Mohon tunggu...
WULIDATUL IMROAH
WULIDATUL IMROAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lala_cishlist18616

Orang Yang Kuat Adalah Orang Yang Mampu bertahan Jatuh Bangkit Lagi, Gagal Berjuang Lagi Sampai Bisa mencapai "The Affection Between Love and Understanding"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kelenteng Eng An Kiong Kota Malang "Kelenteng Tri Dharma"

22 Maret 2022   01:01 Diperbarui: 26 Maret 2022   01:16 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu bangunan dengan perlembagaan yang berada di dalamnya yang merupakan sebuah warisan bangunan-agamis yang sarat dengan makna dan fungsi, serta sejarah mencatat dengan sebutan untuk bangunan yang disebut Bio yang memiliki dasar iman dari peribadatan yaitu Hormat, Tulus, syukur, dan Layak adalah pengertian dari kelenteng. Secara umum peribadatan di kelenteng memiliki nilai-nilai dasar yaitu; 1) Ejawantah sujud manusia akan ke’tak terbatasan’Nya atas keterbatasan manusia, 2) Wujud pencarian manusia akan hakekat intisari kehidupan oleh kesadaran betapa baur kemayaan imagi-manusia, 3) Cermin supaya manusia menemukan kemuliaan sejati dalam rasa kerendahan nista dari wadag dan nafsu kotor keinginan manusia, 4) Sarana mencapai pencerahan total yang benar dari sisi kegelapan manusia, 5) Wahana dimana ada harapan oleh dera kegagalan, dalam coba dan godaan yang terasa menghimpit perasaan manusia, 6) tempat solusi pembebasan dalam keterikatan belenggu ke’semu’an duniawi manusia, 7) Untuk institusi belajar dan beribadah menggenapi kemampuan atas ke’tidak-berdaya’an manusia, serta panggilanNya atas manusia, 8) Agar beroleh jalan keluar dari segala kebuntuan yang menghadang kehidupan manusia, 9) Untuk membina kemantapan iman, lepas dari segla kebimbangan serta keraguan yang melanda eksistensi manusia. Dari nilai-nilai dasar tersebut, namun utamanya kelenteng mempunyai nilai yaitu; agamis, ibadah, dan sosial kemasyarakatan. Agamis karena didalamnya selalu ada unsur santapan rohani, sukma, jiwa, dan badani bagi insan. Ibadah merupakan sarana persembahyangan, sujud, dan doa. Serta sosial kemasyarakatan merupakan sarana pengamalan nilai-nilai agamis bagi kesejahteraan bersama seluruh masyarakat (bakti sosial, kepedulian sosial, balai pengobatan, pelestarian nilai-nilai seni dan budaya, olahraga, dsb).

Dari sedikit gambaran tentang kelenteng di atas, menjadikan saya dan teman-teman saya melakukan kunjungan pada Hari Rabu, 16 Maret 2022, ke kelenteng Eng An Kiong yang merupakan salah satu bangunan tertua yang berada di Kota Malang dan telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya (bangunan heritage) yang berada di pusat Kota Malang, tepatnya di Jalan R. E. Martadinata No.1, Kotalama, Kecamatan Kedungkandang, Kota malang, Jawa Timur 65118. Disana saya dan teman-teman saya bertemu langsung dengan Bapak Rudi selaku pengurus Kelenteng Eng An Kiong.

Menurut sejarah, ada yang menyebutkan tahun 1825, dan ada pula yang menyebutkan tahun 1835, pertama kalinya dibangun tempat ibadat yakni Kelenteng di Kota Malang bagi pemeluk agama Ji (Khonghucu), Too (Tao), dan Sik (Buddha), yang dikenal sebagai sebutan suci bagi Kelenteng Eng An Kiong, yang dalam bahasa Indonesia nya dapat diartikan sebagai Istana Keselamatan dalam Keabadian Tuhan. Tertera di dalam data dari Khong Kouw Sian (1940) menjelaskan bahwasannya tempat suci yang dipersembahkan untuk menghormati Kongco (yang mulia) ‘Hok Tik Cing Sien’ (menegakkan kehidupan rohani, beroleh berkah dalam kebajikan) didirikan atas inisiatif Letnan Kwee Sam Hway (Yauw Ting Kong) pada tahun 1842-1863. Pengembangan bangunan dengan menambah ruang, pertama kali dilakukan antara tahun 1895-1905 ketika berada di jabatan Letnan Han Sioe An (Han Shi Tai). Pada masa Letnan Tan Kik Djoen menjabat, yaitu tahun 1914-1920, terjadi perluasan tempat suci yang dibiayai oleh kontraktor Tionghoa yang mendapat untung dari mengerjakan proyek pembuatan jalan kereta api yang menghubungkan antara Malang-Blitar pada tahun 1890-an. Pembangunan ruang belakang dibangun untuk altar Kwan Im, Wie Tho, dan Cap Pwee Lo Han. Sedangkan, bagian sayap kiri kanan terdapat altar Tee Cong Ong dan Kwan Kong. Dan di depan kelenteng terdapat halaman yang luas yang di gunakan untuk pertunjukan wayang Potehi atau wayang kulit setiap 17 Agustus atau di saat memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tahun 1912, dibawah pimpinan Tok tjang Sing diadakan renovasi kembali. Dan pada tahun 1966 dibangun Pat Kwa Teng dengan altar Ji Lai Hud. Pada tahun 1981 diadakan renovasi gerbang depan, dan tahun 1986 dilakukan pembangunan ruang belakang sudut kanan, pada tahun 1996 dibangun fasilitas Aula Serba Guna dan Sanggar Seni Karawitan & Tari, serta fasilitas umum Balai pengobatan dan Lok Ling Hui atau wahana untuk para Lansia.

Berdirinya Kelenteng Eng An Kiong diperingati ulang tahunnya pada tanggal 6 bulan Lak Gwee (bulan 6) Khongcu-lik. Semua sejarah Kelenteng Eng An Kiong tercantum di dalam prasasti yang terukir indah di depan kantor Tempat Ibadat Kelenteng Eng An Kiong Malang. Tempat ibadat kelenteng yang merupakan tempat ibadat kehadirat Tuhan, mempunyai altar utama peribadahan Tuhan yang di atas altar tersebut khusus ditempatkan perlengkapan peribadatan yaitu, Api Suci Abadi (Sien Ting), serta sebuah hiolo yang merupakan tempat untuk menancapkan duta batang hio dan lilin di kiri-kanan meja altar. Sedangkan yang berada di belakang yang menyatu dengan ruang altar Tuhan, disediakan  altar induk bagi Para Suci (Sien Bing) sebagaimana yang utamanya diimani dalam agama yang dipeluk warga Sam Kau yang merupakan tempat yang digunakan untuk mensyukuri rahmat karunia Tuhan berupa kuasaNya di alam semesta, dengan diwujudkan dalam altar induk bagi Kongco (Yang Suci) Hok Tik Cing Sien, serta dengan umumnya symbol dewa Bumi yang didampingi oleh Ho Ya Kong atau Harimau Putih atau Pek Hauw Sien yang disebut juga dengan Hauw Chiang Kun. Melalui ritual khusus yang berada di altar Hok Ting (ing Sien) diadakan tepat pada tanggal 15 bulan Pwee Gwee (bulan 8) Khongcu-lik yang merupakan hari berkah bumi. Persembahyangan yang dilakukan dihadapan altar (Sien Bing) Hok Tik Cing Sien diimani oleh pemeluk Ji Kau atau agama khonghucu dan warga kelenteng Eng an Kiong pada umumnya sebagai Sang Malaikat Bumi (Tho Tee Kong) deb=ngan menggunakan azas inmani Hok Tik Cieng Sien, yang mempunyai sebuah arti yaitu menegakkan rohani atau nilai Ilahi serta sebagai makna sembahyang wujud syukur kepada bumi (pertiwi)  yang menjadi sasaran atau bisa dikatakan sebgai penunjang hidup bagi insan ciptaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun