Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cagar Budaya: Membaca Peluang Industri Kreatif Batik Waruga dari Minahasa Sulawesi Utara

28 Juni 2020   07:10 Diperbarui: 29 Juni 2020   15:44 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembaca tahu, apa itu Waruga? Dalam masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara, waruga adalah peninggalan warisan budaya benda, atau yang dikenal sebagai cagar budaya, merupakan peninggalan leluhur masyarakat Minahasa yang digunakan sebagai wadah kubur batu leluhur orang Minahasa. Menurut data dari Balai Arkeologi Sulawesi Utara, tradisi penggunaan kubur batu Waruga sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu, yaitu sekitar dikenal sejak Abad ke 4 SM dan konon berakhir pada sekitar abad 18 M. 

Tradisi leluhur orang Minahasa yang menguburkan yang mati dengan Waruga, hingga kini meninggalkan jejaknya. Peninggalan Waruga hingga kini masih bisa dilihat di situs-situs Cagar Budaya Waruga yang tersebar di banyak tempat di hampir seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Bahkan konon menurut Peneliti Balai Arkeologi Sulawesi Utara, jumlah kubur batu Waruga di Sulawesi Utara mencapai lima ribu jumlahnya, dan yang paling banyak tersebar di wilayah Kabupaten Minahasa Utara. 

Di kota Manado dan Kabupaten Minahasa saja, menurut peneliti senior Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Dwi Yani Yuniawati Umar yang mendata pada tahun 1999, mencapai seribuan jumlahnya. Yang jelas, tradisi wadah kubur bagi masyarakat Minahasa pada masa lampau merupakan tradisi leluhur yang kolektif, hampir seluruh masyarakat Minahasa pada masa lampau mengenal tradisi wadah kubur batu Waruga. Artinya jejak peradaban orang Minahasa, sangat lekat dengan tradisi kubur batu Waruga.   

Nah...tapi waruga bukan semata lalu diperlakukan sebagai barang kuno wadah kubur kuno masyarakat Minahasa semata. Hingga saat ini, pada umumnya masyarakat Minahasa masih sangat menghormati tradisi leluhur itu, tentu saja dengan cara perlakuan yang berbeda. Pemerintah sendiri juga melindungi dan menetapkan beberapa situs Waruga sebagai Situs Cagar Budaya, beberapa diantaranya yang ada di Sawangan dan Air Madidi. 

Tidak hanya sebagai obyek cagar budaya, yang sekaligus sebagai obyek wisata, masyarakat di wilayah Sulawesi Utara, khususnya Manado, cukup cermat mengembangkan potensi waruga, tidak semata obyek atau barang kuno yang disakralkan. Namun terdapat peluang ekonomi yang juga dikembangkan. 

Saya cukup terkesan dengan berita-berita di media lokal setempat,  juga di media-media online, tentang motif hias waruga menjadi salah satu corak motif batik Minahasa. Artinya sebelum ide Balai Arkeologi Sulawesi Utara, pada tahun 2019 lalu mendorong ragam hias Waruga sebagai motif batik, pasar di Sulut sebenarnya sudah mengenal jauh sebelumnya. Bahkan tahun 2006, Balai Arkeologi Sulawesi Utara sendiri sudah pernah membuat seragam kantor, batik dengan motif Waruga.

Tapi mengapa ya, batik dengan motif waruga seakan belum menjadi brand yang terkenal di Indonesia. Saya lalu mengamati, bahwa ternyata, tidak ada sesuatu yang khas corak yang menonjol dan menjadi branded batik. Masyarakat Sulut sudah mengenal sebelumnya Batik Minahasa, namun corak motif batiknya campuran, ada motif waruga, tanaman khas minahasa dan sebagainya. Selain itu motif waruga yang diterakan sepertinya juga sangat umum. 

Celah inilah yang membuat Balai Arkeologi Sulawesi Utara sejak tahun 2019 lalu, terus mengkampanyekan pengembangan Batik Waruga sebagai brand batik yang bisa dikembangkan sebagai indutri kreatif batik di wilayah Sulawesi Utara khususnya dan di seluruh Indonesia pada umumnya. Jadi, nama brand batiknya adalah Batik Waruga. Batik ini dihasilnya semata-mata berasal dari ragam hias khas obyek cagar Budaya waruga, yang sudah dikenal luas itu. 

Potensi waruga sebagai brand batik di Indonesia ini sangat terbuka. Mengapa tidak, pada obyek waruga itu, justru tertera dengan jelas, sangat kaya ragam hias yang menarik dan indah, kenapa tidak dari banyaknya ragam hias yang tertera pada waruga itu, dikembangkan sebagai desain motif batik yang khas. Saya berpikir, kalau saja, desain motif batik khas waruga itu dikembangkan atau bahkan dipatenkan sebagai brand batik dengan nama Batik Waruga. Desainnya bentul-betul hanya diambil dari ragam hias obyek cagar budaya Waruga, yang kaya motif, kaya corak yang tertera di dalamnya.


Oleh karena potensi itu, sejak tahun 2019, Balai Arkeologi Sulawesi Utara, memulai untuk mengkampanyekan lagi pengembangan brand Batik Waruga. Dalam berbagai forum pertemuan kebudayaan, bahkan dalam berbagai konferensi pers, Balai Arkeologi Sulawesi Utara selalu menggaungkan brand Batik Waruga, sebagai salah satu alternatif pengembangan industri kreatif di Sulawesi Utara. 

Oleh karena itu, tujuan inovasi program arkeologi adalah memberikan pemahaman bahwa hasil penelitian arkeologi juga dapat dimanfaatkan atau didayagunakan untuk pengembangan industri kreatif. Dalam hal ini, contoh yang sangat jelas dan dapat dilakukan adalah pendayagunaan obyek cagar budaya Waruga melalui pengembangan industri kreatif batik. 

Hal ini karena banyaknya dan kayanya ragam hias yang melekat pada Waruga dapat dikembangkan untuk desain motif batik khas yang digali dari budaya khas Minahasa, dengan brand Batik Waruga. Balai Arkeologi Sulawesi Utara kemudian mulai mengkampanyekan kembali manfaat penting hasil penelitian Situs Waruga untuk pengembangan industri kreatif batik. 

Balai Arkeologi Sulawesi Utara bahkan telah menyusun pedoman pelaksanaan inovasi pendayagunaan hasil penelitian situs cagar budaya Waruga untuk pengembangan industri kreatif Batik. Selain itu, agar berkelanjutan, Balai Arkeologi juga mendorong instansi terkait untuk menumbuhkan komunitas-komunitas kreatif yang lahir dari masyarakat dan generasi muda di sekitar situs Waruga. 

Selain mengembangkan brand Batik Waruga, diharapkan juga tumbuh industri-industri kreatif lainnya sebagai hasil inovasi pendayagunaan situs cagar budaya Waruga, baik industri seni kriya, arsitektur, desain grafis dan sebagainya. Untuk kalangan siswa, Balai Arkeologi Sulawesi Utara mendorong adanya kelas-kelas inovasi.

Tujuannya memberikan materi sosialisasi hasil penelitian arkeologi, sekaligus memberikan pembekalan dan pengenalan ketrampilan untuk ide kratifitas siswa dalam menumbuhkan industri kreatif, misalnya pembekalan untuk membuat desain motif batik Waruga, selain mengenal nilai-nilai budaya Waruga, juga dapat membuat desain motif batik berdasarkan pengamatan siswa melihat secara langsung ragam hias waruga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun