Bagi sebagian peneliti, bahkan mungkin sebagian besar peneliti, menulis karya ilmiah itu sungguh sulit. Padahal menulis karya ilmiah itu pekerjaan sehari-hari peneliti. Bagaimana tidak, tugas utama peneliti adalah melakukan penelitian sekaligus publikasi ilmiah hasil penelitiannya.Â
Artinya antara pekerjaan meneliti, yaitu mengumpulkan data penelitiannya dengan menulis karya ilmiah itu satu paket. Soal ini sudah saya bahas sebelumnya di Kompasiana beberapa hari sebelumnya.Â
Namun kebanyakan, peneliti terlalu asyik mengumpulkan data penelitian, tapi lupa mempublikasikan datanya. Apakah menulis karya ilmiah (arkeologi) itu sulit? Jawabannya tidak, mengapa? karena pada saat melakukan penelitian, kita sebenarnya sudah melakukan sebagian besar pekerjaan menulis ilmiah.Â
"Penulisan ilmiah sudah punya pola atau komposisi baku penulisan karya ilmiah. Yang perlu dipikirkan mula-mula adalah peneliti atau penulis ilmiah arkeologi mengisi pokok-pokok pikiran setiap bab atau subbab."
Jadi begitu pekerjaan penelitian sudah selesai kita lakukan, kita bisa bersegera menuliskannya ke dalam bentuk karya tulis ilmiah. Para peneliti arkeologi pada umumnya sudah paham, bahwa penulisan ilmiah sudah punya pola atau komposisi baku penulisan karya ilmiah. Yang perlu dipikirkan mula-mula adalah peneliti atau penulis ilmiah arkeologi mengisi pokok-pokok pikiran setiap bab atau subbab.
Peneliti mengisi pokok pikiran untuk subab latar belakang, metode, kerangka teori dan sebagainya. Sebenarnya kalau semua sudah ada pokok-pokok pikiran dalam setiap subbab, maka menulis ilmiah itu mudah.Â
Asal peneliti punya ketekunan untuk mengumpulkan referensi. Hanya modal ketekunan saja, karena referensi dapat diunduh gratis di internet dan dunia maya menawarkan begitu banyak referensi yang kita butuhkan.
Menulis itu soal kebiasaan, jadi kalau dibiasakan, maka ketrampilan itu bisa diasah atau terasah dengan sendirinya. Memang menulis ilmiah itu punyan komposisi yang baku.Â
Tetapi para peneliti juga sudah paham itu. Menulis ilmiah, yang paling penting adalah membangun kerangka berpikir, karena dengan kerangka berpikir itulah kita punya kepekaan untuk menemukan isu atau masalah.
Dengan modal data yang kita kumpulkan dan seperangkat teori yang kita himpun, maka penjelasan bisa diuraikan. Demikianlah sebenarnya alur menulis ilmiah.
Jadi menulis karya ilmiah, khususnya arkeologi, sesuai bidang profesi saya hehehe....yang pertama kali dibutuhkan adalah kepekaan kita atau kalau boleh dikatakan kejelian kita menangkap isu atau masalah yang hendak kita pecahkan.
Dan sebenarnya setelah mengumpulkan data dan menganalisisnya, sebenarnya kita sudah menyimpan jawaban atau penjelasan dari isu yang hendak kita pecahkan.
Baiklah, saya hanya ingin berbagi pengalaman, mungkin setiap orang berbeda, tapi saya akan membagikan versi saya, berdasarkan kebiasaan saya. Sekali lagi ini versi saya, bagi teman-teman yang gak percaya, dipersilakan mengikuti banyak bimbingan penulisan ilmiah, yang diadakan oleh banyak lembaga penelitian.
Setiap saat LIPI juga mengadakan semacam diklat penulisan ilmiah, yang saya yakin teman-teman peneliti juga sering ikuti. Hal ini karena biasanya LIPI mengundang secara khusus lembaga-lembaga penelitian di seluruh kementerian yang ada. Namun, banyak pula usai mengikuti diklat, tetap saja, sebagian peneliti kesulitan mengimplementasikannya.
Bisa jadi karena memang minat yang kurang, bakat yang tidak diasah, tidak punya bakat menulis dan tidak sering (baca: malas) mencoba, atau alasan apapun.Â
Tapi sebagai peneliti, menulis itu wajib, suka tidak suka, harus dilakukan. Oleh karena itu yang penting, jadilah diri sendiri dulu. Lalu menulislah seperti yang kita pikirkan. Tidak perlu mencoba menjadi orang lain melalui tulisan. Tulisan itu wajah kita sebenarnya, jati diri kita.
Jadi menulislah dengan cara merdeka. Namun karena, tulisan ilmiah memiliki kaidah baku, maka suka tidak suka kita harus mengikutinya. Menulis ilmiah dengan cara merdeka maksud saya, ikuti jalan pikiran kita dulu.
Soal teori dan metode itu sebenarnya ada pada tataran penelitiannya, sudah pasti sudah tertuang dalam proposal, gunakan itu, pindahkan ke dalam kerangka tulisan ilmiah yang akan kita buat, lalu mengalirlah menguraikan data dan kemudian membuat interpretasi dan kesimpulan.
Saya tidak ingin mengatakan ini kiat atau tip, namun hanya semacam menyampaikan kebiasaan saya dalam menulis artikel ilmiah. Terlalu lancang kalau saya membagikan tip atau kiat menulis ilmiah, sebab saya sendiri bukan penulis yang produktif.Â
Cukup dengan berselancar di google scholars, maka teman-teman peneliti, para arkeolog bisa membuktikan bahwa saya memang tidak termasuk peneliti yang produktif.
Dibandingkan dengan yang lain, kita tahu banyak peneliti muda yang sangat populer dengan karya tulis ilmiahnya, sehingga usia tiga puluhan sudah memiliki jenjang peneliti ahli utama, atau bahkan mungkin sudah ada yang bergelar professor riset, ditunjang pula dengan jenjang pendidikannya yang paripurna.
Meskipun khusus untuk bidang arkeologi yang saya geluti, sepertinya memang belum ada, arkeolog yang benar-benar produktif dan kualitasnya melebihi rata-rata, kecuali sahabat saya Sofwan Noerwidi, jebolan Doktoral di Universitas Sorbonne, Perancis, yang saat ini bekerja di Balai Arkoelogi DI Yogyakarta. Arkeolog muda belia, yang produktif dan tulisan-tulisannya sangat berkualitas
Jadi sekali lagi, yang saya tulis ini bukan tip atau kiat, saya hanya membagikan informasi kebiasaan saya saja. Karena lagi-lagi saya harus akui, saya tidak termasuk peneliti yang produktif menulis ilmiah.
Apalagi saya, yang setahun itu dikeluarkan dari zona nyaman sebagai peneliti, dan harus menjalani tugas baru sebagai administrator, setahun ini mungkin hanya dua artikel ilmiah yang saya kerjakan.
Sangat tidak produktif, ditambah sekarang saya juga kecanduan menulis di Kompasiana, yang tidak ditarget dan tidak harus ilmiah baku. Alhasil, saya cukup lama vakum di dunia penulisan artikel ilmiah, hehehe....
Baiklah, sekedar berbagi, berikut ini, ada beberapa langkah, yang biasanya saya kerjakan, ketika saya ingin menulis artikel ilmiah:
- Buat Pokok-pokok pikiran terlebih dahulu
Setiap kali ingin menulis artikel ilmiah, saya selalu membuat pokok-pok pikiran artikel ilmiah terlebih dahulu. Pokok-pokok pikiran itu semacam inti gagasan yang akan kita tuangkan. Misalnya kita ingin menulis artikel ilmiah tentang jejak permukiman kuno dari awal hingga perkembangannya saat ini. Inti gagasan dari tulisan itu apa?
Berarti kita akan menguraikan kronologi atau sequen waktu, lalu kita juga akan bahas tentang bukti-bukti permukiman kunonya. Selain itu tentu saja kita juga akan menguraikan tentang hubungan-hubungan antar variabel data, misalnya luas kawasan permukiman kuno, pola dan tata ruang permukiman dan sebagainya. Tentu, semuanya tergantung ketersediaan data hasil penelitian. Â
Selanjutnya setelah menguraikan pokok-pokok pikiran, kita masih bisa mereduksi lagi, pokok-pokok pikiran yang mana yang kita akan kerjakan sebagai topik atau bahan penulisan artikel ilmiah.
Pemfokusan beberapa pokok-pokok pikiran, itu bisa memperkaya ide penulisan artikel ilmiah. Sebagai contoh, pokok-pokok pikiran tentang penulisan artikel ilmiah yang saya sebutkan di atas, bisa menjadi beberapa topik penulisan, misalnya soal kronologi permukimannya saja, pola keruangannya saja dan sebagainya.
Dan setiap pokok pikiran itu, bisa diuraikan lagi variabel-variabel data yang akan kita angkat dalam penulisan ilmiah. Dengan cara seperti itu, menurut pengalaman yang sudah saya kerjakan, kita tidak akan kehabisan ide penulisan artikel ilmiah.
Karena dari hasil penelitian yang cakupan datanya sangat luas, kita bisa pecah-pecah atau pilah-pilah lagi ke dalam topik-topik tertentu penulisan karya ilmiah.
Oleh karena itu, jangan heran kalau dalam satu laporan hasil penelitian ilmiah, kita bisa membuat beberapa artikel ilmiah yang bisa diterbitkan di beberapa jurnal ilmiah yang tersedia. Peneliti, kagak ada matinye...begitu kira-kira, ungkapan yang sering kita dengar.
- Reduksi Laporan Penelitian
Reduksi atau membuat resume laporan hasil penelitian, adalah salah satu kebiasaan yang saya kerjakan. Bahkan reduksi laporan bisa mendahului laporan penelitian final.
Sesungguhnya secara umum, resume laporan hasil penelitian, itu adalah cikal bakal artikel ilmiah yang akan kita kerjakan, dan segera kita bisa ajukan ke jurnal ilmiah untuk diterbitkan.
Jadi setiap kali kita selesai melakukan penelitian, setidaknya sudah ada tersedia satu bakal calon artikel ilmiah yang akan kita terbitkan. Belum lagi kita bisa kembangkan ide-ide penulisan, berdasarkan ketersediaan data dan topik-topik tertentu, seperti yang saya uraikan sebelumnya di poin satu.
- Memilih topik sederhana dulu, kemudian lanjutkan memilih topik lainnya yang lebih khusus
Untuk permulaan menulis artikel ilmiah perdana berdasarkan hasil penelitian, pilihlah dan tentukanlah topik sederhana dulu atau secara umum yang menggambarkan keseluruhan hasil penelitian dari haril penelitian.Â
Artikel ilmiah yang terbit di jurnal, biasanya hanya 15-20 halaman, oleh karena itu, laporan penelitian yang bisa sampai ratusan halaman jumlah, perlu direduksi.
Jadi reduksi laporan penelitian seperti pada poin 2, adalah upaya untuk menentukan topik penulisan ilmiah yang umum atau yang sederhana dulu, berdasarkan hasil penelitian yang sudah disusun sebelumnya.
Selanjutnya, saat anda mulai submit tulisan anda, di saat bersamaan anda bisa memulai untuk mempelajari kembali laporan penelitian, kemudian menetukan topik-topik khusus lainnya, seperti Topik Pilihan nya Kompasiana....hehehe.
- Mencapture Proposal Penelitian
Mencapture dalam pengertian sederhananya adalah proses menangkap, merekam ataupun memindahkan. Jadi setiap kali kita ingin menulis artikel ilmiah, sebenarnya kita sudah punya bahan dasar tulisan, yaitu proposal penelitian.
Jadi, penulisan ilmiah yang secara umum dihasilkan dari laporan penelitian, sebenarnya sudah tersedia bahan dasarnya atau dalam istilah kuliner, sudah ada bahan adonannya.Â
Setiap kali kita ingin menulis artikel ilmiah, hampir pasti, beberapa bagian dari proposal akan kita ambil, karena gagasan awal penelitian dan penulisan ilmiah itu lahir dari proposal penelitian.
Jika kita sudah punya bahan adonannya, tinggal kita lanjutkan mau jadi makanan apa. Contoh bahan dasar adonan itu misalnya tepung terigu. Jadi ibaratnya, proposal penelitian itu seperti tepung terigu.
Kita mau jadikan tepung terigu itu menjadi bakwan, menjadi kue kering, menjadi apem, kue cucur dan sebagainya, terserah kita. Jadi, mulai poin ketiga, proses menulis itu semakin terlihat mudah bukan? Â Bagi saya yang hobi masak, proses menulis itu seperti proses memasak makanan, begitu kira-kira...
- Buat Kata Kunci dan Kumpulkan referensi
Setelah mempelajari laporan penelitian beberapa waktu setelah selesai mengumpulkan data di lapangan, kita bisa melihat beberapa topik yang bisa kita angkat untuk bahan penulisan ilmiah.Â
Kita sudah punya bahan dasar proposal dan juga laporan hasil penelitian. Setelah itu dari hasil penelitian yang cakupannya luas dan umum itu, kita bisa uraikan secara lebih fokus pada topik-topik tertentu.
Topik-topik tertentu itu kita rumuskan kata kuncinya atau topik itu sekaligus kata kunci. Kata kunci itulah yang akan kita tempatkan pada browser untuk pencarian referensi.
Misalnya topik tentang permukiman kuno atau fokus pada tata ruang dan kosmologinya. Tempatkan kata kunci atau topik itu, misalnya pada browser google scholar atau mesin pencarian referensi ilmiah lainnya. Maka dengan sendiri anda akan menemukan artikel-artikel ilmiah yang berhubungan judulnya dengan kata kunci yang anda tempatkan tadi itu.
Setelah itu, berdasarkan judul-judul artikel ilmiah yang anda dapatkan di mesin pencarian referensi, anda dapat menyeleksinya, memilih sesuai yang dibutuhkan untuk memperluas kerangka pemikiran atau landasan teori yang akan di gunakan, atau bisa juga dijadikan rujukan atau pembanding untuk rencana penulisan artikel ilmiah itu. Unduh dan tempatkan pada folder tersendiri.
Dengan demikian, anda sudah punya bahan dasar untuk pembuatan artikel dan bahan-bahan untuk mengembangkan ide penulisan anda. Ibaratnya makanan, sekali lagi makanan, anda sudah punya bahan adonan yaitu proposal dan laporan penelitian anda.
Kemudian anda sudah mengumpulkan resep, yaitu berbagai artikel ilmiah yang akan anda jadikan sebagai referensi. Selanjutnya anda tinggal menambahkan bumbu dan mengolahnya menurut kreasi anda. Artinya, menyusun artikel sesuai pemikiran anda, baik teori atau metode dan ketersediaan data hasil penelitian.
- Mulailah Menulis
Pengalaman saya, setelah saya membiasakan diri untuk mengikuti atau menjalankan tahap atau langkah-langkah penulisan ilmiah sepeti poin 1-5, maka setelahnya adalah memulai penulisan.
Seringkali saya coba praktekan semua langkah poin 1-5, tetapi berlarut-larut tulisan saya tidak pernah jadi, atau tidak ada artikel ilmiah yang saya hasilkan. Ternyata setelah saya renungkan, saya belum memulai untuk menulis.Â
Jadi kata kunci dari semua kebiasaan yang saya jalankan adalah, memulai menulis. Itu yang paling penting. Sebaik apapun pokok pikiran kita buat, sebanyak apapun referensi kita kumpulkan, tanpa kita lakukan praktek memulai menulis, ya tidak ada juga hasilnya.
Hasil artikel ilmiah kita. Memulailah dengan menulis, sesuai template artikel ilmiah, biasanya atau pada umumnya terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, landasan teori, tujuan dan manfaat, metode, serta hasil dan pembahasan.
Semua sub-bab artikel ilmiah akan lebih mudah kita isi, karena kita sudah paham apa yang akan kita tulis, melalui langkah-langkah yang saya sebutkan di atas.
***
Mungkin itu saja yang bisa saya uraikan, sekali lagi ini bukan tip atau kiat, ini hanyalah kebiasaan saya dalam memulai sebuah proses penulisan ilmiah. Bagi saya yang seorang arkeolog, tentu saja tulisan ini mungkin akan lebih mudah ditangkap dan dilahap oleh arkeolog.
Namun penulisan ilmiah pada dasarnya memiliki bagian atau instrumen yang sama, baik bidang sosial, ekonomi, politik,humaniora yang soft science maupun bidang eksakta yang hard science.
Arkeologi bisa mengadopsi keduanya, karena seringkali metode hard science juga digunakan oleh arkeologi, misalnya untuk analis pertanggalan (umur, kronologi) atau analisis biologi untuk mengetahui apa yang dimakan manusia masa lampau ribuan atau puluhan ribu tahun yang lalu. Demikian, selamat menulis Artikel Ilmiah... Salam Budaya...Salam Literasi..Salam Lestari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H