Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Waruga Malang, Waruga Tersayang: Setitik Harapan di Tengah Ancaman Kemusnahan

10 Juli 2020   22:14 Diperbarui: 23 Agustus 2020   22:02 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Waruga atau makam leluhur orang Minahasa ini berada di kawasan cagar budaya Kaima, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara."

Waruga malang, waruga tersayang, sepertinya itulah ungkapan yang pas untuk melihat kondisi Waruga di Bumi Minahasa Sulawesi Utara. Waruga, itu ikon budaya Orang Minahasa. 

Dulu, ribuan tahun yang lalu, awal leluhur Minahasa, menggunakan waruga sebagai wadah kubur. Dan terus berlanjut hingga masa kolonial. Orang Minahasa berhenti menggunakan Waruga, sejak abad 19 M, karena pelarangan pihak Belanda. Dengan alasan berkembangnya wabah kolera masa itu. 

Namun, waruga tetap berdiri hingga kini, meskipun banyak juga yang rusak, akibat dampak pembangunan dan beberapa karena ulah manusia tak bertanggungjawab.

Jumlah Ribuan Waruga

Dari catatan Balai Arkeologi Sulawesi Utara, setidaknya terdapat kurang lebih 5000 waruga, yang tersebar di seluruh Semenanjung Minahasa, namun hanya beberapa tempat saja yang dipelihara oleh Pemerintah, melalui penetapan UU Cagar Budaya No 11 Tahun 2010. 

Kompleks Warisan Cagar Budaya, yang dilindungi  dan sudah dikelola pemerintah, yang dikenal hanya ada dua yaitu Cagar Budaya Waruga di Sawangan dan Air Madidi. Masing-masing tempat, jumlahnya tidak mencapai seratusan buah. Artinya ada ribuan obyek waruga, tidak terpelihara dan terancam keberadaannya.

Nilai Budaya Waruga

Lalu, apakah waruga itu penting? Sangat penting, sebagai warisan budaya, Waruga adalah artfak zaman, dia adalah simbol budaya, identitas orang Minahasa. 

Dalam kacamata arkeologi, Waruga dapat menggambarkan asal usul Orang Minasa dari mana berasal. Waruga juga dapat mengungkap identitas, jati diri masyarakat Minahasa. 

Waruga adalah simbol budaya warisan leluhur nenek moyang masyarakat Minahasa. Pada waruga, juga dapat mengungkap perilaku sosial masyarakat Minahasa masa lampau, yang kemudian terus berlanjut hingga saat ini. Ingin melihat, bagaimana masyarakat Minahasa dulu membangun organisasi sosial? 

Taman Cagar Budaya Waruga Sawangan, Sumber: https://www.indonesiakaya.com/
Taman Cagar Budaya Waruga Sawangan, Sumber: https://www.indonesiakaya.com/

Pelajari Waruga. Ingin tahu, bagaimana sikap kerjasama dan gotong royong masyarakat Minahasa? Teliti waruga. Waruga, bukan semata peti kubur, tetapi nilai-nilai penting budaya, melekat pada waruga.

Nilai Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan

Selain nilai budaya, waruga juga memiliki nilai ekonomis. Waruga yang sudah dilindungi, ditata dan dikelola menjadi obyek Cagar Budaya, juga menjadi obyek wisata budaya.

Selain itu, dalam perkembangannya, untuk pembangunan berkelanjutan, industri kreatif juga dapat dikembangkan. Seni kriya, seni dekoratif, desain batik, arsitektur dan sebagainya, semuanya melekat pada obyek waruga yang dapat didayagunakan untuk pengembangan industri kreatif.

Kerusakan Waruga dan Titik Balik Kesadaran Masyarakat

Tahun 2018 menjadi titik balik kesadaran masyarakat Minahasa. Waktu itu, berbagai berita lokal cetak maupun berita online nasional, memberitakan kerusakan Kawasan Waruga di Desa Kuwil dan Kawangkoan karena perluasan area untuk pembangunan waduk. 

Selain persoalan lahan, yang berkaitan dengan hak ulayat, rakyat menggugat pengembang waduk, karena puluhan waruga di buldoser. Waruga yang merupakan peti kubur nenek moyang Masyarakat Minahasa, dibuldoser untuk perluasan area waduk. Pemerintah dan masyarakat menghadapi dilema. Waduk sangat penting untuk dibangun. 

Akibat bencana Banjir di Bumi Minahasa, pemerintah pusat mencanangkan pembangunan waduk. Bahkan suatu ketika, proyek pembangunan waduk itu ditinjau langsung oleh Presiden RI Joko Widodo. 

Masyarakat berharap, waduk itu segera dibangun, tapi tidak dengan mengorbankan situs Waruga. Dengan menghancurkan waruga juga dianggap melukai masyarakat Minahasa, yang sangat menghormati leluhurnya.

Pemerintah daerah, sudah mengupayakan relokasi waruga. Namun prosesnya dianggap kurang hati-hati apalagi menggunakan alat berat, berdampak pada hancurnya puluhan waruga itu. 

Konon, jauh sebelum waruga ini dipindahkan masyarakat adat menolak relokasi waruga yang ada di negeri tua Kinangkoan dan Pinandean. Alasannya kedua tempat itu merupakan tanah adat. 

Masyarakat anggap relokasi waruga yang merusak, mengancam hilangnya identitas Suku Minahasa. Selain itu masyarakat menganggap sosialisasi ke masyarakat rencana relokasi tidak optimal, sehingga hak-hak kultural masyarakat terabaikan.

Suara protes masyarakat terhadap berbagai kerusakan situs waruga, adalah titik balik kesadaran masyarakat terhadap pelestarian situs waruga. Mungkin sebelum kasus kerusakan situs waruga Kuwil sudah banyak terjadi, tapi sorotan public sepertinya tidak mengemuka. Setelah kerusakan Waruga, berbagai elemen masyarakat mengkampanyekan slogan #SaveWaruga. 

Meluas ke seluruh pelosok negeri di Bumi Minahasa. Berbagai kerusakan waruga berikutnya di berbagai tempat, ramai disoroti oleh masyarakat. Contoh tahun lalu, kerusakan Waruga di Desa Kaima, yang tidak diketahui pelakunya. 

Beberapa waruga, dirusak oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Sepertinya ingin mengambil harta karun yang dikubur bersama leluhur Minahasa di dalam peti kubur itu. 

Setidaknya, begitu pemikiran awam masyarakat. Padahal umumnya waruga-waruga yang ada di Minahasa sudah tidak memiliki bekal kubur. Sebenarnya, waruga di berbagai tempat yang bertahan sampai sekarang, itu  sudah tidak insitu lagi, merupakan hasil pemindahan sebelumnya sejak puluhan tahun yang lalu.

Pelestarian Cagar Budaya, Pengelolaan dan Ide Rekayasa Situs Taman Purbakala Seribu Waruga

Ditengah berbagai ancaman kerusakan waruga. Balai Arkeologi Sulawesi Utara, mewacanakan adanya "rekayasa" Situs Waruga dalam bentuk pembuatan Taman Purbakala Seribu Waruga. Wacana ini juga mendapat sorotan dan terjadi pro kontra di masyarakat. 

Rekayasa situs Waruga, dengan merelokasi ribuan waruga yang dipilih berdasarkan tingkat keterancaman dari kerusakan. Ide itu, di satu sisi dianggap mengabaikan nilai kesejarahan tanah ulayat yang melekat dengan keberadaan lokasi situs waruga itu sendiri.

Karena, keberadaan waruga di wilayah hukum tua, atau desa tertentu, menjadi simbol kesejarahan sekaligus identitas masyarakat di desa itu sendiri, menjadi obyek kebanggan masyarakat desa, dimana waruga berada. Jadi kalau merelokasi waruga yang terancam kerusakan dari lokasi keberadaannya sama saja menghilangkan sejarah.

Di satu sisi, argumen tentang ide "Rekayasa Situs Waruga" dengan pemerintah daerah menyediakan lahan yang luas, untuk membuat Taman Purbakala Seribu Waruga juga memiliki dasar akademik. Menurut Balai Arkeologi Sulawesi Utara, untuk mempertahankan obyek waruga, agar tetap dapat dipelajari nilai budayanya, maka obyek waruga harus diselamatkan secara besar-besaran.

Nantinya di Taman Seribu Waruga, dibuat kluster-kluster Kawasan waruga berdasarkan asal tanah ulayatnya. Diberi petunjuk dan informasi lengkap, tentang asal usul tanah ulayat dimana waruga itu diambil dari tempatnya, dibentuk pengelola setiap kluster yang mewakili masyarakat desa hukum tua asal muasal waruga dan sebagainya.

Taman Purbakala Waruga, dibayangkan akan sama megahnya seperti halnya Kompleks Candi Prambanan atau Candi Borobudur di Pulau Jawa. Masyatakat Minahasa, memiliki ikon budaya, sekaligus ikon Pariwisata yang besar dan menarik. Infrastruktur dapat di bangun untuk akses pariwisata. 

Pelestarian dan penyelamantan obyek Cagar Budaya Waruga dapat dikembangkan, meskipun memiliki kelemahan, karena bukan pada tanah ulayatnya yang asli. Selain itu identitas masyarakat hukum tua juga menjadi bias atau tidak asli lagi.

Sementara, jika waruga yang tersebar di berbagai tempat, dengan jumlah yang kecil, sangat rawan dikorbankan karena dampak pembangunan, kecuali masyarakat tumbuh kesadaran untuk menyelamatkannya dengan optimal. 

Perluasan area permukiman, pembuatan jalan, atau sarana lain, merupakan beberapa hal yang bisa mengancam keberadaan obyek waruga yang terpisah-pisah. Waruga yang terpisah-pisah, bisa jadi dianggap memiliki nilai heritage yang kecil pula. Sementara, jika diintegrasikan dalam jumlah yang banyak, bisa meningkatkan "nilai heritage" karena tidak mudah lagi dikorbankan.

Namun, di luar soal itu, hukum sudah mengatur, itu yang harus dikaji lebih mendalam. UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, tentang Perlindungan Cagar Budaya, pasal 53, ayat ,menyatakan: Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif. 

Sedangkan ayat 3 menjelaskan; tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.

Sementara itu, Pasal 58, yang menyatakan: 1) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk: mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Di satu sisi, ayat 2 menyatakan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa.

Di tengah berbagai debat tentang pengelolaan waruga, ada setitik harapan, bahwa masyarakat peduli terhadap warisan cagar budaya. Berbagai perdebatan, dipahami sebagai proses mendidik dan mencerahkan masyarakat, tentang pentingnya warisan leluhur.

Obyek Cagar Budaya Waruga, menandai zaman. Bertahan dan berkembang Waruga dengan cara pandang masyarakat saat ini, tanpa mengabaikan makna keluhurannya. Itu yang penting !....Salam Budaya...Salam Lestari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun