Mohon tunggu...
Wulandari Febrianti
Wulandari Febrianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - be strong be brave

mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia UPI Bandung dan senang musik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tajam Ketikan Rapuhkan Nyawa

28 Maret 2022   15:41 Diperbarui: 28 Maret 2022   15:55 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi sangat berdampak pada kehidupan, salah satunya dengan kehadiran media sosial yang menjadi sarana aktivitas manusia sehari-harinya. Tidak heran jika interaksi yang terjadi dalam kehidupan ini bukan lagi hanya berada di ruang konvensional namun kita sudah mengenal interaksi yang terjadi di ruang virtual. 

Ruang virtual sendiri tidak hanya bisa menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia tetapi ruang virtual terkadang juga bisa membunuhnya. Begitu juga dengan kasus duka yang belum lama ini terjadi kepada atlet bola voli profesional Korea Selatan, Kim In Hyuk dinyatakan tewas bunuh diri di kediamannya. 

Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa terdapat sebuah kertas memo yang berisikan ketidakpercayaan dirinya dalam menghadapi hidup. Melalui akun Instagram pribadinya pun ia menuliskan keresahannya selama ini. Hal tersebut membuat masyarakat berasumsi bahwa Kim In Hyuk mengalami penyerangan mental melalui komentar ujaran kebencian yang ia terima tentang dirinya.

Melihat fenomena tersebut jejak digital lah yang berbicara. Kim In Hyuk mengalami penyerangan secara verbal. Diduga ia telah menerima berbagai komentar kebencian mengenai dirinya dari warganet Korea Selatan yakni mengenai penampilannya. 

Dia juga pernah menyerukan kepada orang-orang untuk menghentikan komentar yang memuat kebencian, dan menyebar gosip tentang seksualitas serta penampilannya di dunia maya. 

Melalui akun Instagramnya, pesan lawas Kim In Hyuk menjadi sorotan publik yakni "Semua kesalahpahaman yang telah saya abaikan selama kurang lebih 10 tahun. Saya pikir abai adalah yang terbaik, tapi sekarang saya lelah,"(sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Disimpulkan bahwa itu keresahannya kepada warganet yang merundungnya. 

Ia menegaskan bahwa ia sama sekali tidak menggunakan make up hanya berupa toner dan lotion serta ia memiliki seorang pacar dan bukan sesama jenis bahkan ia tidak pernah berakting film dewasa sehingga ia memohon kepada warganet untuk berhenti memberikan komentar kebencian karena ia sudah lelah.

Seiring maraknya tindak tutur warganet dalam menuliskan ujaran kebencian di media sosial, hal tersebut menjadi pemicu yang mengakibatkan korban bunuh diri karena penampilannya yang berbeda dari atlet pada umumnya yaitu Kim In Hyuk pria berdarah Korea Selatan berdasarkan teori-teori linguistik forensik pragmatik. Karena menulis ujaran kebencian merupakan suatu tindak kejahatan dalam peristiwa kebahasaan yang harus diadili.

 Penerapan ilmu linguistik di bidang hukum membahas potensi dimensi analisis bahasa yang digunakan untuk linguistik forensik yang dikaitkan dengan ragam tulis. Sudah banyak korban yang direnggut nyawanya karena mendapat kecaman dari komentar jahat. Salah satunya ialah Kim In Hyuk yang memutuskan untuk bunuh diri karena lelah mendapati dirinya menerima ujaran kebencian. 

Agar dapat diketahui bahasa dalam alat bukti hukum yang meninggalkan jejak digital untuk para pelaku kejahatan bahasa yang senang menuliskan komentar kebencian di media sosial hingga merenggut nyawa seseorang. Sekaligus menjadi pengingat kepada warganet untuk bijak dalam menggunakan bahasa di media sosial.

Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur dan sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis maksud tuturan daripada makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri (Yule, 2006:3). Tindak tutur sangat erat kaitannya dengan kesantunan. 

Studi mengenai tindak tutur bermula dari ide Austin, seorang ahli yang pertama kali memperkenalkan teori tindak tutur pada tahun 1962. Seiring perkembangannya, tindak tutur dapat ditemukan dalam berbagai macam tuturan, entah itu tuturan lisan maupun tuturan tulis. 

Dalam kasus ini, tuturan tulis yang diangkat ialah mengenai tindak tutur perlokusi terhadap komentar-komentar kebencian yang diterima oleh Kim In Hyuk yang merenggut nyawanya.

Tindakan perlokusioner ialah tuturan yang dituturkan untuk mempengaruhi lawan tutur untuk melakukan apa yang diinginkan oleh penutur (an act of effecting someone). 

Tindak perlokusi merupakan tindak tuturan yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur. Tuturan yang diutarakan seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarnya. Beberapa komentar-komentar yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan dijadikan data kasus. 

Salah satunya seperti "Mengapa seorang pria memakai riasan? Itu membuatku tidak nyaman." (Dikutip dari video Youtube Yusril Kim pada tanggal 20 Maret 2022) Dengan demikian, data-data ujaran kebencian akan dikaji berdasarkan keilmuan pragmatik khususnya bentuk tindak tutur. 

Data dalam penelitian ini difokuskan pada tindak tutur perlokusi yang berimplikasi pada perbuatan seseorang dengan ujaran yang memengaruhi pola pikir hingga melakukan aksi bunuh diri. Tindak perlokusi merujuk pada efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan atau melakukan suatu tindakan.

Berkembangnya linguistik forensik sebagai sebuah disiplin ilmu, tentu sangat diperlukan kajian-kajian linguistik baik untuk data ragam lisan maupun data ragam tulis yang berhubungan dengan bahasa dalam proses hukum, bahasa dalam produk hukum dan bahasa dalam alat bukti hukum. 

Kasus yang dialami oleh Kim In Hyuk bukan merupakan kasus pertama, kedua, atau ketiga melainkan sudah banyak kasus serupa yang dirasakan korban ujaran kebencian.

Namun, hingga saat ini masih banyak para pengguna bahasa yang seringkali menuturkan baik dalam kolom komentar atau lainnya, tuturan yang kerap kali bisa memicu atau memberikan efek kepada mitra tuturnya terkhusus dalam ruang virtual.

Bentuk ujaran baik lisan atau tulisan jika dikaitkan dengan analisis tataran pragmatik maka akan termasuk ke dalam kategori tindak tutur perlokusi, sebab semuanya mengarah pada daya pengaruh seseorang yang bisa memunculkan stereotip buruk (Kurnasih, 2019). Bentuk-bentuk ujaran yang diterima Kim In Hyuk jika melihat dari data kasus yang sudah dimuat di berbagai artikel di media sosial tergolong ke dalam beberapa jenis ujaran kebencian seperti penghinaan, penindasan, pencemaran nama baik, dan ujaran kejahatan lainnya yang bisa mempengaruhi Kim In Hyuk sebagai lawan tutur yang menerima tuturan kebencian dari warganet (terkhusus Korea Selatan) terkait penampilan dan citra yang ada pada dirinya yang berdampak pada hasil akhir yang ia lakukan yakni bunuh diri.

 

- Oleh Wulandari Febrianti 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun