Mohon tunggu...
wulan azzahra
wulan azzahra Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswi

Mahasiswi Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cahaya di Mata Ibu

28 November 2020   08:00 Diperbarui: 28 November 2020   08:06 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Rina Maharani akrab di panggil Rina, aku seorang pelajar SMA duduk di kelas 12. Aku dua bersaudara yang hidup bersama Ayah, Ibu dan Kakak perempuan ku. Mereka sangat menyayangi ku, dan setiap waktu luang kami selalu bercerita bersama.  

Ibu ku bekerja sebagai pedagang keliling, saat ini Ayah ku sedang mengidap penyakit diabetes, yang tak memungkinkan untuk bekerja, sudah hampir 3 bulan Ayah terbaring lemah di atas kasur. Kakak perempuan bernama Bunga, dia berbeda dengan anak-anak lainnya, kakak ku berusia 20 tahun. Namun, sejak lahir dia mempunyai kelainan.

Sejak Ayah sakit, Ibu lah yang menggantikan sosok Ayah dalam keluarga, setiap hari Ibu slalu berdagang minuman keliling, dari pagi hingga petang, Ibu menghabiskan waktunya untuk berjualan.

Tak kuasa ku menahan rasa pedih yang di rasakan oleh Ibu, niat hati ingin membuat Ibu untuk berjualan, namun Ibu melarang ku, Ibu berakata "Tugas mu hanya belajar, biarlah ini menjadi tanggung jawab Ibu"

***

Singkat cerita, saat pagi tiba dan alarm ku berbunyi dengan kencang. "Kring...kring...kring..." Aku terbangun dari tidur ku yang lelap, aku melihat dari lubang kecil, Ibu ku masih tertidur, aku langsung bergegas untuk menyiapkan sarapan.

Tak lama, Ibu terbangun dari tidur nya. Semua sarapan sudah ku siap kan di atas meja makan, sambil menikmati lauk yang ku masak, Aku dan keluarga ku asyik berbincang di atas meja makan, Canda, gurau, yang slalu aku nantikan terlontar dari mulut Ibu ku.

"Aku pamit sekolah dulu ya Bu, Yah, Kak"

"Hati-hati ya Nak" Saut Ibu pada ku. Rasanya aku tak ingin berangkat sekolah pagi itu, karena ku tahu Ibu pasti merasa sangat lelah karena harus berkerja demi menghidupi keluarga.

Hanya aku satu-satunya harapan Ibu di keluar ga, Ibu menganggap ku sebagai piala kemenangan nya, dan Ibu pula yang selalu membanggakan ku di depan banyak orang.

Sampainya di sekolah, aku di sambut oleh guru ku, "Rina? Bisa ikut Ibu ke kantor?" aku langsung mengikuti langkah kaki nya menuju kantor, aku sudah tahu ada gerangan apa aku di panggil menghadap diri nya. Memasuki ruang kantor, dengan perasaan yang tak enak, aku mencoba untuk mendengarkan perkataan nya.

"Rina, mohon maaf sekali lagi, Ibu sudah berkali-kali mengingatkan mu mengenai uang SPP mu, sudah 3 bulan kamu tak membayar nya dan sebentar lagi juga akan ujian, Ibu sudah tak bisa lagi bantu bicara pada kepala sekolah" Ujar Bu Guru.

"Baik Bu, akan ku sampaikan pada Ibu ku nanti"

****

Hari ini, ku lewati dengan sangat pedih. Beban pikiran tentang biaya sekolah selalu terbayang di benak ku, tak mungkin jika ini ku katakan pada Ibu, aku tak ingin membuat beban Ibu bertambah.

Sepulang sekolah, aku melihat Ibu sedang tertidur di atas sofa, ku lihat wajah Ibu ku yang bercucuran keringat karena kelelahan mencari uang, teriknya matahari membuat kulit Ibu menjadi kusam, tak terbayang oleh ku bagaimana perjuangan mu, Ibu.

"kamu sudah pulang?" Ibu tiba-tiba terbangun, Aku terkejut "Iya Bu" (berjalan menuju kamar).

Ibu menyuruh ku untuk segera makan, tapi akhirnya aku tertidur hingga lupa untuk makan siang, aku di bangunkan oleh Ibu untuk makan.

"Rin, ayok makan dulu"

"emmmm, iya Bu" aku terbangun dari tidur ku. "maaf ya Bu, hari ini aku capek banget, jadi ketiduran deh"

"ada apa dengan mu, Nak?" tanya Ibu, "Jujur lah pada Ibu, jika ada sesuatu di sekolah mu" Sambung Ibu.

"emmmmm" aku mulai gugup untuk bicara tentang biaya sekolah ini. "aku... Aku... Aku, sudah 3 bulan tak bayar SPP Bu, dan bulan depan aku akan ujian"

"maaf kan ibu ya nak, secepatnya Ibu akan usahakan untuk melunasi biaya sekolah mu"

***

Hari demi hari, sudah ku lewati, Ibu ku memberi sebuah amplop berwarna cokelat yang berisi uang sekolah ku, setiap hari Ibu slalu membanting tulang demi membayar biaya sekolah ku.

Tiba saat nya, hari ujian itu datang, aku meminta doa dari Ibu ku, agar aku bisa menjadi lulusan terbaik. Aku slalu ingat jika aku adalah piala bagi Ibu ku. Piala takkan ada jika tidak ada kemenangan. Jadi, aku harus menjadi pemenang dalam perlombaan. Aku menganggap bahwa ujian ini adalah perlombaan, dan aku harus memenangi nya agar bisa membawa piala. Ya, piala itu diri ku sendiri dengan menjadi lulusan terbaik.

Tiga hari setelah ujian selesai, aku menunggu hasil dengan berharap yang terbaik untuk ku.

Hari kelulusan ku tiba, semua murid berkumpul di tengah lapang, untuk menjadi saksi siapa yang menjadi lulusan terbaik tahun angkatan ku.

Aku memejamkan mata ku, dengan jantung yang terus berdetak sangat kencang, terdengar suara kepala sekolah yang menyebutkan kan nama ku.

"Selamat kepada Rina Maharani, menjadi lulusan terbaik SMA Bunga Putra" sorak tepuk tangan teman-teman yang meriah, tangis yang jatuh satu per satu ke pipi ku, tak ku sangka, semua impian ku terwujud. Aku melangkah kan kaki ku kedepan berhadapan dengan teman-teman ku smua.

"Ini untuk mu Bu, piala kemenangan mu" Singkat ku saat memberikan sepatah dua patah di depan teman-teman.

****

Aku berlari dengan kencang, di temani air mata yang terus jatuh di pipi dan tangan yang menggenggam sebuah piala kemenangan untuk Ibu.

"IBUUUU.... INI UNTUK MU" teriak ku dari kejauhan saat melihat Ibu berada di depan rumah, ku peluk erat Ibu sebagai tanda terima kasih.

"Ini, piala kemenangan untuk mu Bu, aku berhasil menjadi lulusan terbaik di sekolah dan mendapat beasiswa untuk melanjutkan keperguruan tinggi, ini smua berkat mu Bu" (peluk erat Ibu).

-Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun