Tujuan pokok Jauss adalah memebongkar kecenderungan sejarah sastra tradisional yang dianggap bersifat universal teleologis, sejarah sastra yang lebih banyak berkaitan dengan sejarah nasional, sejarah umum, dan rangkaian periode. Konsekuensi loguisnya adalah keterlibatan pembaca. Untuk mempertegas peranan pembaca ini, Jauss mengintroduksi konsep horison harapan (Erwatungshorizont). Horison harapan mengandaikan harapan pembaca, cakrawala pembaca, citra yang timbul sebagai akibat proses pembacaan terdahulu. Jadi, nilai sebuah karya, aspek-aspek estetis yang ditimbulkannya bergantung dari hubungan antara unsur-unsur karya dengan horison harapan pembaca.
- Jurij Mikhailovich Lotman
Lotman lahir di rusia (1922). Lotman (Fokkema-Kunne Ibsch, 1977: 2) adalah seorang ahli semiotika struktural, Â ahli Rusia abad XVII dan XIX. Konsep dasar yang dikemukakan adalah peranan bahasa sebagai sistem model pertama (ein primares modellbildendens system) (PMS) sekaligus sebagai sistem model kedua (ein sekundares modellbildendes system) (SMS), seperti sastra, film, seni, musik, agama, dan mitos. Dalam sejarah sastra barat, Lotman (1977: 24-25) juga membedakan antara estetika persamaan atau identitas (the aesthetic of identy) dengan estetika pertentangan atau oposisi (the aesthetic of opposition). Estetika pertama merupakan ciri khas foklor atau karya-karya sastra lama. Sedangkan estetika yang kedua merupakan ciri karya-karya romantisme, realisme, garda depan, dan karya-karya sastra modern.menurut Lotman (Fokkema dan Kunne-Ibsch, 1977: 41-43), karya sastra yang bermutu tinggi justru karya-karya yang menawarkan banyak entropy, kaya dengan ketidakterdugaan yang tinggi. Aspek estetis dicapai dengan adanya kaitan erat antara aspek semantis dengan aspek formal teks, sehingga dalam bahasa sehari-hari yang tidak memiliki makna menjadi bermakna.
- Roland Barthes
Barthes adalah seorang ahli semiotika, kritikus sastra, khususnya naratologi. Barthes lahir di Cherbourg, Perancis (1915-1980). Barhes dan dengan pengikutnya menolak keras pandangan tradisional yang menganggap pengarang sebagai asal-usul tunggal karya seni. Jenis paradigma ini telah dikemukakan oleh kelompok strukturalis, makna karya sastra terletak dalam struktur dengan kualitas regulasinya. Melalui Bartheskarya sastra mempunyai kekuatan baru, memperoleh kebebasan khususnya penafsiran pembaca. Meskipun demikian kenikmatan dan kebahagiaan dalam membaca teks mempunyai arti yang lebih luas, dan dengan sendirinya lebih etis dan estetis. Konsep lain yang dikemukakan adalah teks sebagai readerly (lisible) dan writterly (rewritten/scriptible). Teks tidak semata-mata untuk dibaca, tetapi juga untuk ditulis (kembali). Dalam entensitas readerly penulislah yang aktif, sedangkan pembaca bersifat pasif. Sebaliknya dalam writterly, dengan anggapan bahwa penulis berada dalam kontruksi anonimitas, maka pembacalah yang bersifat aktif, melalui aktivitas menulis.
- Umberto Eco
Eco adalah seorang semiotikus, kritikus, novelis, dan jurnalis, lahir di Piedmot, Italia (1932). Menurut Eco (1979: 7), semiotika dikaitkan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Menurut Eco (1979: 182-183) semua bidang dapat dikenal sebagai kode sejauh mengungkapkan fungsi estetik setiap unsurnya. Sama dengan Peirce, esensi tanda adalah kesanggupannya dalam mewakili suatu tanda. Setiap kode memiliki konteks, sebagai konteks sosiokultural. Oleh karena itulah, teori tanda harus mampu menjelaskan mengapa sebuah tanda memiliki banyak makna dan akhirnya bagaimana makna-makna baru bisa terbentuk. Dalam hubungan inilah dibedakan menjadi dua unsur, pertama, unsur yang dapat disesuaikan atau diramalkan oleh kode, seperti simbol dalam pengertian Peirce. Kedua, adalah unsur yang tidak bisa disesuaikan dengan mudah, misalnya ikon dalam pengertian Peirce.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H