Mohon tunggu...
Wulandari
Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kimia 2B

Come on and don't give up

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanjung Priok

14 Juni 2021   08:02 Diperbarui: 14 Juni 2021   08:14 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada 1952, Indonesia melakukan "nasionalisasi" atas bandar yang berdiri di abad ke-19 ini. Pengelolaan pelabuhan diserahkan kepada Kementerian Perhubungan, Djawatan Perhubungan Laut, sedangkan pelaksananya adalah BPP (Badan Pengusahaan Pelabuhan). Namun begitu jika merujuk laman priokport.co.id dikatakan, bahwa pelabuhan ini baru sepenuhnya dikelola oleh Indonesia sejak 1960.

Bicara aspek strategis Tanjung Priok, sejak zaman Hindia-Belanda hingga kini ialah merupakan sebuah pelabuhan utama nasional. Bukan saja jadi pintu gerbang konektivitas ekonomi di tingkat nasional---karena pelabuhan ini berfungsi sebagai penyangga kawasan hinterland di bagian barat Pulau Jawa---namun lebih jauh juga berfungsi sebagai salah satu konektivitas ekonomi Indonesia di tingkat internasional. Bagaimana tidak, sebagai pintu gerbang perekonomian nasional, setidaknya hingga 70% kegiatan bongkar muat ekspor-impor dilakukan melalui pintu pelabuhan ini.

Merujuk tulisan Achmad Ridwan Tentowi dkk (2016) dalam Politik Hukum Tata Kelola Kepelabuhan Nasional---Studi Kasus Dwelling Time di Tanjung Priok -- Jakarta, disebutkan bahwa salah satu problem utama yang sering menjadi polemik ialah isu dwelling time. Dwelling time berasal dari bahasa Inggris, dari kata 'dwell' yang berarti tunggu atau tinggal, dan 'time' adalah waktu. Dengan begitu 'dwelling time' berarti waktu tinggal atau waktu tunggu.

Sedangkan merujuk definisi dari World Bank (2011), dwelling time adalah: "Waktu yang dihitung mulai dari petikemas (kontainer) dibongkar/diangkat (unloading) dari kapal sampai petikemas tersebut meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama."

Bagaimana potret kemajuannya? Tahun 2015 masih tercatat dwelling time di Tanjung Priok membutuhkan waktu hingga 5,5 hari. Lamanya waktu tunggu ini merupakan catatan yang terlama di antara pelabuhan-pelabuhan di negara-negara anggota ASEAN. Sebutlah, misalnya Malaysia, pelabuhan mereka hanya membutuhkan waktu sekitar 4 hari. Singapura, contoh yang lebih baik lagi, hanya berkisar 1-3 hari.

Sepanjang lima tahun pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo upaya berbenah diri telah dilakukan sangat serius, dan naga-naganya kini mulai berbuah positif. Belum lama berselang, 6 Oktober 2019 Kementerian Perhubungan memberikan catatan kemajuan signifikan. Merujuk laman kementerian disebutkan, bahwa proses dwelling time di pelabuhan logistik ini kini telah turun jadi rata-rata hanya 2,4 hari. Sebuah kemajuan yang sangat berarti, tentu saja.

Bicara tantangan ke muka tentu bukanlah bertambah ringan. Pekerjaan rumah lainnya juga masih menunggu. Tantangan terberat ialah bagaimana mewujudkan pelabuhan Tanjung Priok menjadi "international hub port," di mana kapal-kapal besar bisa langsung bersandar di pelabuhan Indonesia tanpa harus berhenti di negara lain untuk sekadar memindahkan muatan ke kapal-kapal yang lebih kecil. (W-1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun