingkuhan anda. 

Tidak ada makan siang gratis. Jadi anda berusaha mendapat penghasilan tambahan yang banyak, yang cepat. Satu-satunya jalan dengan  korupsi. Itu penyakit yang harus dihindari. 

Sebaliknya, mungkin anda tidak berniat selingkuh, tetapi ketika anda korupsi, penghasilan anda lebih banyak dari biasanya. Melihat wanita bening sedikit di kantor, anda sudah berusaha menggaetnya, karena anda merasa mampu memberinya sesuatu. Jadi korupsi dan selingkuh seperti dua sisi mata uang. Berkelindan. Berkaitan dan bisa membuat anda lupa daratan. 

Terima kasih

Wuri Handoko

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun