Mohon tunggu...
Wulan Cahya Fitriani
Wulan Cahya Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tjokroaminoto, Keturunan Bangsawan yang Benci Feodal

1 Juli 2023   10:08 Diperbarui: 16 September 2023   22:03 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tjokroaminoto adalah salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam kemerdekaan Indonesia. Nama lengkapnya adalah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, ia  lahir di Desa Bakur, Madiun, Jawa Timur, ponorogi pada 16 Agustus 1882. Tjokroaminoto merupakan lulusan dari Ofleiding School Voor Inlandse Ambtenaren (OSVIA) di Magelang, yaitu akadami bagi anak pamong praja di masa kolonial.

Setelah lulus dari OSVIA, ia bekerja sebagai pegawai di Ngawi , namun akhirnya memilih untuk keluar dari pekerjaannya, dan sempat bekerja sebagai kuli. Kemudian, ia pindah ke Surabaya dan bekerja di pabrik gula.

Tjokroaminoto merupakan seorang keturunan bangsawan. Ayahnya bernama Raden Mas Tjokroamiseno yang merupakan seorang pejabat Wedana Kleco dan kakeknya bernama Raden Mas Adipati Tjokronegoro yang merupakan bupati Ponorogo. Kemudian, ayah mertuanya yaitu Raden Mas Mangoensoemo juga merupakan seorang bangsawan yang merupakan wakil bupati ponorogo.

Meskipun tumbuh dan berasal di lingkungan bangsawan, namun Tjokroaminoto tidak menyukai bahkan menolak budaya feodalisme, baginya, semua manusia memiliki kedudukan yang sama. Karena hal itu, ia bahkan meninggalkan gelar bangsawan yang dimilikinya, dan lebih memilih untuk berjuang melawan penindasan colonial bersama orang orang pribumi.

Ketika Tjokroaminoto memilih untuk keluar dari pekerjaannya, keputusannya tentu saja ditentang oleh keluarganya, salah satunya adalah penentangan yang berasal dari ayah mertuanya. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat Tjokroaminoto untuk berjuang bersama rakyat pribumi.

Saat bekerja di Surabaya, Tjokroaminoto yang waktu itu juga sudah mulai menulis tentang kritikannya, ia juga bergaul dengan para tokoh seperti ulama salah satunya adalah pendiri Sarekat Dagang Islam, yaitu Haji Samanhudi.

Sampai akhirnya, utusan dari Sarekat Dagang Islam mendatangi Tjoroaminoto, dan mengajaknya untuk bergabung organisasi tersebut. Pada 1912, nama Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat Islam, dan Tjokroaminoto diangkat sebagai ketua cabang SI di Surabaya. Selain itu, Tjokroaminoto juga dipercaya sebagai pimpinan redaksi Oetoesan Hindia yang merupakan Surat Kabar terbitan Sarekat Islam.

Sampai akhir hayatnya, Tokoh yang juga dijuluki 'Guru Bangsa' ini masih memperjuangkan nasib bangsanya. Ia wafat pada 17 Desember 1934 karena sakit ketika selesai mengikuti Kongres Sarekat Islam di Banjarmasin.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun