Mohon tunggu...
Wie Astuti
Wie Astuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - _

Selama hidup, teruslah belajar, buat bekal mati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Klenik di Sekeliling Kita

28 November 2022   04:56 Diperbarui: 28 November 2022   06:56 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia terkenal memiliki jejak mistis yang kuat sedari dulu hingga kini. Hal tersebut terbukti dari masih tingginya minat masyarakat terhadap hal-hal yang berbau klenik. Antusias masyarakat belum surut meskipun peradaban sudah berubah. Hal-hal yang berbau mistis dan gaib masih ramai diburu untuk kepentingan apapun, entah itu untuk keselamatan diri, kesembuhan diri, pemenuhan maksud atau hajat pribadi seperti permasalahan ekonomi, asmara dan hasrat politik, hingga kepentingan-kepentingan agama. Kesemuanya itu masih bisa disaksikan di sekeliling kita hari ini.

Realitas tersebut tidak berubah dari tahun ke tahun. Klaim seseorang yang menyatakan diri sebagai orang yang katanya memiliki 'kelebihan' tetap laris di pasaran dan parahnya menyasar kaum terpelajar. Memang, hal tersebut tidak hanya terjadi hari  ini saja, jauh di peradaban yang sudah berlalu pun karakteristik manusianya sangat beragam dan banyak yang meminati hal-hal yang bersifat klenik. Klenik, dan lagi-lagi klenik.

Fenomena yang sering dijumpai disekeliling kita tersebut sangat mungkin mempengaruhi persepsi seseorang dalam memenuhi kebutuhan terkhusus kebutuhan yang bersifat batini atau psikologis. Bisa saja dengan mudahnya seseorang yang tengah berada di posisi desakan yang sangat, mengambil cara-cara instan guna terpenuhinya hajat. Bukan tidak mungkin tindakan tersebut akan berubah menjadi perilaku, yang mana, seseorang untuk memenuhi hajatnya tidak perlu bersusah payah berpeluh keringat tetapi cukup saja dengan memakai jasa parapsikolog, atau dalam beberapa kebudayaan menyebutnya dengan istilah mbah dukun, cenayang, dan lainnya.

Persoalannya bukan lagi salah dan benar menurut agama. Tetapi, ketika perbuatan dan perilaku tersebut benar-benar dilakukan oleh seorang yang beragama, di mana orang tersebut posisinya mengetahui jika dalam agama hal tersebut dilarang, tentunya ini menjadi permasalahan sosial yang harus dipecahkan. Bukan lagi sebatas labeling atau stigmatisasi terhadap pelaku tersebut sebagai, misal orang musyrik, sesat, dan lalu mengajak supaya kembali ke jalan yang benar. Lebih dari itu tidak ada salahnya jika mencoba mengadakan suatu program atau perencanaan yang bisa mengubah persepsi dari pelaku-pelaku tersebut agar mampu berpikir secara logis dan rasional. Sebab, permasalahan semacam ini menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat.

Penggunaan klenik yang masif, yang kiranya masih bisa diminimalisir dengan adanya program-program yang bisa membantu individu untuk bisa mengaktualisasikan dirinya. Dalam arti mampu mengekspresikan potensi-potensi yang dimilikinya secara optimal. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhannnya individu tidak terjebak ke dalam solusi-solusi yang simplistis namun irasional. Sebab, realitas di lapangan menunjukkan kecenderungan bahwa para pelaku klenik: penawar jasa dan pemakai jasa, memang bermotif ekonomi dan seringkali tidak memiliki skil atau kemampuan untuk bersaing mendapatkan pekerjaan. Alhasil, mereka berlari ke jalan yang dirasa menguntungkan secara instan.

Namun, permasalahnnya lain lagi jika perilaku klenik bukan datang dari kelompok yang awam dan memiliki keterbatasan. Ketika orang-orang terpelajar dan berwawasan menggunakan klenik, bukan tidak mungkin ada motif lain yang ingin dicapai dari tindakan tersebut. Misalnya pejabat tinggi negara, politisi, akademisi, hingga agamawan tak terkecuali. Perlu penelusuran yang lebih jauh mengenai kasus tersebut. Namun yang pasti, permasalahan klenik ini sudah masuk ke ranah kepribadian manusia. Yang mana, ketika kepercayaan terhadap klenik ini sudah mengakar dengan kuat, akan sulit bagi mereka untuk menerima hal baru dari luar meskipun itu bermanfaat dan baik. Sehinnga, karena begitu kuatnya kepercayaan akan klenik inilah yang menyebabkan eksistensi klenik terus bertahan disetiap zaman.

Tetapi, di sini tidak berusaha untuk menyalahkan ataupun mengahakimi pelaku klenik yang bisa dikatakan impulsif dan simplistis. Tetapi sebatas mencoba mengenali dunia lain yang masih memegang erat kepercayaan terhadap klenik, dan mencoba melihatnya sebagai fenomena serta memposisikan diri di lingkungan yang masih mempercayai klenik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun