Sayangnya, perhatian kita lebih banyak kepada situs atau warisan budayanya semata, atau sebaliknya hanya perhatian pada lingkungan alamnya semata. Melihatnya masih dalam pandangan yang terpisah-pisah.Â
Jadi ketika ada usaha penataan, perhatian masih melihat dalam porsi yang setengah-setengah atau terpisah-pisah.Â
Penataan kawasan Megalitik Lore Lindu, misalnya, yang ditata, yang dipugar, direstorasi atau dibenahi hanya obyek megalitiknya semata, sementara lingkungan alam sekitar tidak menjadi perhatian. Kondisi ini tentu bisa mengurasi nilai 'heritage'Â nya. Mengurangi nilai penting 'warisan' nya.Â
Subak Bali sudah diakui sebagai warisan dunia oleh Unesco. Pengakuan tersebut terwujud setelah perjuangan pemerintah Indonesia selama 12 tahun. Pengusulan untuk kategori ini bukanlah perkara yang mudah karena diperlukan penelitian mendalam melalui pendekatan multi disiplin ilmu seperti arkeologi, antropologi, arsitektur lansekap, geografi, ilmu lingkungan, dan beberapa ilmu terkait lainnya (Kemdikbud).Â
Pengakuan Unesco itu tentu saja, karena dalam pengelolaan Subak di Bali, tidak hanya menata kawasan terasiring persawahannya saja, tetapi juga mengelola dan mempertahankan sistem rekayasa ruangnya, sistem budaya. Mempertahankan sistem pengairan tradisional yang diatur dalam kacamata adat, kearifan tradisional Bali.
Berkaca pada Subak Bali, maka kawasan saujana-saujana budaya di wilayah Indonesia lainnya, semestinya juga memperhatikan, apa yang sudah dikerjakan pada Subak di Bali.Â
Di Maluku, Banda Naira, sudah diusulkan sebagai warisan dunia sejak tahun 2005, namun hingga kini masih belum jelas kabarnya, bahkan semakin kabur kejelasannya. Namun memang kita perlu evaluasi.
Menata Kawasan kota Kolonial Banda Naira, jika melihatnya sebagai sebuah saujana budaya, maka pengelolaan bukan hanya pada bangunan-bangunan tinggalan kolonialnya. Itupun juga belum seluruhnya dilakukan secara optimal. Namun yang perlu dikelola, ditata juga lingkungannya dan bentang alamnya.Â
Secara menyeluruh melingkupi seluruh kawasan kota, buka hanya sebagaian-sebagian tinggalan bangunan kolonialnya saja. Jika kawasan saujana budaya, bentang budaya kota Kolonial Banda Naira, bisa dilahirkan kembali sangat besar kemungkinannya Banda Naira bisa diakui sebagai warisan dunia.Â