Selain tentu saja ingin menuangkan pikiran-pikiran saya dalam bentuk artikel agar dibaca orang. Juga mengabarkan tentang semua hal yang saya lakukan dan saya kerjakan sebagai seorang arkeolog. Dan, tentu saja ada proses belajar dari berbagai artikel yang informatif, inspiratif dan bermanafaat untuk saya pribadi khususnya.Â
Pernyataan bebas berpikir dan bebas menulis itu bukan berarti seenaknya saya menulis. Maksud saya adalah seorang penulis, adalah seorang yang memiliki jiwa-jiwa merdeka yang tidak terbelenggu oleh dogma, aturan, lingkungan, profesi dan latar belakang sosial, maupun hal-hal lain yang membeuat seseorang membatasi diri untuk menuangkan pikiran-pikirannya.Â
Proses Menulis: Keseimbangan IQ dan EQ
Kebebasan berpikir dan kebebasan menulis itulah yang mendorong saya menuliskan hal-hal yang menjadi passion saya. Menulis artikel-artikel yang membuat saya nyaman, menikmati, bebas berkreasi dan berimajinasi serta membuat pikiran-pikiran saya mengalir seperti air sungai di musim hujan.Â
Juga membuat jiwa saya seperti berada di setiap larik dan bait kata. Oleh karena itu, pembaca sendiri bisa mengamati, selain menulis artikel-artikel arkeologi dan budaya, seringkali saya mengisi konten Kompasiana saya dengan artikel berbentuk Fiksiana, yaitu Cerpen dan Puisi.Â
Hanya ada 2 (dua) kategori saja tulisan Kompasiana saya yang dominan, yaitu Arkeologi dan Sosial Budaya (satu kategori), Cerpen dan Puisi (satu kategori).Â
Sedangkan kategori lain, saya mengisinya hanya karena tertantang menulis Topik Pilihan Kompasiana, tentu karena ada dorongan lain, semisal K Reward, bukan besaran rewardnya yang penting, tetapi makna dari reward itu sendiri yang dikejar. Dan tentu saja itu sangat wajar.Â
Dari dua kategori artikel Kompasiana itu juga, ada dua passion saya yang terlampiaskan, berpikir tentang artikel kategori Arkeologi dan Sosial Budaya dan berimajinasi melalui artikel berbentuk Cerpen dan Puisi. Artinya jika saya menulis tentang arkeologi, maka disitu saya dominan menulis artikel melalui proses berpikir.Â
Sementara jika saya menulis artikel berbentuk cerpen dan puisi itu adalah proses berimajinasi. Dua hal dengan pendekatan yang berbeda, satu proses berpikir dan satu lagi proses merasa dan imajinasi.Â
Jadi menulis dua artikel yang berbeda proses penulisannya adalah usaha saya membuat keseimbangan antara kecerdasan intelektual (intelligence quotient ) dan kecerdasan emosional (Emotional Quotient-EQ).Â
Apa hubungannya dengan centang biru? Begini, menurut ketentuan centang biru itu antara lain:
- Akun sebaiknya ternilai; aktif, konsisten menulis dengan tema yang sama (setidaknya 60% dari seluruh konten yang ditayangkan), dan memiliki rekam jejak interaksi yang baik.
- Telah memproduksi minimal 40% konten berlabel pilihan dan 20% konten berlabel artikel utama dari keseluruhan konten yang tayang.