10. Biaya pemeliharaan dan perbaikan rutin kendaraan sedan dan sejenisnya sebesar 50% Deductible.
BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIBEBANKAN
Levi Silalahi menjelaskan selain biaya yang boleh dikurangkan dalam PPh, terdapat juga biaya yang tidak boleh  dibebankan. Di mana biaya-biaya yang tidak boleh untuk dibebankan dalam perhitungan PPh, yaitu:
1. SE Dirjen Pajak No 20/PJ.42/1994
Bunga pinjaman selama masa konstruksi yang tidak di kapitalisasi menjadi komponen harga pokok atau harga perolehan aset.
Contoh : pembangunan gedung
2. PP No 94 Tahun 2010 Â
Pasal 10
* Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (8) huruf f dan g UU PPN sepanjang tidak dapat dibuktikan benar telah dibayar
* PPN (Pajak Masukan) atas perolehan harta yang masa manfaat lebih dari 1 tahun wajib di harus dikapitalisasi dengan pengeluaran tersebut dan pembebanan melalui penyusutan atau amortisasi.
* Pajak masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalammenentukan besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana pasal 9 (1) UU PPh.
Pasal 13
* Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
* PPh yang ditanggung oleh pemberi penghasilan.
Pasal 9
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berkaitan langsung dengan usaha WP, sebagai berikut:
* dikenakan PPh yang bersifat final; atau
* tidak termasuk objek pajak,
* tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.
3. SE Dirjen Pajak No 27/PJ.42/1986
Biaya entertainment dan sejenisnya sepanjang tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha WP dan tidak dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan pada SPT tahunan PPh.
4. Peraturan Menteri Keuangan PMK 02/PMK.03/2010
* Biaya promosi yang berhubungan untuk mendapatkan penghasilan yang bersifat tidak final.
* Harus membuat daftar nominatif dan bukti potong PPh atas objek withholding tax.
5. Kep. Dirjen Pajak No 220/PJ/2002
* 50% dari biaya pemakaian telepon seluler yang meliputi beban penyusutan biaya berlangganan/pengisian ulang pulsa perbaikan.
* 50% dari biaya pemakaian kendaraan sedan, yang meliputi beban penyusutan dan biaya pemeliharaan rutin.
Kesimpulannya bahwa pengelolaan risiko pelaporan PPT PPh badan perlu dipahami dan dipelajari secara mendalam  sebagai upaya untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi ketika wajib pajak tidak dapat menyetor atau melaporkan pajak kepada Direktorat Jendral Pajak (DJP) sehingga mengakibatkan adanya pemberian saksi administrasi atau sengketa pajak. Tujuan mengenal dan menahami pengelolaan risiko pelaporan PPT PPh badan adalah untuk menghindari biaya pajak yang tidak perlu, Memastikan kepatuhan terhadap persyaratan perundang-undangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H