Mohon tunggu...
Shri Werdhaning Ayu
Shri Werdhaning Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia Brang Wetan

Anak Lumajang yang lahir di Bumi Lumajang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Kutai, Lokasi Ibu Kota Indonesia Baru, dalam Konteks Ilmu Sejarah

26 Agustus 2019   21:51 Diperbarui: 27 Agustus 2019   05:31 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedang ramai diperbincangkan tentang perpindahan ibu kota negara kita ke wilayah yang digadang relatif aman dari bencana alam. Mengutip dari apa yang dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo, lokasi paling ideal untuk dijadikan ibu kota yang baru adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Selain diklaim sebagai wilayah yang memiliki risiko bencana yang minim, lokasi ini juga sangat strategis karena berada di tengah-tengah Indonesia.

Tahukah kalian, bahwa Kutai yang akan dijadikan ibu kota ini memiliki sejarah yang panjang sebagai sebuah "kerajaan pertama" yang bercorak india, yang menjadi salah satu bukti tertua tentang keberadaan akan adanya corak kehidupan masyarakat yang sudah menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa asing (dalam hal ini India). 

Meskipun hubungan bangsa-bangsa asing dengan kepulauan Nusantara tercatat sejak abad 4 Masehi untuk Sumatra dan abad V Masehi untuk Jawa, tetapi berita tertua yang berhubungan dengan suatu wilayah di Kalimantan baru bisa ditemukan berasal dari catatan Cina yang berasal dari zaman Dinasti T'ang (618-906 Masehi). 

Akan tetapi, penemuan arca Budha di Kota Bangun, Kalimantan Timur yang memperlihatkan langgam seni arca Gandhara menjadi salah satu bukti tentang adanya hubungan serta pengaruh tertua budaya India di Indonesia.

Selain benda-benda berupa arca seperti yang disebutkan di atas, dari daerah Kalimantan Timur, tepatnya di Bukit Berubus, Muara Kaman pada tahun 1879 ditemukan beberapa buah prasasti yang dipahatkan pada tiang batu yang disebut dengan yupa, yaitu nama-nama yang disebutkan pada prasasti-prasastinya sendiri.

Menurut Kern, huruf yang dipahatkan pada yupa itu adalah huruf Pallawa yang berasal dari awal abad V Masehi, sedangkan bahasanya adalah bahasa Sansekerta. Semuanya dikeluarkan atas titah seorang penguasa daerah itu pada masa tersebut, yang bernama Mulawarman, yang dapat dipastikan bahwa ia adalah seorang Indonesia asli (bukan orang asing yang menjadi penguasa wilayah), karena kakeknya masih menggunakan nama Indonesia asli, Kundungga. (untuk sedikit penjelasan, nama-nama penguasa yang banyak digunakan pada abad-abad itu dan sesudahnya cenderung mendapatkan pengaruh dari India, seperti nama Mulawarman sendiri).

Salah satu dari yupa tersebut menuliskan silsilah Mulawarman, raja terbesar di daerah Kutai Kuno. Dapat diketahui bahwa sedikitnya ada tiga angkatan dalam keluarga, dimulai dengan raja Kundungga yang mempunyai anak bernama Aswawarman, dan Aswawarman yang mempunyai tiga orang anak, seorang di antaranya bernama Mulawarman.

Ada satu hal yang menarik di sini, yaitu penyebutan bahwa pendiri keluarga kerajaan adalah Aswawarman dan bukan Kundungga yang dianggap sebagai raja pertama. Agaknya, meskipun Kundungga adalah ayah dari Aswawarman dan raja pertama, tetapu ia tidak dianggap sebagai pendiri keluarga raja. Agaknya hal ini disebabkan karena pada masa Kundungga, ia masih belum menganut pengaruh asli dari India, yang mana dapat dilihat dari namanya yang masih belum tersentuh pengaruh nama dari India.

Ada beberapa hal penting yang harus disimak dari sejarah Kutai lama:

(1) Kutai menjadi salah satu lokasi yang memiliki bukti tertua hubungan Kepulauan Nusantara dengan bangsa-bangsa asing,

(2) Kutai menjadi kerajaan tertua yang ada dalam catatan, yang berarti wilayah ini merupakan transformasi pertama dari kelompok masyarakat yang pada waktu itu mungkin masih mengenal sistem kesukuan, menjadi sistem kerajaan,

(3) Kutai merupakan satu-satunya kerajaan yang mencatat nama pendahulu mereka dengan menggunakan nama yang belum mendapat pengaruh dari bangsa-bangsa asing,

(4) Dalam salah satu prasastinya, dituliskan bahwa raja Mulawarman mengalahkan raja-raja yang lain di medang perang, hal ini dapat dikatakan menjadi salah satu catatan tertua tentang upaya menyatukan wilayah-wilayah di bawah kekuasaan raja yang lain untuk dijadikan satu dalam wilayah kerajaan Kutai.

Mungkin saja, dalam perpindahan ini, Presiden Joko Widodo ingin mengingatkan kita semua pada akar sejarah negeri-negeri yang terlupakan yang sekarang menjadi satu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah Kutai memberikan contoh kepada kita, bagaimana seorang Kundungga yang masih menggunakan nama Indonesia asli, dipertahankan nama aslinya oleh anak cucunya meskipun mereka sudah menggunakan nama yang terkena pengaruh dari India.

Sejarah Kutai memberikan contoh kepada kita bahwa dari masa-masa yang lampau, untuk menyatukan wilayah-wilayah dibawah panji bendera yang sama harus dilalui dengan luka peperangan. Maka hargailah perdamaian dalam persatuan NKRI ini yang telah dibayar dengan nyawa jutaan pahlawan di medan perang. Jika kau tau perang itu menyakitkan, maka hindari, jangan justru menabur benih api.

Sudah pahamkah kalian pada pesan tersirat yang aku tuliskan? Jika belum, maka inilah intinya. Indonesia yang dulunya masuk dalam Kepulauan Nusantara, sudah terbiasa dengan interaksi dan dipengaruhi oleh budaya bangsa-bangsa asing. Tetapi janganlah ketika kita sudah bersentuhan dengan budaya bangsa lain, kemudian kita melupakan budaya bangsa kita sendiri. Contohlah apa yang dilakukan oleh Mulawarman itu.

Negeri ini sejak jaman dulu sudah mengalami pertempuran soal perebutan wilayah kekuasaan. Dan pertempuran itu berdarah-darah. Tidak ada namanya bertempur dalam damai. Jika kalian sudah tau bahwa apa yang dinamakan perebutan kekuasaan dengan menggunakan perang itu buruk, maka janganlah memulai perpecahan.

Sudah bagus negeri ini hidup damai dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apa kalian mau mengulangi apa yang dilakukan Raja Mulawarman, menakhlukan raja lain di medan perang? Kalian mau perang? Peranglah sendiri, di tanah kalian sendiri, berdarahlah sendiri, jangan ajak orang lain.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun