aku selalu melihat cahaya di sudut- sudut gelap. bahkan dalam keadaan gelap seutuhnya. maka disitu aku selalu berpikir bahwa tuhanlah cahaya itu. tak peduli waktu sedang berirama dini hari atau sore hari, tak peduli langit selalu menggambarkan biru atau jingga. hakikatnya cahaya itu ada, dan aku percaya disitu selalu ada rahmatNya. lalu aku mengerti, bahwa tuhan tak pernah membiarkanku sendiri.
bahkan, ketika waktu merajamku seperti sembilu- sembilu menusuk kalbu aku tahu tuhan ada beserta rahmatNya. ketika tangis- tangis menjerit meringis menikam semesta dengan isaknya, atau ketika awan yang menumpahkan air nya dan seketika bumi menerima air yang telah dengan tak sengaja meninggalkannya kemarin atau semalam. dan atas kejadian itulah aku percaya tuhan ada, dan Maha menerima.
tapi tuhan, jika aku boleh memprotes takdir. aku ingin megubah segalanya walaupun tak semuanya.
bagaimana mungkin waktu bisa ikut serta dalam sebuah perjodohan dan ketetapan. atau bagaimana mungkin daratan bisa terhampar seluas itu dan menjadikan perjumpaan lebih rumit jika di kehendaki. mengapa pula kau ciptakan firasa jika aku tak bisa berbuat banyak untuk berkontribusi mengurangi negatifnya. dan bagaimana pula kau menciptakan rindu yang mengiris- iris jantungku, lalu ia menguap menjadi hujan yang dicipta organ penglihatanku atas sekehendak otakku.
bagaimana itu terjadi tuhan? maka atas surat ini, tegakah kau mengiris bahkan mencabik- cabik nurani seorang pendamba yang tak di jodohkan waktu, di tambat jarak, dan di kelabui firasat.
tidak tuhan, aku tidak protes. aku hanya ingin mengemukakan pendapat dan meminta izin untuk mencari tau sebab musabab dari kekeringan yang di terpa hujan abu.
karena aku tahu, kau ada. bahkan di setiap gelap- gelap paling kelam.
jika berkeluh sudah sepatutnya, maka menangis ialah sewajarnya dalam sekadarnya.
jika protes tak berhak, maka mengemukakan pendapat dan mencari tau sebab musabab ialah alternatifnya.
tanpa melihat luka lebih lama dan lebih dalam. maka atas dasar aku merindukannya, dan selalu merindukanMu aku tuliskan sepucuk surat dari seorang yang tahu bahwa tiap waktu ia sedang tak tahu apa- apa dan bahwasanya tanpaMu aku tak bisa berbuat apa-apa.
demikian surat yang saya tuliskan, atas perhatian Tuhan saya ucapkan terimakasih.
Yogyakarta, 10 April 2014, 11:00 waktu setempat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H