Mohon tunggu...
Wulandari Pratiwi
Wulandari Pratiwi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya Wulandari Pratiwi seorang guru. Saya sangat menyukai buku, bagi saya buku adalah guru sekaligus teman. Banyak sekali ilmu yang ada di dalam buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Impor Beras Naik, Kapan Indonesia Mandiri Pangan?

7 Juni 2024   15:24 Diperbarui: 7 Juni 2024   15:37 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga beras yang merupakan kebutuhan pokok  kembali naik , dan para konsumen mengeluhkan  hal ini. Penjual beras di pasar tradisional sangat khawatir dengan kenaikan ini. Kenaikan harga membuat omzet penjualan mereka menurun. Kita semua tahu bahwa beras adalah kebutuhan utama bagi rakyat Indonesia. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran bagi masyarakat, karena berhubungan dengan kehidupan banyak orang  di mana beras adalah kebutuhan pokok yang dikonsumsi  setiap hari oleh masyarakat umum. Bahkan kita sering mendengar ucapan " belum makan, kalau belum makan nasi " yang menunjukkan betapa  pentingnya beras bagi masyarakat Indonesia.  

Kenaikan harga beras ini disebabkan oleh kembalinya penerapan  Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium sejak awal Juni ini. Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan ini diambil sebagai langkah strategis untuk memastikan stabilitas pasokan dan harga beras di pasar tradisional serta ritel modern di seluruh Indonesia. Tentu saja, harga beras akan tetap  tinggi selama kebijakan ini masih diberlakukan  oleh pemerintah.   

Berikut adalah besaran harga relaksasi HET beras premium sesuai dengan wilayah secara rinci yang terdapat di NFA:

 - Jawa, Lampung, dan Sumatra Selatan  relaksasi HET sebesar Rp 14.900 per kilogram (kg) dari HET sebelumnya sebesar Rp 13.900 per kg. 

- Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, Riau, Jambi, dan Kepulauan Bangka Belitung  relaksasi HET sebesar Rp 15.400 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.400 per kg. 

- Bali dan Nusa Tenggara Barat  relaksasi HET sebesar Rp 14.900 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 13.900 per kg. 

- Nusa Tenggara Timur  relaksasi HET sebesar Rp 15.400 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.400 per kg. 

- Sulawesi  relaksasi HET sebesar Rp 14.900 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 13.900 per kg. 

- Kalimantan  relaksasi HET sebesar Rp 15.400 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.400 per kg. 

- Maluku  relaksasi HET sebesar Rp 15.800 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.800 per kg. 

- Papua  relaksasi HET sebesar Rp 15.800 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 14.800 per kg.

Sementara untuk beras medium, relaksasi HET sebagai berikut:

- Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan relaksasi HET sebesar Rp 12.500 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 10.900 per kg.

- Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, Riau, Jambi, dan Kepulauan Bangka Belitung relaksasi HET sebesar Rp 13.100 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 11.500 per kg.

- Bali dan Nusa Tenggara Barat relaksasi HET sebesar Rp 12.500 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 10.900 per kg.

- Nusa Tenggara Timur relaksasi HET sebesar Rp 13.100 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 11.500 per kg.

- Sulawesi relaksasi HET sebesar Rp 12.500 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 10.900 per kg.

- Kalimantan relaksasi HET sebesar Rp 13.100 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 11.500 per kg.

- Maluku relaksasi HET sebesar Rp13.500 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 11.800 per kg.

- Papua relaksasi HET sebesar Rp 13.500 per kg dari HET sebelumnya sebesar Rp 11.800 per kg.

Menurut Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, perpanjangan relaksasi HET ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengatasi tantangan pasokan dan harga pangan di tengah fluktuasi harga komoditas global dan perubahan iklim yang memengaruhi produksi pangan nasional. 

Dari pernyataan tersebut, muncul narasi apakah kebijakan ini dilakukan karena kebutuhan pangan di Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rakyat sehingga impor beras menjadi solusi yang diambil oleh pemerintah. Ditambah lagi, isu krisis pangan di berbagai belahan dunia membuat negara-negara lain mengamankan pasokan pangan mereka dan mengurangi ekspor ke Indonesia. Meskipun Indonesia disebut sebagai negara agraris, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Maret 2024, Indonesia telah mengimpor 567,22 ribu ton beras senilai USD371,60 juta. Angka impor beras ini naik 921,51 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan bulan Februari, dengan volume impor beras naik 29,29 persen secara bulanan (mtm).

Bukankah ini ironis? Negara agraris tapi untuk mencukupi kebutuhan pokoknya saja masih mengharapkan impor dari negara lain. Kapan negara ini bisa mandiri pangan, para pemimpin hanya mengumbar janji swasembada pangan tapi sampai detik ini negara kita masih saja kekurangan pangan dan impor pangan semakin naik. Semoga ke depannya pemerintahan yang baru dapat memperjuangkan Swasembada pangan sehingga Indonesia mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan tidak bergantung pada negara luar untuk kebutuhan pangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun