Mohon tunggu...
Wulan Nur Diani
Wulan Nur Diani Mohon Tunggu... Lainnya - Siswi Sekolah Menengah Atas

Suka menulis hal-hal acak sedari kecil.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

CREEP (Orang Aneh)

19 Mei 2024   11:36 Diperbarui: 19 Mei 2024   11:36 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Aku menatap Juli dengan tatapan yang semakin bingung. Omong kosong macam apa ini?! “Juli! Jelasin ini ada apa?! Kenapa semua ini... Ini ada apa?!” Kini aku benar-benar marah. Rasa frustasi dan pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban terus merasuki pikiranku. “Jelasin, Juli!”

   Juli menundukkan kepalanya dan terlihat ragu-ragu. “Kamu harus pulang, Gautam. Ini bukan tempat kamu. Semuanya udah selesai, kamu udah gak ada urusan lagi disini.” Jawaban Juli hanya menambah rasa frustasi ku. Aku melempar barang sembarangan sebagai luapan amarahku saat ini.

   “Jelasin yang bener!” teriakku yang membuat Juli sedikit terkesiap. Juli malah mendekat ke arahku dan menggenggam tanganku erat-erat. “Bangun, Gautam.” bisiknya sembari menempelkan dahinya ke arah dahiku. “Ini semua bukan salah kamu. Dosa-dosa ini bukan salah kamu. Kamu harus bangun, Gautam.”

   Ucapan terakhir Juli membuatku sadar sesuatu. Aku memejamkan mataku sembari menikmati genggaman tangan Juli yang halus sebelum aku membuka mataku kembali. Aku sedang terbaring diatas lantai yang dingin. Aku berdiri dan berjalan kearah cermin besar diujung ruangan. Wajahku lebih tua dari terakhir kali aku menatapnya, janggutku tumbuh secara acak-acakan, dan aku memakai seragam aneh dengan namaku disisi bajunya.

   “Pasien Gautama Danapati Shankara?” Aku menoleh dan mendapati seorang suster berdiri didepan ruanganku. “Kenapa anda meminum obat-obatan tersebut secara berlebihan lagi? Itu kan tidak baik.” Aku menoleh kearah obat-obatan yang berserakan diatas mejaku. Selain obat-obatan, disana ada sebuah potongan koran usang dengan judul yang mengerikan. “Pria berinisial GDS tega membunuh ayah kandung dan teman sekolahnya dengan niat balas dendam terhadap kematian ibu dan pacarnya.”

   “Sus... Sekarang tahun berapa?” tanyaku sembari masih menatap koran tersebut. “Dua ribu dua tiga.” Jawab sang suster tanpa merasa aneh sama sekali. Aku menoleh kearah suster tersebut dan menatapnya. “Tanggal?” tanyaku lagi sembari memiringkan sedikit kepalaku.

   “Lima belas Desember.”

   Akhirnya aku sadar. Tujuh belas tahun sukmaku terkunci didalam fatamorgana. Sudah ke-17 kalinya aku bermimpi hal yang sama, di hari yang sama, mengulang rasa sakit yang sama. Tapi entah mengapa rasa sakit ini mulai terasa nikmat. Mungkin suatu perasaan yang terbiasa atau sekedar pengaruh obat.

   Netraku beralih ke arah jendela, menatap matahari yang sudah berada di langit bersama awan. Meskipun rasa sakit mulai berhenti menggerogoti tubuhku, tapi pikiranku masih berharap semuanya hanya mimpi buruk belaka. Padahal aku memang membunuh mereka dengan sengaja dengan pisau yang sama.

   Aku masih berandai-andai hidup di antara kedamaian, dibandingkan membusuk disini. Tapi inilah takdirku, ini takdir dari Tuhan ku agar diampuni dosa-dosaku. Biarkan saja aku sendiri disini, membayar semua dosa dalam diri, di rumah sakit jiwa ini, mati sendiri, tanpa merangkul rasa bersalah lagi.

   “Sus. Tolong putarkan lagu creep dari Radiohead di walkman saya.” Setidaknya aku masih punya walkman dari ibu dan lagu kesukaan Juli yang aku putar ribuan kali tanpa rasa bosan, atau mungkin memang aku bisa mati tanpanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun