Mohon tunggu...
Wulandari
Wulandari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Istri dan Ibu dari 4 orang anak Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Youtube: Wulandari Channel

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ruang Putih dan Hari Itu

4 Desember 2021   00:05 Diperbarui: 4 Desember 2021   01:31 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

img-20210730-122137-61aa5c3575ead642d00d95c9.jpg
img-20210730-122137-61aa5c3575ead642d00d95c9.jpg
Hari yang aku takutkan datang…

Ingin lari menghindar, pergi jauh tapi aku tak bisa…

Kehendak-MU mencabut asa dan egoku…

Lalu tertunduk, pasrah atas hak prerogatif-MU..

Hancur hatiku berkeping-keping, berguncang batinku, tumbang langkahku, melanglang nalarku berpikir jauh entah dimana…

Dia datang tanpa bertanya…

Dunia saat itu tak lagi bersahabat…

Inginku ulang hari, kuputar waktu, dimana aku bisa membersamaimu, memelukmu, mengabdi, dan mengurusmu, seperti cerita adik-adikku, mesti dalam waktu yang singkat…

Rumah sakit itu, ranjang dingin itu, kasur putih itu, tabung oksigen panjang itu, seolah olah merobek robek jiwaku, menamparku, membuatku jatuh tidak berdaya..

Dirimu yang selalu ada dan siaga di setiap suka dukaku.. namun aku absen di hari terakhirmu..

Hampa.. sakit.. meronta jiwaku terkulai lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk sosok cinta pertamaku…

Di penghujung hari terakhirmu di rumah sakit, aku hanya bisa menguatkanmu dengan semangat dan doa terdalam…

Mencoba merayu-NYA, bersujud sambil bernego dengan pemilik alam semesta, agar harapku diterima…

Dengan tangan terkepal, nafas terengah, mata sayu yang menyimpan asa…

Meski selang oksigen masih setia bertahta…

Kau beri aku harapan…

Akan hari perjumpaan…

Dimana akan kutumpahkan disana segala kerinduan…

Ternyata itu hanya anganku yang bersembunyi dibalik awan…

Lewat mata sendumu, kau bisikkan kata bahwa papa kuat dan mampu berjuang melewati masa kritis ini…

Harapku kita masih bisa dipertemukan di rumah sakit itu, rumah yang kau sebut tempat berjuang…

Meski jerit, tangis dan pekikan keluarga yang histeris di sekelilingmu selalu teriang-iang…

Yang kadang membuat mentalmu pecah berserakan…

Dokter dan perawat sudah ikut berjuang meski merekapun tak akan pernah tahu datangnya kematian…

Rumah sakit itu, ruang isolasi putih itu…

Masih hangat menyimpan aroma lekat khas tubuhmu, tingkah lakumu, gerak langkah kakimu…

Kekhasanmu dan tatap mata sendu yang selalu kami rindu..

Rumah sakit itu, menjadi lintasan persinggahan menuju rumah kekalmu…

Syahid InsyaAllah…

Tidurlah dengan tenang di alam keabadian…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun