Intoleransi menjadi salah satu kata yang cukup populer dan masih aktual diperbincangkan. Kata 'intoleransi' ini ramai menghiasi media informasi mulai dari media cetak hingga elektronik dan tak terkecuali jadi isu serius bagi para ahli dan kelompok akademisi.Â
Kata tersebut menjadi perbincangan seiring meningkatnya tindak kekerasan yang melibatkan agama. seperti aksi teror gereja, perusakan masjid, hingga penembakan pendeta dan penusukan tokoh agama. kasus-kasus kekerasan yang dilakukan tersebut banyak yang mengaitkannya dengan kata intoleransi.
Jika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata intoleransi ini memiliki arti sebuah kondisi di mana tidak adanya tenggang rasa. Tidak adanya sikap yang bersahabat dan cenderung berujung pada terciptanya konflik. Tenggang rasa di sini ialah tenggang rasa dalam beragama.Â
Maksudnya, sebuah sikap yang bisa menghargai dan menghormati agama orang lain. Sebuah sikap yang mau memberikan ruang dan kebebasan untuk orang lain supaya bisa menjalankan keyakinannya sendiri, yang berbeda dengan keyakinan yang diyakini diri sendiri.Â
Kemauan untuk menerima perbedaan keyakinan dalam satu lingkungan, dan mempersilakan mereka yang berbeda keyakinan untuk menjalankan keyakinannya sendiri, tanpa ada perlakuan berbeda sebagai sesama warga negara terlebih sebagai sesama manusia.
Hal tersebut tidak terlepas dari konsep hak asasi manusia. Di mana, setiap orang memiliki kebebasan untuk hidup dan menjalankan kehidupannya, termasuk untuk beragama. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memeluk suatu keyakinan berdasarkan pilihannya sendiri.Â
Tanpa ada intervensi dan intimidasi dari orang lain. Khususnya dalam konteks Indonesia, hak asasi manusia ini sangat dijunjung tinggi karena keberadaannya dilindungi oleh konstitusi.
Jadi, jika ditarik kesimpulan, intoleransi ialah sebuah sikap yang tidak memberikan kebebasan kepada orang lain untuk memeluk agama berdasarkan pilihannya sendiri, yang mana, hal tersebut terwujud dalam tindakan-tindakan yang mengganggu ketenteraman hidup orang lain.Â
Seperti diskriminasi, pelabelan, stigmatisasi, cemoohan, dan lainnya. Tidak adanya sikap terbuka untuk menerima perbedaan agama dan keyakinan, dan lebih parah lagi, tidak mau memberikan kebebasan ataupun keleluasaan bagi pemeluk agama lain untuk mengekspresikan agamanya sendiri.
Kaitannya intoleransi dengan aksi-aksi kekerasan yang melibatkan agama di dalamnya, tentu, intoleransi ini menjadi faktor penyebab yang umum terjadi. setiap aksi-aksi kekerasan baik itu berupa terror, perusakan rumah ibadah, dan lainnya, pasti intoleransi menjadi motif di balik tindakan tersebut. hal tersebut lantaran tingkat intoleransi yang terdapat dalam diri pelaku tersebut sudah sangat akut.Â
Sehingga, sulit untuk diobati. Kadar intoleransi yang ada sudah mengakar kuat. alhasil, intoleransi tersebut berimbas pada perilaku-perilaku ekstrem.Â
Perilaku-perilaku yang bersifat kekerasan yang merugikan lingkungan. Seperti pembunuhan, perusakan, dan lain sebagainya yang selanjutnya tindakan-tindakan tersebut disebut dengan radikalisme dan terorisme.
Tetapi, perlu dipahami juga jika tidak semua intoleransi membuahkan tindak kekerasan atau radikalisme dan terorisme. Untuk sampai pada tindakan atau perilaku radikal, tidaklah hanya disebabkan oleh adanya rasa intoleransi.Â
Terdapat faktor-faktor lain yang juga menentukan seseorang sampai bertindak radikal. Entah itu dari lingkungan, konsumsi media, doktrin tokoh, dan lain sebagainya. Pada intinya, tidak semua intoleransi akan sampai pada tindakan. Sebab, perbedaan karakter dan tingkat pemahaman yang dimiliki juga tak kalah mendominasi.
Intoleransi beragama ialah sebuah sikap yang tidak menghargai dan menghormati agama orang lain. Pelaku intoleransi ini melihat perbedaan agama sebagai sesuatu yang harus dikonversi menurut keyakinannya sendiri. Jika tidak, maka, Tuhan akan murka.Â
Atau, misalkan, menjadi malapetaka. Pelaku ini, merasa keyakinannya lah yang paling benar dan yang lainnya salah. Sehingga, karena persepsi tersebut, pelaku menempatkan keyakinannya di posisi dengan strata yang paling tinggi dan sebaliknya menenpatkan agama lain di strata paling rendah.Â
Ada perasaan superior yang timbul dari persepsi tersebut, sehingga, kemudian yang timbul adalah tindakan-tindakan yang diskriminatif dan merendahkan orang lain.
Jelas, intoleransi sangat berbahaya jika tidak ditanggulangi dengan segera. Deteksi dini dari setiap pribadi dirasa penting untuk menetralisir penyakit yang satu ini. Fakta-fakta di lapangan yang sering terjadi menjadi bukti ngerinya dampak dari intoleransi.Â
Tak terbantahkan lagi jika intoleransi menjadi alasan kuat yang menggerogoti kehidupan manusia. Jika hal ini terus terjadi, bukan tidak mungkin jika kedamaian esok hari tidak dikenali lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H